Katapang. (BR) Tuntutan warga RW 08, Desa Cilampeni, Kecamatan Katapang, Kabupaten Bandung terhadap Kepala Desa, Aep Saefuloh akhirnya berujung islah. Hal itu tertuang dalam surat kesepakatan tertulis di mana Aep sudah menyampaikan permohonan maaf dan berjanji tidak akan mengintervensi usaha pengelolaan limbah yang ditekuni warga RW 08 selama ini.
Aep mengatakan, permohonan maaf tersebut sudah ia sampaikan langsung kepada warga dalam musyawarah yang berujung islah pada Senin (6/4/2020) malam. “Mudah-mudahan islah ini bisa menjadi maslahat untuk semua pihak,” ujarnya di Kantor Desa Cilampeni, Selasa (7/4/2020).
Hal itu dibenarkan oleh tokoh masyarakat RW 08 Dona Permana Yudistira. Ia pun mengklarifikasi bahwa masalah yang selama ini terjadi sebenarnya hanya kesalahpahaman.
“Alhamdulillah sudah ada titik temu dan kami sudah islah dengan kepala desa. Bahkan proses islahnya sendiri sudah dituangkan dalam surat kesepakatan dengan kepala desa dan BUMDes Cilampeni,” kata Permana.
Seperti diberitakan sebelumnya, warga RW 08 Desa Cilampeni, sempat Aep Saepuloh untuk mundur dari jabatannya sebagai kades. Hal itu terkait aturan sepihak yang mengharuskan warga RW 08 untuk memberikan ‘jatah’ hasil pengolahan limbah yang sudah bertahun-tahun menjadi sumber kemandirian mereka.
Ketika itu Dona mengatakan, tuntutan tersebut disampaikan oleh warganya karena merasa keberatan dengan kebijakan kades yang semena-mena. “Aturan apa yang mendasari bahwa kami harus memberikan kontribusi atau jatah bagi kades?,” ujarnya Jumat (3/4/2020).
Dona pun menambahkan, warga RW 08 sudah sejak lama memiliki kerjasama dengan salah satu perusahaan yang berlokasi di lingkungan mereka. Dari perusahaan tersebut, masyarakat diberikan kesempatan untuk mengolah limbah menjadi sumber pendapatan.
“Dari pengolahan limbah tersebut, warga kami bisa mandiri dan membentuk perusahaan kecil CV Rumasa 08 yang berbadan hukum dan disahkan dengan akta notaris. Kami juga punya yayasan dan mampu membeli kontrakan empat lokal serta kendaraan angkut barang yang sewanya bisa membuat warga di sini mandiri secara ekonomi,” ujarnya.
Salah satu bentuk kemandirian tersebut, kata Permana, warga bisa membuat instalasi air bersih sendiri yang dialirkan ke rumah warga. Sedangkan pendapatan sewa dari kendaraan angkut dan kontrakan, digunakan untuk membiayai kebutuhan listrik pada instalasi air bersih tersebut.
Dona menegaskan, seorang kades seharusnya bisa memberikan stimulus untuk mendongkrat kesejahteraan warga. Jika tidak bisa, seharusnya ia mendukung kemandirian ekonomi warga bukannya meminta jatah.
“Apalagi yang sangat membuat warga marah adalah kontribusi yang diminta sebesar Rp 300 per kilogram limbah yang kami olah. Padahal keuntungannya saja tidak sampai segitu,” kata Permana.
Meskipun demikian, tuntutan itu tidak diteruskan oleh warga karena Aep sudah menyampaikan permohonan maaf. Secara tertulis, permohohan maaf dari Aep dan BUMDes Cilampeni juga tertuang dalam surat kesepakatan yang dibuat.
Selain permohonan maaf, ada sedikitnya enam poin lain yang juga tertuang dalam surat kesepakatan tersebut. Salah satu kesepakatan utama tertuang dalam poin keempat di mana Aep dan BUMDes Cilampeni berjanji tidak akan mengintervensi usaha pengelolaan dan pengolahan limbah yang selama ini ditekuni warga RW 08 yang bekerjasama dengan sebuah perusahaan swasta di lokasi tersebut.
Sementara Ketua BPD Ds. Cilampeni H. Maryadi menuturkan bahwa konplik yang terjadi muncul karena kesalahpahaman, dan saat ini permasalahan tersebut sudah dapat diklarifikasi secara musyawarah, mudah mudahan hal serupa tidak terjadi lagi di Desa Cilampeni Kec. Katapang Kab. Bandung, ujarnya. (BR. 01)
Discussion about this post