Bandung (BR.NET).- Hubungan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah, khususnya dalam implementasi kebijakan perimbangan keuangan, saat ini membuat banyak daerah kelimpungan. Mulai tahun 2026, pemerintah pusat berencana melakukan pemangkasan dana transfer ke daerah (TKD).
Padahal, bagi pemerintah daerah, dana TKD merupakan sumber utama pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan. Rata-rata, dana ini berkontribusi sekitar 70 persen terhadap total pendapatan daerah sebagaimana tercantum dalam APBD masing-masing.
Kebijakan fiskal ini, selain didorong oleh program strategis nasional seperti Makanan Bergizi Gratis, Koperasi Merah Putih, dan Sekolah Rakyat, juga dilatarbelakangi hasil evaluasi terhadap pengelolaan keuangan daerah yang dinilai belum efisien. Salah satu indikatornya, porsi belanja pegawai dalam postur APBD masih berkisar antara 40–50 persen, padahal berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah, batas maksimal belanja pegawai ditetapkan sebesar 30 persen dan harus terealisasi paling lambat pada tahun 2027.
Untuk menjaga prinsip anggaran berimbang dan mencegah defisit yang signifikan, banyak kepala daerah mengambil langkah cepat dengan menaikkan tarif pajak daerah, khususnya PBB-P2, secara drastis. Namun kebijakan ini sering menimbulkan gejolak sosial dan memicu ketidakstabilan daerah. Contohnya di Kabupaten Pati, Jawa Tengah, masyarakat bahkan sempat menuntut DPRD memakzulkan bupatinya akibat kenaikan pajak yang dianggap memberatkan.
Langkah realistis yang perlu dilakukan daerah untuk menanggulangi potensi defisit anggaran adalah efisiensi dan rasionalisasi pada sektor belanja. Penghematan dapat dilakukan pada belanja operasional, terutama belanja pegawai, dengan memangkas kegiatan penunjang seperti perjalanan dinas, konsumsi rapat, seminar, saresehan, dan pengadaan barang/jasa yang tidak prioritas. Bahkan, bila diperlukan, dilakukan penyesuaian terhadap tunjangan kinerja (tukin). Efisiensi juga perlu diterapkan pada belanja modal, terutama proyek yang tidak bersentuhan langsung dengan pelayanan dasar masyarakat. Di sisi lain, pemerintah daerah harus lebih serius mengembangkan potensi investasi untuk meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD).
Lalu, bagaimana dengan Kabupaten Bandung?
Penurunan dana TKD untuk Kabupaten Bandung diperkirakan mencapai sekitar Rp1 triliun, angka yang cukup signifikan terhadap total APBD 2026. Namun demikian, Bupati Bandung H. M. Dadang Supriatna sebelumnya telah menegaskan melalui berbagai pernyataan di media bahwa pemerintah daerah tidak akan menaikkan tarif pajak daerah sebagai langkah menutup defisit anggaran.
Secara faktual, sejak tahun pertama kepemimpinannya, Bupati Dadang Supriatna berhasil meningkatkan pendapatan daerah secara signifikan. Kinerja ini tidak terlepas dari peran aktif perangkat daerah dalam melakukan intensifikasi pemungutan pajak dan retribusi, optimalisasi dana alokasi khusus (DAK) serta bantuan keuangan dari pemerintah pusat untuk pembangunan di sektor kesehatan, pendidikan, dan infrastruktur.
Yang patut diapresiasi, Kabupaten Bandung juga menerima dana insentif fiskal dari APBN setiap tahun sebagai penghargaan atas capaian kinerja pemerintahan di berbagai bidang. Hal ini menunjukkan pengelolaan keuangan daerah yang semakin baik.
Sebagai gambaran, pada awal masa jabatan Bupati Dadang Supriatna tahun 2021, APBD Kabupaten Bandung tercatat sebesar Rp4,31 triliun. Kini, pada tahun 2025, angkanya meningkat tajam menjadi Rp7,33 triliun — sebuah capaian yang layak mendapat apresiasi.
Meski demikian, muncul pula reaksi dari sebagian ASN Kabupaten Bandung yang merasa kecewa akibat adanya penyesuaian terhadap tunjangan kinerja. Hal ini wajar terjadi di tengah kebijakan efisiensi fiskal, namun pemerintah daerah perlu merespons cepat dengan sosialisasi yang jelas dan terbuka agar tidak menimbulkan salah persepsi di kalangan pegawai.
Pada akhirnya, efisiensi fiskal bukanlah bentuk kemunduran, melainkan langkah adaptif menghadapi tantangan keuangan nasional. Pemerintah daerah yang cermat, kreatif, dan transparan akan mampu menjaga keseimbangan antara stabilitas fiskal dan kesejahteraan masyarakat.
Wallahu A’lam.
(Djamukertabudi, Pemerhati Pemerintahan Daerah)













Discussion about this post