Oleh : Dadan Wildan
Bandung (BR.NET) Sebelum dilantik menjadi Gubernur Jawa Barat hingga dilantiknya Kang Dedi Mulyadi (KDM) sebagai Gubernur Jawa Barat ke-15 di Istana Negara Jakarta pada 20 Februari 2025, media sosial diramaikan dengan berbagai gebrakan di dunia pendidikan oleh KDM
Hari pertama sebagai Gubernur Jawa Barat, KDM langsung memberhentikan Kepala SMAN 6 Depok karena melanggar aturan study tour. Melalui media sosial, KDM melarang sekolah-sekolah untuk melaksanakan study tour sejalan dengan surat Pj Gubernur sebelumnya, Bey Mahmuddin.
Tidak hanya itu. KDM melarang Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dikelola oleh Kepala Sekolah. Guru tidak boleh lagi dibebani dengan tugas-tugas administrasi. Tugas utama guru adalah mengajar. Guru tidak boleh lagi membuat konten di media sosial, kecuali tentang pendidikan atau yang ada kaitannya dengan mata pelajaran.
KDM juga melarang sekolah untuk menjual buku Lembar Kerja Siswa (LKS). Melarang diberikan Pekerjaan Rumah (PR). Sekolah juga tidak boleh menjual seragam sekolah. Sekolah dilarang melaksanakan wisuda-wisudaan dari tingkat Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), SD, dan SMP hingga melarang perpisahan di hotel hotel bagi siswa SMA/SMK.
Dan yang melegakan, KDM meminta sekolah-sekolah yang menahan ijazah siswa akibat tunggakan SPP untuk segera memberikannya kepada siswa. Tidak tanggung-tanggung, terdapat 335.109 ijazah yang masih tertahan di banyak sekolah. Untuk melunasinya, Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat menyiapkan dana hingga 1.3 trilyun.
Apa yang dilakukan KDM, tentu berdasarkan pengalaman, laporan para orang tua siswa, dan kenyataan di lapangan. KDM tidak terbiasa berwacana. Tidak suka beretorika. KDM menempuh aksi nyata. Ia berpihak kepada masyarakat kecil. Mendengar suara rakyat. Dan mengambil keputusan cepat, tepat, dan terukur. Kebijakan inilah yang dalam dunia pendidikan disebut Populist Education (Pendidikan Populis).
Dalam berbagai terminologi, pendidikan populis merupakan pendidikan yang berlandaskan humanisme, kritisisme, serta didasarkan pada gagasan “rakyat” biasa. Dalam pendidikan populis, rakyat mencari jati diri kemanusiaannya dan menuntut keadilan sosial. Inilah yang direspon oleh KDM.
KDM tampil sebagai sosok pemimpin populis. Ia berasal dari rakyat biasa. Ia senang mendengar keluh kesah rakyat. Ia merasakan pahit getirnya kehidupan rakyat. Ia pemimpin yang melebur dengan rakyat. Benar benar melebur, bukan semata-mata pencitraan. Bagi dunia pendidikan, apa yang dilakukan oleh KDM sangat menjanjikan bagi pelayanan pemerataan dan peningkatan kualitas pendidikan di Jawa Barat.
Dampaknya, Kepala Daerah dibawahnya, Bupati dan Walikota, mengambil langkah dan ke bijakan yang sama dengan gubernurnya. Sebut saja, Bupati Bandung, DR. H. M. Dadang Supriatna, S.IP, M. Si, mendatangi siswa yang ijazahnya masih ditahan di sekolah. Kisah Isman, anak pedagang kerupuk yang ijazahnya tertahan di sekolah, diupload di kanal Youtube oleh Bupati Bandung.
Tanpa ijazah, Isman yang hidup dalam kesederhanaan, tidak dapat bekerja. Bupati Bandung mendatangi rumah Isman. Mendatangi sekolahnya di SMK PGRI Solokanjeruk. Dan melunasi tunggakan Isman saat itu juga sebesar Rp. 5.025.000.
Saya hadir untuk menebus ijazah Isman dan memberikan modal usaha untuk ayahnya, ungkap Dadang Supriatna. Dadang juga menjelaskan, sudah 8.205 ijazah di sekolah-sekolah di Kabupaten Bandung yang telah dibebaskan.
Langkah itu diikuti Pemda Kota Bogor. Pemda Kota Bogor menyiapkan Program Tebus Ijazah bagi sekitar 2000-an siswa dengan total anggaran sekitar 7,5 milyar. Ini dampak yang luar biasa dari aksi nyata gubernur KDM yang diikuti bawahannya.
Langkah KDM memang diluar nalar pejabat yang biasanya sibuk dengan berbagai rapat dan meminta telaahan staf terlebih dahulu. KDM menggunakan rasa, intuisi, lalu aksi dan eksekusi. Populist Education yang banyak dijelaskan dalam beragam teori di dunia pendidikan, dilaksanakan langsung oleh KDM. Ia mungkin saja tidak sempat membaca teorinya, tetapi aksi nyatanya berdampak besar bagi dunia pendidikan, khususnya di Jawa Barat. (**)
Discussion about this post