Cipatat KBB, (BR.NET) – Akses pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus (ABK) di Jawa Barat masih menghadapi berbagai kendala. Dari total 396 Sekolah Luar Biasa (SLB) yang ada, sebanyak 337 berstatus swasta, sementara yang negeri hanya 59 sekolah.
Ketua Musyawarah Kerja Kepala Sekolah (MKKS) SLB Jawa Barat sekaligus Kepala SLBN Bandung Barat, Handaya Djaenudin, M.Pd., menyebut masih banyak kecamatan yang belum memiliki SLB.
“Di Kabupaten Sukabumi, dari 47 kecamatan baru 11 yang memiliki SLB. Sedangkan di Kabupaten Cianjur, dari 32 kecamatan baru ada 8 yang memiliki SLB,” ungkap Handaya, Senin (15/9/2025).
Menurutnya, banyak ABK yang belum terlayani pendidikan karena berbagai faktor, mulai dari letak geografis yang jauh, keterbatasan ekonomi, minimnya pemahaman orang tua, hingga masih adanya stigma dan rasa malu menyekolahkan anaknya.
Meski demikian, tren jumlah pendaftar ABK terus meningkat. Pada tahun ajaran 2023/2024 tercatat sekitar 27 ribu siswa, naik menjadi 29.723 siswa pada 2024/2025, dan kembali meningkat menjadi 30.462 siswa di tahun ajaran 2025/2026.
“Harapannya kenaikan ini bukan karena jumlah ABK bertambah, melainkan semakin banyak anak yang sebelumnya tidak bersekolah akhirnya bisa bersekolah,” ujarnya.
Handaya juga menegaskan bahwa keterbatasan tenaga pendidik menjadi tantangan tersendiri. “Rasio guru masih kurang, apalagi jika ada pembangunan unit sekolah baru. Kami berharap ada perekrutan guru khusus oleh Pemprov Jawa Barat,” katanya.
Di SLBN Bandung Barat sendiri saat ini terdapat 13 guru PNS, 19 guru PPPK, 1 PNS administrasi, serta 26 tenaga pendidik dan kependidikan non-ASN yang melayani 249 siswa. Namun, dari sisi pemerataan akses, masih ada empat kecamatan yang belum memiliki SLB, yakni Gunung Halu, Sindangkerta, Rongga, dan Saguling. Sebagai solusi, pihaknya membentuk Tempat Kegiatan Belajar (TKB) di kecamatan-kecamatan tersebut.
“Kami juga melakukan sosialisasi penerimaan murid baru melalui media sosial hingga penjaringan langsung ke desa, RW, dan RT. Polanya lebih menjemput, bukan menunggu pendaftaran,” jelas Handaya.
Ia berharap, ke depan minimal setiap kecamatan memiliki pusat kegiatan belajar bagi ABK agar akses pendidikan semakin merata. (Asted)













Discussion about this post