Bandungraya.net-Soreang | Asosiasi Pengusaha Desa Indonsia ( APEDI) Kab. Bandung berpendapat terkait adanya pernyataan Bupati Bandung tentang ” Wartawan Gentayangan ke Desa, sehingga kades enggan mencairkan dana untuk pembangunan di desa,”? hal itu disampaikannya melalui pernyataan yang disampaikannya di WA grup.
” PARTISIPASI PUBLIK KUNCI AKUNTABILITAS DANA DESA “.
Menurut Ketua APEDI Kab. Bandung H. Agus Suherman mengatakan bahwa Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (UU Desa) membawa harapan bagi keberlangsungan pemerintahan desa karena besarnya alokasi dana desa yang diberikan. Besarnya kewenangan pemerintahan desa melalui alokasi dana desa, dapat menjadi “bumerang” bagi pemerintahan desa.
” Seperti fenomena korupsi di daerah, hingga Kemendagri merilis ada 330 kepala daerah yang tersangkut kasus korupsi, atau sekitar 86,22 persen (Juli 2014) “Ujarnya Rabu 03 November 2021.
Diutarakan Agus, sebagai upaya pencegahan terjadinya korupsi di desa dan meningkatkan akuntabilitas pemerintahan desa, dibutuhkan pengawalan dari masyarakat dalam bentuk partisipasi dalam mengakses Informasi Publik dalam pemerintahan desa.
” UU Desa membuka lebar akses masyarakat untuk mendapatkan informasi mengenai pemerintahan desa, seperti disebut dalam Pasal 68 Ayat (1), yakni: Meminta dan mendapatkan informasi dari Pemerintah Desa serta mengawasi kegiatan penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan masyarakat Desa; memperoleh pelayanan yang sama dan adil, dan menyampaikan aspirasi, saran, dan pendapat lisan atau tertulis secara bertanggung jawab tentang kegiatan penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan Pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan masyarakat Desa,”paparnya.
UU Desa juga mengamanatkan keterbukaan informasi bagi masyarakat desa yang sejalan dengan UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP): Memperoleh Informasi Publik adalah hak setiap individu yang dijamin oleh negara (Pasal 4 Ayat (1)), Kata Dia.
Lebih jauh Kang Abow sapaan akrab Agus Suherman yang juga sebagai mantan kepala Desa di era Bupati Bandung H. Dadang M. Naser, mengungkapkan adanya keterbukaan informasi sebagai bentuk pertanggungjawaban Pemerintahan Desa, seperti dalam Pasal 27 yang mewajibkan Kepala Desa untuk pertama, menyampaikan laporan penyelenggaraan Pemerintahan Desa setiap akhir tahun anggaran kepada Bupati/ Walikota.
Kedua, menyampaikan laporan penyelenggaraan Pemerintahan Desa pada akhir masa jabatan kepada Bupati/Walikota;
Ketiga, memberikan laporan keterangan penyelenggaraan pemerintahan secara tertulis kepada Badan Permusyawaratan Desa setiap akhir tahun.
“Adapun masalah sekarang yang ada statment bupati, di media massa ada anggapan bahwa kades enggan mencairkan anggaran karena banyak bergentayangan wartawan yang masuk kedesa ini sangat mengelitik bagi kami karena peran serta wartawan adalah salah satu kontrol publik yang bisa menjelaskan tentang program apa saja di desa tersebut yang akan dibangun melalui dana yang sudah dialokasikan oleh pemerintah jadi kenapa mesti takut,” ujar Kang Abow.
“Jurnalis juga diberikan ruang yang sangat terbuka serta dilindungi Undang-undang dalam menjalankan tugasnya, mari kita buka uu 40 tahun 1999 dimana dalam Pasal 1, dalam Undang-undang ini, yang dimaksud dengan: Pers adalah lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan gambar, serta data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, media elektronik, dan segala jenis saluran yang tersedia,”ucapnya.
Ulas Kang Abow, wartawan juga dalam melaksanakan perintah uu tersebut terlepas di lapangan suka ada oknum wartawan, para jurnalis yang suka minta dengan dalih uang bensin itu bagaimana dalam menyikapinya bagi seorang kepala desa karena kalau jurnalis yang resmi dia akan memegang teguh kode etik ke wartawanan, jadi kalau ada “Asumsi bahwa kades enggan mencairkan anggaran gara-gara gentayangan wartawan” ini sama dengan menghianati sumpah jabatan dari pada seorang kepala desa terhadap keberlangsungan pembangunan yang ada di desa tersebut.
Ditegaskannya bahwa Wartawan, LSM bukan untuk dihindari tapi harus dijelaskan kepada mereka tentang implementasi anggaran, pembangunan yang akan di jalankan, tidak usah takut kalau memang sudah menjalankan sesuai tupoksi dan rencana kegiatan yang akan diselenggarakan pemerintah desa, sesuai yang di amanatkan peraturan pemerintah, kecuali kalau seorang kepala desa dalam melakukan pembangunan tidak sesuai aturan dan tidak ada ketebukaan seolah-olah itu uang milik pribadi.
Menurut Kang Abow, jelas akan menghindar dikala ada suatu permasalahan yang perlu klarifikasi seorang kades, jadi sekali lagi kenapa mesti takut kalau tidak berbuat salah?. (red)
Discussion about this post