Majalaya (BR)-Sejumlah anak-anak, remaja, pemuda karang taruna maupun orang dewasa dan ibu-ibu rumah tangga dihadirkan pada pelaksanaan sosialisasi penanganan kerusakan Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum yang dilaksanakan Satgas Citarum Harum Sektor 4/Majalaya di GOR Desa Biru Kecamatan Majalaya Kabupaten Bandung Jawa Barat, Sabtu 11 Juli 2020.
Khususnya untuk anak-anak, mereka sedini mungkin diperkenalkan pada persoalan dan penanganan lingkungan, sehingga diharapkan nantinya memiliki kepedulian terhadap lingkungan.
Pada kesempatan itu, masyarakat yang hadir pada sosialisasi itu disuguhi tayangan video budidaya maggot, selain edukasi terkait lingkungan yang menjadi sasaran program kerja Satgas Citarum Harum.
Komandan Sektor 4/Majalaya Satgas Citarum Harum Kolonel Inf Asep Nurdin didampingi Danki Sektor 4/Majalaya Satgas Citarum Harum Letda Dadan Haidir dan Kaur Desa Biru Budi turut menyampaikan program Citarum Harum yang sudah memasuki tahun ketiga dan diagendakan selama tujuh tahun mendatang atau hingga 2024. Program Citarum Harum itu berdasarkan pada Perpres No 15 tahun 2018. Program Citarum Harum mengajak dan mengimbau masyarakat untuk sama-sama peduli lingkungan.
Kolonel Inf Asep Nurdin mengatakan melibatkan anak-anak dalam sosialisasi itu karena semua warga berkontribusi pada pencemaran lingkungan.
“Sampai saat ini (DAS Citarum) belum 100 persen bersih, tapi setelah Satgas Citarum Harum turun tangan sudah ada peningkatan. Dengan adanya sosialisasi ini diharapkan bisa lebih meningkat lagi,” kata Kolonel Inf Asep Nurdin.
Ia menjelaskan Sungai Citarum sangat strategis dan penting untuk keberlangsungan makhluk hidup baik manusia, binatang dan tumbuh-tumbuhan.
“Baik itu untuk pertanian dan peternakan. Sungai Citarum merupakan sumber kehidupan 35 juta jiwa. Sekitar 80 persen warga DKI Jakarta menggunakan air yang sudah diolah bersumber dari Sungai Citarum,” jelasnya.
Sungai Citarum mengairi seluas 420 000 ha lahan pertanian di Jabar dan mengairi tiga waduk, yakni Waduk Saguling, Waduk Cirata dan Waduk Jatiluhur yang digunakan untuk pembangkitan listrik 1.900 MW guna kebutuhan pasokan listrik Jawa Bali.
“Kenapa Sungai Citarum penting untuk dibersihkan, dijaga dan dipelihara? Supaya kita tak mati listrik akibat airnya sedikit atau airnya tak mengalir. Sungai Citarum sangat vital dan strategis sekali,” katanya.
Kolonel Inf Asep Nurdin mengatakan, jika air Sungai Citarum kotor, untuk kebutuhan air bersih yang dikonsumsi masyarakat harus beli. Termasuk untuk kebutuhan mencuci. Sebelumnya, air Sungai Citarum bersih dan bisa digunakan kebutuhan sehari-hari masyarakat karena tak tercemar limbah pabrik maupun limbah domestik.
“Kalau Sungai Citarum kotor, kita harus membeli air bersih sekitar Rp 197 triliun per tahun. Apalagi kita lihat pada tiga tahun kebelakang, air Sungai Citarum mirip daratan karena di atasnya banyak tumpukan sampah,” ungkapnya.
Satgas Citarum Harum juga turut menggambarkan kondisi Sungai Citarum dahulu “Menangis sedih dirundung nestapa”. “Saat ini Sungai Citarum tak lagi dijuluki sungai terkotor di dunia. Karena kondisinya sudah mulai terlihat ada peningkatan ke arah perbaikan lingkungan, walaupun belum 100 persen,” katanya.
Untuk mengarah pada perbaikan lingkungan itu, imbuh Kolonel Inf Asep Nutdin, Satgas Citarum Harum terus berjibaku melaksanakan sosialisasi, kerja bhakti, membersihkan sampah di sungai, membuat tong sampah dan tungku pembakaran sampah.
Lebih lanjut Komandan Sektor 4/Majalaya ini mengungkapkan, Sungai Citarum sepanjang 296 km dari mulai Situ Cisanti Kertasari sampai muara Gembong, dalam penangananya menjadi 23 sektor.
“Permasalahan Sungai Citarum, yakni limbah domestik (sampah rumah tangga), limbah industri (limbah pabrik), sedimentasi (erosi) yang menimbulkan pendangkalan pada aliran sungai sehingga rawan banjir dan penghijauan,” jelasnya.
Ia pun menjelaskan sampah yang dihasilkan warga bisa mencapai 20.462 ton/hari, sekitar 71 persen tak terangkut dan dibuang sembarang tempat. “Limbah medis sumber penyakit dan sangat berbahaya. Kalau dibuang bukan pada tempatnya,” katanya.
