PENGANTAR:
Setiap orang yang melakukan kontak dengan orang lain, pasti pernah melakukan negosiasi. Baik negosiasi tersebut dilakukan secara formal maupun dilakukan secara non formal. Pada dasarnya negosiasi dilakukan untuk mencapai sebuah tujuan, yaitu, untuk mencapai suatu kesepakatan.
Suatu negosiasi tidak hanya dilakukan oleh dua pihak saja. Akan tetapi di dalam suatu negosiasi, bisa dilakukan oleh banyak pihak. Satu kelompok dengan kelompok lainnya, atau dengan banyak kelompok. Yang hasilnya adalah diperoleh kesepakatan bersama.
Negosiasi merupakan suatu bentuk proses saat dua pihak mencapai perjanjian yang dapat memenuhi kepuasan bersama, yang berkepentingan dengan elemen-elemen kerja sama dan kompetisi. Termasuk di dalamnya, berbagai tindakan yang dilakukan ketika berkomunikasi, kerjasama atau memengaruhi orang lain dengan maksud dan tujuan tertentu.
Tujuan Negosiasi:
Untuk mencapai kesepakatan bersama yang memiliki kesamaan persepsi, pengertian, dan persetujuan.
Untuk mencapai penyelesaian atau jalan keluar dari masalah yang ada, serta mencapai kondisi saling menguntungkan, sehingga tidak ada yang merasa dirugikan.
Manfaat Negosiasi:
Untuk menciptakan kerjasama antar pihak untuk mencapai tujuannya masing-masing.
Agar timbul saling pengertian antar pihak yang melakukan negosiasi.
Untuk menciptakan kesepakatan yang menguntungkan semua pihak yang bernegosiasi.
Agar terbentuk interaksi yang positif antar pihak yang melakukan negosiasi yang kemudian bisa berdampak luas untuk banyak orang.
Salah satu teknik negoasiasi yang digunakan di dalam dunia kemahasiswaan adalah “Gaya Kerja”.
PEMBAHASAN:
Kegiatan membina mahasiswa di lingkungan kampus, adalah tugas tambahan para dosen di samping tugas utamanya, yaitu melaksanakan proses belajar dan mengajar. Tidak semua dosen mau dan bersedia melaksanakan tugas membina mahasiswa. Di lingkungan kampus, hanya dosen-dosen yang mau bergaul dengan mahasiswa dan mau berdiskusi dengan para mahasiswa aktivis kampus, yang biasanya bersedia melaksanakan tugas membina para mahasiswa.
Sebab, bukan hal yang mudah untuk memahami karakter mahasiswa yang melewati usia remaja beranjak dewasa. Pada umumnya, para mahasiswa memiliki karakter kritis, suka berdiskusi, suka berdebat, tidak menerima gagasan atau aturan yang berlaku di kampus begitu saja. Keinginan tahu dan kejelasan gagasan dan tata tertib di kampus, selalu menjadi bahan diskusi yang hangat bagi kelompok manusia kritis ini.
Maka, tidak sedikit dari para dosen yang bergelut dalam pembinaan mahasiswa sering kebakaran janggut manakala berhadapan dengan manusia kritis ini. Ada juga dosen yang kedodoran berhadapan dengan argumen-argumen kritis dari para mahasiswa yang dibinanya. Akhirnya, pembinaan mahasiswa tidak terwujudkan, dan yang terbentuk adalah hubungan yang inharmonis di antara dosen pembina dengan mahasiswa yang dibinanya.
Dunia kemahasiswaan adalah dunia yang dinamis, penuh dengan gagasan yang kritis, disertai dengan tuntutan integritas, manakala muncul sesuatu yang dianggap baru di lingkungan kampus. Harapan untuk berdiskusi dan berdebat ketika menanggapi suatu kebijakan di kampus, adalah bentuk yang mewarnai sifat kritis mahasiswa. Bila tak tertampung harapan mereka, dan tak terjawab pertanyaan mereka, langkah melakukan demo adalah hal yang biasa dilakukan, meskipun menjadi pilihan terakhir.
Demi menjaga hubungan baik di antara pembina kemahasiswaan dengan para mahasiswa yang dibinanya, serta diperoleh jalan keluar yang win-win solution, ketika ada permasalahan di kampus. Maka, Direktur Kemahasiswaan Pendidikan Tinggi (DIRMAWA DIKTI), sejak tahun 1991, mengadakan pelatihan bagi para dosen yang bersedia mendapatkan tugas tambahan membina mahasiswa. Salah satu teknik yang dilatihkan yaitu; “Gaya Kerja” Bagi Para Pembina Kemahasiswaan.
Gaya Kerja; kesatuan dari berbagai cara/tindakan yang didasari oleh SINA seseorang dan ditampilkan disaat ia melakukan hubungan kerja dengan orang lain (Tim LKMM DIRMAWA DIKTI, 1990). Jadi, Gaya Kerja; merupakan kumpulan tingkaj laku yang berpola. Tingkah laku yang bukan bagian dari interaksi dengan orang lain, bukan gaya kerja. Beberapa tingkah laku yang muncul dalam situadi kerja, tetapi tidak didasari oleh sistem nilan dan asumsi (SINA), bukan gaya kerja. Gaya kerja hanyalah sebagian dari kepribadian seseorang. Gaya kerja bukan temperamen.
Gaya kerja digunakan untuk:
1. Mengkomunikasikan gagasan,
2. Mengkaji gagasan pihak lain,
3. Menangani keluhan,
4. Menolak permintaan,
5. Menyampaikan kritik,
6. Menyelesaikan konflik,
7. Mengambil keputusan.
Mengkomunikasikan gagasa; tindajan untuk memberi penjelasan kepada pohak lawan mengenai hal yang merupakan keyakinan dan harapan pihak pertama, yang berupa tuntutan, permintaan, saran, informasi, atau bisa juga perasaan-perasaan.
