Soreang. (BR).- Penangan Korban Terdampak Banjir diwilayah Kab. Bandung belum maxsimal, hal tersebut disampaikan Ketua Fraksi Partai Golkar H. Cecep Suhendar pada bandungraya. net Rabu (29/01/20).
Komisi D DPRD Kabupaten Bandung dalam waktu dekat akan mengevaluasi kinerja BPBD dan Dinsos Kabupaten Bandung mengenai pelayanan dasar terhadap masyarakat korban terdampak banjir.
Evaluasi tersebut akan dilakukan, karena pelayanan dari BPBD dan Dinsos Kabupaten Bandung tidak maksimal. Terlebih pelayanan dasar dianggap tak direncanakan secara matang menghadapi bencana banjir.
“Kami akan evaluasi segera. Yang paling utama kinerja BPBD dan Dinsos terhadap pelayanan dasar ke korban dampak banjir,” kata Anggota Komisi D Cecep Suhendar, Rabu 29 Januari 2020.
Cecep menuturkan, masih ada ketimpangan bantuan bagi warga korban banjir di Kabupaten Bandung. Pemkab Bandung sendiri bersama instansi terkait lebih fokus ke wilayah banjir di Kecamatan Dayeuhkolot dan Baleendah.
“Perhatiannya tidak merata. Di Rancaekek dan Bojongsoang kurang tersentuh. Apalagi di Desa Sukamanah dan Tegalluar yang juga sering terendam banjir setiap tahunnya,” kata dia.
Dia dua desa di dua kecamatan tersebut, kata dia, ketinggian banjir malahan mencapai hingga 1,5 meter. Tentu saja banjir menyebabkan aktifitas warga lumpuh.
Lebih miris lagi, karena kurangnya pendirian posko pengungsian, warga terdampak banjir di dua desa tersebut justru mengungsi ke tempat saudaranya ataupun mengontrak rumah.
Banjir di Desa Sukamanah, Rancaekek tahun ini bahkan mengalami kenaikan permuakaan air dari biasanya. Banjir di Desa Sukamanah disebabkan oleh beberapa faktor.
“Desa Sukamanah ini daerah yang dilewati aliran Sungai Citarik. Sungai ini muara dari anak Sungai Cikijing dan Cimande. Jadi saat hujan, air meluap. Ujungnya di Desa Sukamanah,” kata dia.
Selain itu, ujar Cecep, adanya faktor alih fungsi lahan di wilayah hulu. Alih fungsi lahan ini akibat adanya proyek KCIC dan Tol Cisumdawu. Alih fungsi ini semakin menambah besar volume air banjir.
“Imbas alih fungsi lahan ini juga dirasakan masyarakat di Tegalluar. Karena Tegalluar ini lokasinya ada di perbatasan,” kata dia.
Dengan kondisi yang seperti itu, sudah semestinya Pemkab Bandung melakukan tanggap darurat di dua desa tersebut. Tapi, kata dia, tanggap darurat tak pernah ada di dua desa itu.
“Bantuan BPBD dan Dinsos aja seadanya. Harusnya sebelum distribusikan bantuan mereka turun ke lapangan dulu lihat situasi. Sehingga tahu kebutuhan dan urgensi masyarakat,” katanya.
Dengan menetapkan tanggap darurat, pemerintah dinilai memberikan respons positif dan serius dalam menangani banjir. Namun pada kenyataannya, hal itu tidak terealisasi sama sekali.
“Makanya sesegera mungkin kami akan evaluasi. Baik Pemkab Bandung dan instansi-instansi terkait yang memang konsen dalam masalah bencana,” ujar Cecep. (BR.01)
Discussion about this post