Bandungraya.net – Bandung | Istilah puasa yang sia-sia sering terdengar khususnya saat bulan suci Ramadan. Namun apa maksudnya dan orang yang bagaimana masuk dalam kelompok ini.
Puasa bukan hanya menahan rasa lapar dan haus dengan tidak makan serta minum sejak terbit fajar hingga terbenam matahari, namun juga sebagai sarana melatih diri untuk mengendalikan hawa nafsu.
Nah, menahan hawa nafsu ini terbilang berat karena harus menjaga ucapan, perkataan, tindakan yang berakibat merugikan orang lain dan lainnya.
Lantas bagaimana dengan istilah puasa yang sia-sia?
Dilansir dari muslim.okezone.com, Ustaz Sofyan Ruray menjelaskan, puasa yang tidak dapat mencegah seseorang dari perbuatan atau ucapan yang haram adalah puasa yang sia-sia, tidak akan mengantarkannya kepada takwa, dan ia tidak bisa menggapai rahmat dan ampunan Allah Ta’ala.
Rasulullah SAW bersabda:
مَنْ لَمْ يَدَعْ قَوْلَ الزُّورِ وَالْعَمَلَ بِهِ وَالْجَهْل فَلَيْسَ لِلَّهِ حَاجَةٌ فِي أَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ
“Barangsiapa yang tidak meninggalkan ucapan yang haram, perbuatan yang haram dan kejahilan maka Allah tidak butuh ia meninggalkan makan dan minumnya.” (HR. Al-Bukhari dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu)
Rasulullah SAW juga bersabda:
رُبَّ صَائِمٍ حَظُّهُ مِنْ صِيَامِهِ الْجُوعُ وَالْعَطَشُ ، وَرُبَّ قَائِمٍ حَظُّهُ مِنْ قِيَامِهِ السَّهَرُ
“Bisa jadi orang yang berpuasa hanya mendapatkan lapar dan haus dari puasanya, dan bisa jadi orang yang salat malam hanya mendapatkan begadang malam dari salat malamnya.” (HR. Ath-Thobarani dalam Al-Kabir, Shahihut Targhib: 1084)
Al-Imam Ibnul Qoyyim rahimahullah berkata:
“Orang yang berpuasa adalah yang anggota tubuhnya berpuasa dari dosa-dosa, lisannya berpuasa dari ucapan dusta, perkataan keji dan persaksian palsu, perutnya berpuasa dari makan dan minum, dan kemaluannya berpuasa dari jima.” (Al-Wabilus Shayyib: 43)
Al-Hafizh Ibnu Rajab rahimahullah berkata:
“Jauhilah kemaksiatan, karena ia menghalangi ampunan di musim-musim rahmat.” (Lathooiful Ma’aarif: 295). (Purple)
Discussion about this post