BANDUNGRAYA.NET | Ekonom Universitas Paramadina, Wijayanto Samirin mengatakan kebangkrutan ekonomi yang tengah dihadapi Sri Lanka merupakan gambaran kondisi Indonesia saat ini. Menurutnya, krisis yang terjadi pada negara lain dapat menjadi pembelajaran bagi Indonesia.
“Sri Lanka lebih menggambarkan kondisi yang Indonesia hadapi saat ini, sedangkan Pakistan memiliki rivalitas politik yang luar biasa,” kata Wijayanto pada diskusi virtual yang bertema ‘Kebangkrutan Ekonomi Sri Lanka Risiko Indonesia dan Upaya Mitigasi’ pada Sabtu, (23/04) kemarin.
“Krisis atau fenomena yang terjadi pada negara lain begitu penting bagi Indonesia karena dapat menjadi pembelajaran bagi Indonesia jika suatu hari mengalami hal yang sama.”
Lebih lanjut, Wijayanto menerangkan kondisi Sri Lanka yang saat ini sedang bangkrut serta demokrasi yang terdegradasi menyebabkan rakyat sengsara. Menurutnya, kondisi tersebut sangat mirip dengan apa yang dialami Indonesia saat ini.
“Demokrasi yang terdegradasi (ada begitu banyak aktivitas anti demokrasi yang dilakukan oleh para politisi negeri). Karena demokrasi tidak berfungsi dengan baik, kemudian muncul pemerintah dan politisi yang lalai dan korup, menyebabkan kebijakan yang buruk. Pada akhirnya, pemerintah bangkrut dan rakyat sengsara. Hal ini linier dan mirip dengan apa yang sedang terjadi di Indonesia saat ini,” lanjutnya.
Kemudian, dampak dari pandemi Covid-19 membuat Sri Lanka mengandalkan penerimaan devisa asing dari turis dan remittance.
“Sri Lanka mengandalkan penerimaan devisa asing dari turis dan remittance. Covid telah menurunkan dua pendapatan tersebut secara sangat drastic. Dari 5,6 miliar (2018) menjadi 0,6 miliar (2021),” ungkapnya.
Lalu, sri Lanka dinyatakan bangkrut karena tidak mampu membayar hutang dalam mata uang asing.
“Cadangan devisa & cadangan emas Sri Lanka mengering akibat tidak adanya investor yang mau membeli surat hutang pemerintah. Sri Lanka dinyatakan bangkrut karena tidak dapat membayar hutang dalam mata uang asing,” jelas Wijayanto. (Red)
Discussion about this post