Mengkaji gagasan pihak lain; tindakan yang dilakukan (pihak pertama) untuk memahami jalam pikiran pihak kedua, baik yang meliputi kepentingan yang ingin mereka peroleh, maupun saran yang mereka berikan. Tindakan ini bisa dilakukan dengan mengajukan pertanyaan atau dengan mengamati tingkah laku pihak kedua.
Menolak permintaan; dilakukan bila hal yang diminta oleh pihak kedua tidak mungkin dipenuhi. Penolakan dilakukan secara terang-terangan atau diam-diam.
Menegur kesalahan dan menyampaikan kritik; tindakan pihak pertama dalam rangka memperbaiki/mengoreksi tindakan pihak kedua yang dinilai tidak sesuai dengan tata cara, nilai, atau kesepakatan yang berlaku.
Menangani keluhan; tindakan penyelesaian masalah yang dilakukan pihak pertama, sehubungan dengan keluhan pihak kedua, yang menganggap bahwa kenyataan yang ada tidak sesuai dengan harapannya.
Menangani konflik yang terjadi; tindakan pihak pertama untuk menyelesaikan kondisi pertentangan yang disebabkan adanya kepentingan yang saling berbenturan.
Mengambil keputusan; pengambilan keputusan dilakukan bila dalam suatu kerja sama terdapat konflik yang tidak terselesaikan.
Macam gaya kerja:
1. Gaya kerja birokrat,
2. Gaya kerja komandan,
3. Gaya kerja bohemian,
4. Gaya kerja manajer,
5. Gaya kerja pelayan.
Gaya kerja birokrat; sangat teliti memperhatikan prosedur dan aturan yang berlaku, ketika berhubungan orang lain, maka semua pihak bekerja sama untuk kepentingan pihak lain yang lebih tinggi. Tidak menyalahgunakan wewenang dalam mengambil keputusan akhir. Bila terjadi komflik, akan menerima secara objektif pihak yang dimenangkan oleh peraturan yang berlaku.
Gaya kerja komandan; merasa benar sendiri, sebagai pengambil keputusan, tidak ingin dibantu atau dipengaruhi orang lain. Sebagai atasan cenderung mendikte bawahannya. Sebagai bawahan cenderung membantas atasannya. Sulit percaya bahwa pihak lain akan berusaha untuk memperhatikan pihaknya. Giat menyampaikan kepentingannya, dan menganggap kepentingannya lebih utama. Tidak ragu-ragu menyampaikan keberatan atau celaan terhadap jalan pikiran orang lain.
Gaya kerja bohemian; tidak mau merepotka dan direpotkan orang lain. Segan bekerja sama, dan masa bodoh dengan dunia luar. Tidak merasa terikat dengan suatu keputusan, dan tidak terlalu mendetail dalam mempelajari kepentingan orang lain. Biasa menyilahkan pihak kedua membuat keputusan, tetapi tidak merugikan dirinya. Tidak akan menegur kesalahan orang lain, yang tidak langsung merugikan kepentingan dirinya. Walaupun bisa jadi merugikan kelompoknya.
Gaya kerja mamajer; selalu berpegang teguh pada slogan “kerja sama yang baik adalah kerja sama yang memuaskan srmua pihak”. Dalam mengkaji gagasan orang lain, selaluengajukan pertanyaan untuk memperoleh penjelasan yang lebih mendalam. Juga biasa menganalisa gagasan, dan mengajukan hasilnya dalam perundingan. Dalam penyelesaian konflik, biasa mempelajari pangkal masalah dan berusaha memahami masing pihak yang terlibat konflik.
Gaya kerja pelayan; selalu punya keinginan yang kuat untuk disenangi orang lain. Selalu menjaga perasaan orang lain, dan mendahulukan kepentingan orang lain. Mudah mengalah pada pendapat orang lain. Ia lebih sering membujum dan sulit mengambil keputusan. Giat mempelajari kepentingan orang lain, dan menahan diri untuk menyampaikan keberatan. Sangat berhati-hati dalam menyampaikan kepentingannya, dan ketika mengambil keputusan, lebih mementingkan hubungan baik daripada kualitas keputusan.
PENUTUP:
Berbagai permasalahan di kampus yang terkait dengan kebijakan kemahasiswaan, biasanya tidak bisa diselesaikan oleh satu pihak saja. Umpamanya, oleh keputusan yang dikeluarkan oleh pimpinan univeritas, fakultas, maupun program studi.
Umpamanya saja, keputusan penetapan kenaikan uang kuliah. Keputusan putus studi (do) bagi mahasiswa, keputusan sumbangan pembangunan bagi mahasiswa baru. Meskipun keputusan tersebut, bukan merupakan keputusan bidang kemahasiswaan, apabila menyangkut keberadaan mahasiswa di kampus, ujung-ujungnya akan melibatkan pembina kemahasiswaan di dalam proses penyelesaian masalah terkait. Tentu saja, dosen pembina kemahasiswaan harus pandai menyelesaikan permasalahan tersebut dengan tuntas dan cantik, tanpa memunculkan dampak negatif di kedua belah pihak, yaitu kepada lembaga dan para mahasiswa.
Maka, berbekal pelatihan gaya kerja bagi para pembina kemahasiswaan inilah, diharapkan permsalahan kemahasiswaan di lampus dapat diseledaikan dengan baik. Lingkungan kampus samai, saling memahami satu dengan yang lainnya. Terutama di antara mahasiswa dan pimpinan di kampus.
Penulis: Dr. Gugun Gunardi, M.Hum. Lektor Kepala pada Fak. Sastra Universitas Al Ghifari.
Discussion about this post