Jumat, 14 November, 2025

APS Anak Berkebutuhan Khusus di Jabar Naik Jadi 57 Persen

Cileunyi, (BR.NET) – Angka Partisipasi Sekolah (APS) bagi Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) di Jawa Barat terus menunjukkan tren positif. Sekretaris Dinas Pendidikan (Sekdis Disdik) Jabar, Dr. Deden Saepul Hidayat, S.Pd., M.Pd., mengungkapkan bahwa APS ABK yang sebelumnya hanya berada di angka 33 persen, kini telah meningkat menjadi sekitar 57 persen.

WAJIBDIBACA

“Alhamdulillah, sekarang kesadaran masyarakat semakin tinggi untuk menyekolahkan anak-anaknya,” ujar Dr. Deden saat ditemui pada acara Bedah Buku, Selasa (16/09/2025).

Menurutnya, upaya sosialisasi agar semakin banyak ABK yang bersekolah dilakukan melalui berbagai cara. Selain memanfaatkan media sosial, yang terpenting adalah menampilkan karya nyata anak-anak ABK. Melalui pameran dan pertunjukan, masyarakat bisa melihat langsung potensi mereka.

“Dulu banyak orang tua yang mengurung anaknya, menganggap aib. Namun setelah melihat potensi mereka yang bisa berkarya, pandangan itu mulai berubah. Inilah bagian dari sosialisasi yang terus kami lakukan,” tambahnya.

Sebagai penulis buku, Dr. Deden juga memiliki cita-cita agar lulusan ABK dapat hidup mandiri dan sejahtera. Tolok ukurnya, kata dia, adalah kemampuan untuk bekerja, melanjutkan pendidikan, atau berusaha secara mandiri.

“Kurikulum pendidikan khusus di tingkat SMA sekitar 70–76 persen berbasis keterampilan vokasional,” jelasnya.

Ia menambahkan, kemandirian siswa sangat bergantung pada jenis hambatan yang dimiliki. Misalnya, anak dengan hambatan penglihatan bisa mengembangkan kemampuan di bidang seni atau podcast. Sementara itu, anak dengan hambatan pendengaran dapat diarahkan ke bidang tata boga, busana, perhotelan, desain, dan komputer. Bahkan, anak dengan hambatan intelektual tetap bisa dilatih untuk magang, bertani, hingga olahraga.

Meski demikian, serapan lulusan ABK di dunia industri masih tergolong rendah. Persentasenya masih kecil, meskipun regulasi telah mengatur setiap perusahaan harus menampung dua persen tenaga kerja disabilitas. Tantangannya, menurut Dr. Deden, terletak pada ketidaksiapan lulusan maupun industri, sehingga diperlukan persiapan kurikulum, guru, serta kerja sama dengan dunia usaha.

Pengakuan pemerintah terhadap siswa ABK ditunjukkan dengan hadirnya Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP P1) di sejumlah SLB, salah satunya di SLB Negeri Cicendo. Dengan adanya lembaga tersebut, siswa dapat mengikuti uji kompetensi resmi.

“Ini bukti pengakuan bahwa anak berkebutuhan khusus, bila dididik dan disiapkan dengan matang, mampu menunjukkan kompetensi serta bersaing,” pungkasnya. (Asted)

Berita Selanjutnya

Discussion about this post

KOLOM