BANDUNGRAYA.NET | Bagi masyarakat Jawa Barat di bulan Juni ini terdapat dua momen besar, yang pertama yaitu hari Raya IdulFitri bagi umat Islam dan yang kedua yaitu perhelatan pemilihan Gubernur dan wakil Gubernur, dan bahkan di beberapa kab/kota disertai pemilihan Bupati/Walikota yang akan dilaksanakan secara serentak pada 27 Juni 2018.
Tentu hal ini merupakan sebuah momen yang harus disikapi dengan senang penuh sukacita, setelah sebulan berpuasa kemudian tiba hari Raya IdulFitri dimana semua orang merayakan “Kemenangan” setelah melalui perjuangan sebulan penuh dengan bersilaturahmi saling meminta maaf atas segala khilaf. Tak berselang lama sekitar 12 hari akan dilanjutkan dengan sebuah perhelatan pesta demokrasi memilih pemimpin di daerahnya untuk lima tahun kedepan. Tentunya ini harus disikapi dengan kearifan dan penuh sukacita pula.
Apabila kita mencoba memaknai dua momen ini kita dapat menemukan benangmerahnya, sehingga akhirnya kita dapat mengetahui arti “penuhsukacita”.
Bagi seorang muslim atau yang beragama Islam, puasa merupakan sebuah kewajiban dan rukun keempat dalam rukun Islam yang apabila tidak dilaksanakan bagi yang sudah baligh, sehat dan berakal maka secara hukum menjadi dosa.
Bulan puasa atau bulan Ramadhan disamping menahan tidak makan dan minum dari terbit fajar sampai terbenamnya matahari juga merupakan bulan pembelajaran dalam menahan/mengendalikan hawa nafsu. Di bulan Ramadhan semua orang yang terkena wajib “dipaksa” harusmengikuti aturan.
Maka tak berlebihan jika banyak orang menyebutnya sebagai bulan pembelajaran, bulan “kawah candradimuka”, yang apabila selesai melalui tahapannya maka dilanjutkan dengan saling bersilaturahmi saling bermaafan yang disebut dengan idul fitri atau lebaran dan sesungguhnya pada hari itu semua orang dipaksa kembali untu kmengakui kelemahan manusia yang berlumur dosa dan saling membutuhkan satu sama lain.
Maka sampailah kepada yang dinamakan “kemenangan” sebagai bekal menghadapi sebelas bulan kedepan dalam “pertarungan” sesungguhnya.
Pilkada 2018
Kemudian momen Pemilihan Kepala Daerah atau Pilkada yang akan diselenggarakan secara serentak pada 27 juni 2018 sesungguhnya telah melalui rangkaian tahapan dari mulai pendaftaran pasangan calon, bagaimana partai politik begitu sibuk dalam mengusung calonnya dan mencoba memasangkannya dengan jagoan dari partai lain, peta koalisi pun penuh hiruk pikuk.
Tak ketinggalan calon perseorangan pun mencoba mengadu peruntungan supaya bisa masuk gelanggang pertarungan. Setelah itu dilanjutkan dengan tahapan kampanye, pasangan calon berusaha menarik simpati rakyat supaya memilihnya.
Penyampaian visi misi, Intrik politik, saling sikut, saling sindir dan saling serang seakan menjadi satu. Dinamika politik itu tentunya sudah tidak asing lagi di masyarakat.
Sesungguhnya siapapun dan dari partai manapun tidak menjadi persoalan, sebab yang terpenting adalah bagaimana rakyat dapat menggunakan nurani dan akal sehat dalam memilih pemimpinnya.
Pasangan calon tentunya akan menyampaikan visi misinya serta memperlihatkan kepiawaiannya dalam mempengaruhi rakyat supaya dapat berpartisifasi menggunakan hak pilihnya dengan memilih yang bersangkutan.
Namun demikian para calon hendaknya tetap memperhatikan aturan yang ada yaitu peraturan KPU dan peraturan Bawaslu. Para calon diuji untuk bisa meraih simpati rakyat dengan cara yang bersih, jujur dan senantiasa mengikuti aturan. Karena dengan cara yang baik maka akan melahirkan citra positif dan penilaian yang baik dari masyarakat.
Peluang untuk mencapai simpati rakyat dengan cara yang tidak baik melalui money politic, kampanye hitam tentunya bukan suatu pilihan. Cara-cara seperti itu sesungguhnya merupakan bentuk penipuan dan pengingkaran terhadap nilai-nilai demokrasi itu sendiri.
Pada akhirnya bukan tentang siapa yang menjadi pemimpin tapi bagaimana proses dalam mencapai kekuasaan menjadi pemimpin itulah yang harus dimaknai oleh para calon dan kita semua para kontestan beradu visi misi, pengetahuan dan bagaimana dia rela dalam melayani rakyat untuk lima tahun kedepan.
Selayaknya pesta maka Pilkada ini harus mulai dipahami dengan sukacita, jangan sampai Pilkada justru malah memecah belah persatuan dan kesatuan sebagai sesama saudara sebangsa.
Jika terjadi demikian maka sungguh sangat disayangkan. Hari pencoblosan adalah hari libur atau hari yang diliburkan maka sambutlah dengan sukacita, jadikan momen silaturahmi, pererat tali persaudaraan sebagai sesama warga bangsa. Hayatilah walaupun berbeda pilihan tapi jangan sampai memudarkan tali persatuan. Maka “kemenangan” yang sesungguhnya akan diraih. ****Penulis, Staf Panwas Kota Bandung
Discussion about this post