Oleh : Nuruloh Hasanudin
BANDUNGRAYA.NET | Kendati separuh tahapan Pemilihan Gubernur Jabar (Pilgub Jabar) 2013 sudah terlampaui, bukan berarti warga Jabar dapat berlega hati. Justru sekaranglah detik-detik puncak Pilgub Jabar. Minggu, 24 Februari 2013 merupakan puncak pembuktian fair play bagi seluruh stakeholder dalam penyelenggaraan Pilgub Jabar, baik bagi KPU, Panwaslu, Pemerintah Provinsi, Partai Politik, pasangan calon dan tim kampanyenya, bahkan bagi seluruh warga Provinsi Jawa Barat.
Puncak ujian “keculasan” yang mungkin dilakukan oleh siapapun rentan terjadi pada detik-detik pencoblosan di bilik suara, proses penghitungan suara, dan rekafitulasi suara. Bahkan, pada tahapan inilah MK (Mahkamah Konstitusi) memberikan akses untuk penyelesaian sengketa hasil Pilkada. Pada sisi lain sebagian warga, bahkan kebanyakan pendukung calon sudah menghabiskan energi pada masa kampanye; Energi terakhir mereka tumpahkan pada saat pencoblosan. Setelah itu, mereka merasa selesai karena telah memberikan suaranya sesuai kehendak.
Padahal penyelenggaraan Pilgub tidak selesai sampai pencoblosan. Setelah itu, masih menganga kondisi rentan yang dapat mengundang kecurangan. Pasangan calon dan para pendukung yang melek pada pasca pencoblosanlah yang dapat menyelamatkan suara; Mereka pun dapat menggagas strategi”culas” untuk menambah atau menggelembungkan suara. Bermain mata dengan oknum KPPS, PPS, dan PPK merupakan peluang besar untuk memutarbalikkan suara.
Hal itu sangat memungkinkan terjadi tatkala banyak pihak menganggap puncak penyelenggaraan adalah pencoblosan, setelah itu selesai. Kelelahan perjalanan panjang tahap per tahap penyelenggaraan telah menjebak mereka untuk puas sampai memberikan suara. Padahal, nyaris setiap event Pilkada, bahkan dalam Pileg dan Pilpres peluang kecurangan yang besar terjadi pada tahap penghitungan dan rekafitulasi suara.
Apalagi jika proses penghitungan suara terjadi menjelang senja, sering sekali TPS kondisi kosong: warga sudah pada pulang, saksi sudah mulai kelelahan, bahkan tak jarang sebagian sudah meninggalkan TPS. Yang tinggal dengan setumpuk surat suara yang masih harus dihitung, PPL dan KPPS. Kondisi seperti itulahyang rentan terjadinya kecurangan; main mata antara pendukung dengan oknum penyelenggara. Setidaknya, pada kondisi itu pula kelalaian dapat terjadi. Kelelahan penyelenggara sangat memungkinkan mereka salah dalam penempatan atau penghitungan suara.
Oleh karena itu, program penyelamatan suara pasca-pencoblosan harus menjadi visi semua stakeholder penyelenggaraan Pilgub Jabar 2013. Menyelamatkan suara bukan hanya menjamin tidak terjadinya kecurangan atau kelalaian yang dilakukan oknum penyelenggara di lapangan atau menjamin kemurnian suara yang masuk ke pasangan calon, tetapi juga menyelamatkan suara hati nurani rakyat Jawa Barat, sehingga Gubernur dan Wakil Gubernur Jawa Barat terpilih betul-betul kehendak suara terbanyak rakyat Jawa Barat.
Upaya sejumlah LSM dan kelompok masyarakat strategis dalam menggagas penyelamatan suara rakyat, misalnya, dalam bentuk perekaman tahap penghitungan suara atau pemotretan formulir C2 (hasil penghitungan suara) merupakan langkah yang cerdas. Kendati harus didukung dengan jumlah sumber daya manusia yang representatif, teknologi yang canggih, dan sumber dana yang dapat menjangkau sebagian besar, bahkan seluruh TPS yang ada di Jawa Barat.
Namun yang lebih baik, gagasan penyelamatan suara rakyat pun menjadi bagian terpenting dari kegiatan semua pihak yang ikut serta dalam penyelenggaraan Pilgub Jabar 2013. KPU Jabar harus menjamin ujungtombak penyelenggara steril dari anasir kepentingan calon tertentu, termasuk menjamin kesehatan mereka, sehingga proses penghitungan suara dilakukan oleh penyelenggara lapangan yang pres; Bukan penyelenggara yang sudah kelelahan karena begadang membangun bilik suara atau menjaga kotak suara.
Pasangan calon pun harus menempatkan para saksinya dalam kondisi yang vit pula, sehingga dua atau tiga saksi lebih efektif ditempatkan di TPS secara bergantian. Oleh karena itu, tidak ada alasan lagi proses penghitungan suara tidak dihadiri saksi atau saksinya dalam kondisi terkantuk-kantuk karena kelelahan. Peran saksi sangat penting di antara terbatasnya jumlah PPL (Pengawas Pemilu Lapangan) yang hanya satu orang per desa/kelurahan dengan membawahi puluhan TPS.
Idealnya, Panwaslu Jabar memiliki program, selain mensterilkan PPL dari anasir kepentingan calon, juga menambah jumlah pengawas lapangan. Hal ini sempat dilakukan oleh beberapa Panwaslu dalam Pilkada Kabupaten/Kotadengan merekrut tenaga asisten pengawas yang bertugas di TPS, sehingga semua TPS tidak lepas dari pengawasan Panwaslu. Jika tidak pun, Panwaslu dapat mengerahkan semua potensi yang dimilikinya, mulai dari menurunkan Panwaskab/Kota dan Panwascam ikut serta mengawasi TPS membantu PPL, sampai mengikutsertakan seluruh tenaga sekretariatan dari semua tingkatan untuk fokus mengawasi proses penghitungan suara dan rekafitulasi suara.
Namun yang sangat lebih efektif lagi, jika pengawasan proses penghitungan suara dan rekafitulasi suara itu melibatkan seluruh rakyat Jawa Barat. Pengawasan partisipatif memang merupakan pengawasan yang paling efektif dan dapat meminimalisasi terjadinya kecurangan dan kelalaian saat penghitungan suara dan rekafitulasi suara. Kepedulian dan kesertaan seluruh elemen masyarakat untuk menyelamatkan suara menjadi penentu fair play-nya Pilgub Jabar 2013. ***
Discussion about this post