Sumedang, (BR.NET).- Pemasangan Tower Menara Smart Pole (Tiang Pintar) di depan Mal Pelayanan Publik (MPP) Sumedang menuai penolakan atau kritik karena lokasinya yang berada di atas tanah wakaf Pangeran Sumedang.
Hal ini, diungkapkan Paduka Yang Mulia Sri Radya HRI Soemadisoeria didampingi Radya Anom Raden Lucky Djauhari Soemawilaga, dan Mahapatih R. Lily Damhur Soemadilaga, bahwa menara Smart pole tersebut menimbulkan perdebatan mengenai legalitas dan administrasi pembangunannya.
"Saya selaku Ketua pengurus Yayasan Nadzir Wakaf Pangeran Sumedang, berkaitan dengan pembangunan Menara Smart Pole di Tanah Wakaf Pangeran Suria Atmadja. Ini jelas tanpa ada izin dari pemilik lahan atau pengelola lahan yang shah," ungkap Rd. Lucky.
Menurutnya, sesuai Surat Keputusan Badan Wakaf Indonesia Nomor 009/NZ/Tahun 2017, bahwa di dalam SK tersebut jelas menyatakan bahwa pengelola Wakaf Pangeran Arya Suria Atmadja adalah Yayasan Nadzir Wakaf Pangeran Sumedang (YNWPS) sebagai Nadzir yang berbadan hukum dan bukan nadzir perseorangan.
Menanggapi hal tersebut, pihaknya berharap dengan adanya aturan-aturan formal demikian maka sebaiknya pemerintah daerah ataupun pihak-pihak lain bisa mematuhi peraturan yang berlaku agar pembangunan ini bisa lebih memberikan nilai manfaat untuk masyarakat.
"Kami tidak menentang pembangunan apabila memang dipandang menara Smart pole ini memberikan nilai tambah untuk masyarakat Sumedang. Tapi berharap untuk proses perizinannya agar ditempuh lebih dahulu. Apa susahnya pemerintah daerah datang kemari dengan membawa surat permohonan izin lahan," katanya.
"Tentu kita tidak akan menghalang-halangi, tapi kami berada di sini ingin dihargai. Kita ingin melakukan sebuah sinergisitas kerjasama yang baik antara YNWPS, pemangku budaya Keraton Sumedang Larang, dan Pemkab Sumedang," ditambahkan Sri Radya Sumedang Larang.

Sisi lain, sebutnya, Bupati hari ini jabatan politis, bukan Bupati keturunan lagi. Dan Bupati jelas bukan nadzir. Ini ada semacam opini yang berkembang, Bupati adalah nadzir.
"Saya kira itu keliru besar. Dan ini sudah ditegaskan oleh Badan Wakaf Indonesia dalam rapat-rapat, yang mana berkenaan dengan Smartpole ini. Ditegaskan bahwa nadzir itu adalah nadzir badan hukum, yakni Yayasan Nadzir Wakaf Pangeran Sumedang," terang dia, meluruskan hal yang benar.
Ia pun menyatakan, Bupati Sumedang bukan sebagai nadzir, tapi merupakan bagian dari organ pembina YNWPS, sebagai ketua pembina. Dimana sudah dijelaskan melalui peraturan Uu RI No. 14 tahun 2004 tentang Yayasan, bahwa ketua pembina fungsinya adalah untuk memimpin, mengatur arus komunikasi di dalam rapat pembina.
"Tidak bisa ketua pembina mengambil sebuah keputusan yang bersifat pribadi. Dan pembina ini merupakan kolektif kolegial. Di dalam pembina YNWPS itu bukan satu tapi ada beberapa orang, termasuk Sri Radya Kraton Sumedang Larang dan Ikik Lukman Sumadhi Syurah itu merupakan pembina dari Yayasan Nadzir Wakaf Pangeran Sumedang," tegasnya.
Senada diungkapkan Mahapatih, bahwa keputusan harus diambil oleh organ yayasan secara keseluruhan, tidak bisa berdiri sendiri atas perintah mandat dari ketua pembina.
"Saya kira pendirian menara Smart pole ini harus tertib, secara hukum, dan tertib secara etika. Sehingga bisa berjalan dengan sebagaimana mestinya," imbuhnya.
"Memaksakan kehendak padahal di dalam rapat-rapat kami turut aktif. Sudah clear and clean pemerintah daerah harus memberikan penyampaian surat untuk permohonan izin lahan tersebut. Maka kami pandang ini cacat hukum tidak memenuhi persyaratan unsur pendirian perijinan yang sebagaimana mestinya diatur oleh peraturan yang berlaku," pungkasnya. ***


