Bandung (BR).- Dua hari lalu, saya mendapat kabar Al-Ustad KH. Aceng Zakaria, masuk rumah sakit di Garut. Namun, belum boleh dijenguk. Saya hanya dapat mendoakan saja untuk kesembuhan beliau. Taqdir Allah, Senin malam, 21 November 2022, saya mendapat kabar lagi, Ustad Aceng, biasa saya memanggilnya, telah wafat. Innalillahi wa inna ilaihi rojiun.
Perjumpaan terakhir saya dengan Ustad Aceng, saat mengikuti Musyawarah Kerja Nasional PP. Persis di Hotel Santika TMII Jakarta 13-14 November 2022. Beliau masih terlihat segar bugar. Bahkan sempat memberi tausiyah saat meresmikan kantor PP. Persis di Bambu Apus Jakarta Timur.
Saya mengenal Ustad Aceng lebih dari 30 tahun. Tahun 1998, pernah bersama-sama mengikuti safari dakwah PP. Persis, dari Bandung hingga Medan melewati jalan darat lintas Sumatera selama lebih dari dua minggu. Sepanjang perjalanan yang ribuan kilometer dan melelahkan itu, Ustad Aceng selalu memberikan tausiyah dengan kisah kisah sederhana namun tetap mencerahkan.
Beliau juga penulis produktif. Dua tahun lalu, selepas shalat duhur, handphone saya berbunyi. Saya lihat, panggilan dari KH. Aceng Zakaria, Ketua Umum PP. Persis saat itu. Panggilan imam Persis itu segera saya jawab. Seperti biasa beliau selalu bertanya mengenai kesehatan saya. Karena ustad Aceng mengetahui saya ada masalah di jantung. Ternyata ustad Aceng hanya bertanya alamat rumah saya. Meskipun beliau pernah berkunjung ke rumah saya, dengan membawa oleh-oleh khas Garut. Di ujung telpon, Ustad Aceng mengabarkan akan mengirimkan buku buku karya terbarunya.
Saya bersyukur, setiap kali ustad Aceng melahirkan buku baru, saya selalu dikirimi oleh beliau. Saat itu, enam judul buku sekaligus, langsung dikirim dari Garut. Saya menyambut dengan senang kiriman buku buku dari ulama besar yang sederhana dan tawadu. Beliau telah menulis lebih dari 50 judul buku dengan beragam bahasan.
Secara formal, ia hanya bersekolah sampai Sekolah Dasar di kampung kelahirannya, Sukarasa Wanaraja Garut. Lalu menyelesaikan tingkat Muallimin di Pesantren Persis Pajagalan Bandung. Karena lahir di lingkungan pesantren, bahkan kakek dan ayahnya adalah kiai terkenal di kampungnya, sejak kecil ia sudah belajar berbagai kitab kuning kepada ayahnya. Saat menyelesaikan SD, sudah enam kitab ia selesaikan. Ketertarikannya pada kitab-kitab kuning ini, memilihnya tidak meneruskan pendidikan formalnya. Ia memutuskan untuk mengaji menamatkan berbagai kitab kuning kepada ayah dan paman-pamannya. Berbagai disiplin ilmu mulai aqidah, fiqih, nahwu, sharf, tafsir, hadis, dan lainnya berhasil dipelajari dengan baik. Lima tahun ia lakoni aktivitas itu sambil diberi tugas oleh ayahnya mengajari santri-santri yunior. Selain itu, ia pun diberi tugas untuk bertabligh di berbagai mesjid.
Buku fenomenal yang menarik adalah buku yang berjudul “Al-Hidâyah fî Masâ’il Fiqhiyyah Muta‘âridhah”. Buku ini berisi tentang pembahasan perbedaan-perbedaan pendapat dalam fikih beserta pemecahannya. Boleh dikatakan buku ini semacam buku fikih perbandingan (fiqih muqâranah) yang jarang ditulis oleh para ulama Indonesia, apalagi dalam bahasa Arab. Tidak heran bila Prof. Umar Hasyim, mantan Rektor Univ. Al-Azhar, Cairo Mesir memberikan penghargaan yang sangat tinggi pada buku ini saat Ust. Aceng berkunjung menemuinya ke Mesir. Ia memberikan sambutan resmi untuk buku ini. Sejak tahun 1986, buku ini sudah dicetak lebih dari sepuluh kali. Bahkan saat ini, para pembaca pemula bisa membaca edisi terjemahan bahasa Indonesianya dalam tiga jilid.
Buku-buku lain yang telah diterbitkan diantaranya adalah: Kesalahan Umum dalam Pelaksanaan Sholat, Etika Hidup Seorang Muslim, Materi Dakwah, Doa-doa Shalat, Mengungkap Makna Syahadat, Bai’at dan Berjama’ah, Belajar Nahwu Praktis 40 Jam, Belajar Tashrif Sistem 20 Jam, Kamus Tiga Bahasa (Arab-Indonesia-Inggris), Haramkah Isbal dan Wajibkah Jenggot?, Sakitku Ibadahku, Jabatanku Ibadahku, Al-Kâfi fi Al-Ilm Al-Sharfi, Tarbiyyah Al-Nisâ, Kitab Al-Tauhid (3 jilid), Ilm Al-Mantiq, Al-Bayân Fi ‘Ulûm Al-Quran, Adâb Al-Muslim, Tarbiyyah Al-Nisâ, serta belasan buku lainnya yang ditulis dalam bahasa Arab dan Indonesia. Ustad Aceng Zakaria menjadi teladan menarik bagi pecinta dan pegiat ilmu.
Selasa, 22 November 2022, pukul 09.00, penulis puluhan judul buku itu dimakamkan di pemakaman keluarga, tidak jauh dari Pesantren Persatuan Islam Rancabango Garut, yang dipimpinnya. Ia telah mewariskan tradisi literasi Islami yang fenomenal. Ribuan orang menghadiri pemakamannya siang itu. Wahai jiwa yang tenang. Beristirahatlah. Setelah seluruh hidup dan tarikan nafas, dipersembahkan di jalan Allah. Semoga Allah SWT menerima amal ibadahnya, mengampuni segala khilaf dan salahnya, dan warisan ilmu serta literasi Islami menjadi amal jariyah yang tidak akan terputus. Aamiin. ( ** )
Discussion about this post