Rabu, 12 November, 2025

Semarak Hari Pahlawan, FPIPS UPI Gelar Seminar Kepahlawanan

Inggit Garnasih Yang Dinikahi Presiden Pertama Soekarno, Pahlawan Sunda Yang Terlupakan

Bandung (BR.NET) – Dalam rangka memperingati Hari Pahlawan 10 November 2025, Program Studi Pendidikan Sejarah FPIPS Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) menggelar Seminar Serial Kepahlawanan di Aula Museum Pendidikan Nasional UPI, Jl. Dr. Setiabudhi, Bandung, pada Selasa (11/11/2025).

WAJIBDIBACA

Seminar yang dihadiri mahasiswa dan dosen tersebut mengangkat tema “Inggit Garnasih: Pahlawan Wanita Sunda yang Terlupakan.” Hadir sebagai narasumber Prof. Dr. Dadan Wildan, M.Hum dan Dr. Andi Suwirta, M.Hum, dengan Muhammad Abror, M.Pd sebagai moderator.

Dalam sambutannya, Wakil Dekan FPIPS UPI Dr. Fitri Rahmafitria, M.Si, menyampaikan bahwa kegiatan ini digelar untuk membedah kehidupan, perjuangan, dan jasa para tokoh nasional—baik yang telah maupun belum dianugerahi gelar Pahlawan Nasional.

“Kami ingin memberi pencerahan kepada civitas akademika UPI dan masyarakat luas bahwa Hari Pahlawan tidak semata-mata ritual upacara, tetapi momentum untuk meneladani dan memaknai perjuangan para pahlawan. Insya Allah, Seminar Serial Kepahlawanan ini akan digelar setiap tahun atau pada momentum bersejarah lainnya,” ujar Dr. Fitri.

Menurut Prof. Dr. Dadan Wildan, M.Hum, topik tentang Inggit Garnasih diangkat karena banyak generasi muda, khususnya generasi Z, yang belum mengenal sosok pahlawan wanita asal Kabupaten Bandung tersebut. Padahal, jasa Inggit Garnasih sangat besar bagi perjuangan kemerdekaan Indonesia.

Inggit Garnasih lahir di Kamasan, Banjaran, Kabupaten Bandung, pada 17 Februari 1888, dan wafat pada 13 April 1984 dalam usia 96 tahun. Ia menikah dengan Soekarno pada 24 Maret 1923, dan dikenal sebagai satu-satunya perempuan Sunda yang sangat berpengaruh dalam membentuk karakter dan semangat juang Soekarno muda.

“Inggit berperan penting dalam meneguhkan semangat Soekarno melawan kolonialisme Belanda. Ia mendukung penuh perjuangan Soekarno, bahkan ketika harus berpindah dari satu penjara ke penjara lain, hingga masa pengasingan di Ende dan Bengkulu,” ungkap Prof. Dadan, yang juga menjabat Ketua Yayasan Pendidikan Prima Cendekia Islami.

Sementara itu, Dr. Andi Suwirta menuturkan bahwa Inggit Garnasih bukan hanya istri, tetapi juga sahabat dan tempat berlabuh bagi Soekarno. Selama hampir 20 tahun (1923–1943), Inggit mendampingi Soekarno dalam empat fase penting kehidupannya: sejak masih menjadi mahasiswa THS (sekarang ITB), memimpin pergerakan nasional, hingga masa pengasingan di Flores dan Bengkulu.

“Pada akhirnya, Inggit memilih berpisah dengan Soekarno pada 1943 karena tidak mau dimadu, hanya dua tahun sebelum Soekarno memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Tak heran jika Ramadhan KH memberi judul novelnya ‘Kuantar ke Gerbang: Kisah Cinta Ibu Inggit dengan Bung Karno’,” ujar Andi Suwirta.

Prof. Dadan menambahkan, perjuangan Inggit Garnasih selama dua dekade bersama Soekarno bukanlah hal yang mudah. Dukungannya terhadap cita-cita kemerdekaan patut dihargai, meski hingga kini upaya pengusulan gelar Pahlawan Nasional untuknya belum berhasil.

“Pemerintah Provinsi Jawa Barat sudah mengajukan Inggit Garnasih sebagai Pahlawan Nasional pada 2008 dan 2012. Bahkan dengan dukungan Ibu Megawati Soekarnoputri, usulan itu kembali diajukan pada 2023, namun belum dikabulkan,” jelas Prof. Dadan, Guru Besar Sejarah yang selama 20 tahun bertugas di Sekretariat Negara.

Saat ini, Inggit Garnasih telah dianugerahi Satyalancana Perintis Kemerdekaan dan Bintang Mahaputera Utama. Namun, perjuangan untuk mengukuhkan namanya sebagai Pahlawan Nasional perlu terus digelorakan.

“Penghargaan bagi Inggit Garnasih akan menjadi kebanggaan bagi masyarakat Kabupaten dan Kota Bandung khususnya, serta Jawa Barat pada umumnya,” pungkas Prof. Dadan Wildan. (Awing)

Berita Selanjutnya

Discussion about this post

KOLOM