Soreang (BR).- Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kabupaten Bandung, akan segera melakukan penertiban terhadap komplek villa Adhara seluas kurang lebih 1 hektar di Desa Panundaan Kecamatan Ciwidey. Pembangunan villa tersebut diduga belum mengantongi Izin Mendirikan Bangunan (IMB), sehingga pihak Desa Panundaan meminta Satpol PP menghentikan pembangunan villa komersil tersebut.
Kasatpol PP Kabupaten Bandung, Usman Sayogi mengatakan, pihaknya telah menurunkan tim untuk melakukan pengecekan ke lokasi pembangunan. Selain itu, pihaknya juga akan berkoordinasi dengan dinas terkait lainnya. Jika benar belum mengantongi izin, tentu saja akan segera dilakukan penyegelan. Bahkan, selain villa tersebut, pihaknya juga berencana menertibkan semua bangunan liar atau tak berizin diwilayah Desa Panundaan dan desa desa lainnya diwilayah Kabupaten Bandung.
“Tim kami sudah turun ke lapangan, kalau terbukti ilegal pasti kami tutup. Tinggal mencari waktu yang tepat saja,”kata Usman saat dihubungi wartawan di Soreang kemarin (28/10).
Selain villa tersebut, kata Usman, pihaknya juga tengah berupaya menertibkan berbagai bangunan liar lainnya yang berada disepanjang Jalan Raya Ciwidey serta beberapa daerah lainnya di Kabupaten Bandung. Sehingga, ia meminta waktu untuk menertibkan pembangunan villa tersebut.
Diberitakan sebelumnya, warga Kampung Cikembang Desa Panundaan Kecamatan Ciwidey Kabupaten Bandung mempertanyakan pembangunan komplek villa komersil bernilai miliaran rupiah oleh PT. Adhara yang diduga tak mengantong Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dan perizinan lainnya. Warga mendesak pemerintah Desa Panundaan dan Pemerintah Kabupaten Bandung segera menghentikan sementara pembangunan villa tersebut.
Salah seorang warga Kampung Cikembang RW 12, Asep mengatakan saat ini pembangunan komplek villa tersebut sudah mencapai 75 persen dan didirikan diatas lahan seluas kurang lebih 1 hektar. Berdasarkan informasi yang diterimanya, villa tersebut kurang lebih 12 unit dan dijual antara Rp 900 juta hingga Rp 1,5 miliar per unitnya. Sebenarnya, warga di kampungnya tak keberatan dengan pembangunan komplek villa tersebut, namum sayangnya sebagai warga ia merasa tak pernah mendapatkan sosialisasi dan permohonan izin dari warga sekitar.
“Kami heran pembangunan komplek villa seluas itu, kok sama sekali tidak ada sosialisasi dan permohonan izin dari warga. Padahal kan kalau ada apa termasuk dampak negatif dari pembangunan itu yang kena kami warga sekitar. Jika pemerintah desa tak segera mengambil tindakan, jangan salahkan kami warga Kampung Cikembang kalau demo ke kantor Desa Panundaan,”kata Asep di Kampung Cikembang, Minggu (28/10/18).
Asep menjelaskan alasannya hendak melakukan aksi unjuk rasa ke kantor Desa Panundaan, karena menurutnya pemerintahan yang paling bertanggungjawab terhadap wilayahnya adalah pemerintahan desa. Sehingga, tidak mungkin pembangunan bisa berjalan hingga saat ini tanpa ada persetujuan dan perizinan dari pihak desa setempat. Apalagi, keberadaan komplek villa tersebut berada diketinggian, dikhawatirkan jika tidak sesuai peruntukan bisa saja menimbulkan bencana alam. Jika begitu tentu saja warga sekitar yang ada dibawah akan menjadi korbannya.
“Makanya kami minta pertanggunjawaban kepada Desa Panundaan dan pemerintahan diatasnya. Karena kalau ada apa apa yah kami warga sekitar, sehingga yah pembangunan itu harus benar benar mengikuti aturan dong,”ujarnya.
Kepala Desa Panundaan Asep Makmun membantah jika dikatakan membiarkan pembangunan komplek villa tersebut berjalan. Bahkan pihaknya meminta Satpol PP dan dinas perizinan untuk mengentikan sementara pembangunan alias menyegel tempat tersebut. Karena pihak desa pun merasa tak pernah mengeluarkan rekomendasi IMB dan perizinan lainnya. Adapun rekomandasi yang pernah dikeluarkan oleh pihak desa hanya untuk Analisis Dampak Lingkungan (Amdal) saja.
“Kami memeinta kepada Satpol PP Kabupaten Bandung untuk menertibkan Bangunan komersiar yang tidak mengantongi Izin, khususnya yang berada di wilayah Pemerintahan Desa Panundaan,” pungkaanya (BR 01).
Discussion about this post