Disebutkan, sampah 1.927 ton/bulan dan tertangani 1.278 ton/bulan dan tidak tertangani 649 ton/bulan. Sementara tinja manusia 35,5 ton/hari. “Kotoran manusia di buang ke sungai sehingga air sungai kotor dan mengandung bakteri e-coli. Sehingga bisa menimbulkan penyakit,” katanya.
Bakteri e-coli, imbuhnya, berdampak pada kram perut, diare berdarah, gagal ginjal kronis (30 persen), stroke (5 persen) dan kematian (3-5 persen).
Satgas pun menjelaskan, di DAS Citarum mencapai 3.236 industri tekstil dan sebelumnya mencapai 90 persen tak memiliki Instalasi pengolahan air limbah (IPAL), namun saat ini mereka secara bertahap sudah bisa mengolah limbah secara bertahap dengan menggunakan IPAL.
“Dampak keracunan mercury yang bersumber dari limbah industri itu bisa menimbulkan gangguan pada otak, tumor, radang gusi dan sumber penyakit berbahaya lainnya. Soalnya, limbah pabrik yang dibuang dengan kondisi jernih pun, belum tentu sehat. Jika air sungai tercemar limbah mercury, ikan yang hidup di sungai tidak sehat untuk dikonsumsi,” ucapnya.
Untuk penanganan lingkungan, imbuh Kolonel Inf Asep Nurdin, Satgas sudah melakukan berbagai upaya di antaranya pengerukan sungai di Kecamatan Majalaya.
Ia juga mengaku prihatin ketika kawasan hutan dirubah menjadi kebun. Seharusnya, kawasan hutan tetap jadi hutan karena akar pepohonan berfungsi menyerap air disaat musim hujan. Dengan harapan bisa meminimalisir banjir.
“Namun saat ini kawasan hutan dirubah jadi perkebunan oleh oknum warga dan oknum pengusaha. Akibatnya, hutan erosi dan menimbulkan pendangkalan di sungai dan banjir. Kawasan hutan itu seluas 690.108,34 ha, potensi kritis 212.186 ha, agak kritis 166.561 ha,” katanya.
Disebutkannya, Satgas Citarum Harum sudah ada upaya mengatasi permasalahan limbah, sampah organik dan anorganik.
Mengatasi limbah tinja manusia dengan cara membuat septictank di sejumlah desa dan mengaktifkan kembali atau membangun MCK.
“Untuk penanganan limbah pabrik tekstil, Satgas melakukan pemantauan ke pabrik. Pabrik nakal yang diketahui membuang limbah cair, saluran pembuangan limbahnya dicor atau ditutup. Setelah dicor, pabrik diberikan kesempatan untuk memperbaiki IPAL-nya, jika IPAL-nya sudah bagus, coran dibuka. Kami juga melihat ada pabrik yang memiliki IPAL, tapi tak sempurna karena asal ada saja dan tak memenuhi syarat,” ungkapnya.
Selama tiga tahun ini bertugas, katanya, Satgas Citarum Harum memantau 110 pabrik yang ada di Kecamatan Majalaya. “Masih ada 3 pabrik yang belum memperbaiki IPAL, sehingga coran saluran limbahnya belum dibuka. Sedangkan 58 pabrik lainnya yang sebelumnya saluran limbahnya ditutup, sudah dibuka karena limbah yang keluar dari outlet sesuai baku mutu atau memenuhi syarat,” tuturnya.
Satgas Citarum Harum pun sudah tiga bulan ini melaksanakan pembibitan di lahan kosong di kawasan pabrik PT. Triputra untuk penghijauan di wilayah kerjanya. Di lokasi pembibitan pun dibuat 5 kolam ikan, selain budidaya maggot yang pakannya berasal dari sampah organik.
“Kita juga turut memelihara ikan dan menanam sayuran dengan menggunakan cairan mikroorganisme Bios 44. Bios 44 ini merupakan agen hayati sehingga akan tumbuh subur untuk tanaman sayuran dan aman untuk dikonsumsi,” jelasnya.
Ia mengatakan, Bios 44 ini dapat menyuburkan tanah tandus. Disiramkan ke air kolam, Bios 44 ini dapat mempercepat pertumbuhan ikan. “Bios 44 ini jika disemprotkan ke tanah yang menjadi tanaman padi, tanaman padinya bisa subur dan produksi meningkat,” ungkapnya.
Kolonel Inf Asep Nurdin menyampaikan solusi penanganan sampah organik melalui budidaya maggot. “Ibu-ibu rumah tangga bisa mencoba melaksanakan budidaya maggot. Maggot bisa mengurangi sampah organik rumah tangga. Maggot ini diberikan menjadi pakan ikan dan ternak, juga sangat bagus karena mengandung protein yang cukup tinggi. Maggot diberikan pakan ternak maupun ikan mudah cepat besar,” katanya. (BR-19)
Discussion about this post