Kasus 1
“Setelah kematian suami, kesedihan saya bertambah ketika petugas menyampaikan bahwa suami positif HIV-AIDS..dunia terasa runtuh ketika sayapun diminta untuk menjalani test HIV-AIDS dan ternyata hasilnya positif, kedua anak saya alhamdulilah negative, apa salah saya sehingga saya mengalami hal ini?? Saya menangis setiap hari..meratapi nasib..saya hanyalah ibu rumah tangga, saya hanya orang rumahan, yang memiliki pergaulanpun hanya orang-orang tertentu..bagaimana jika nanti berhadapan dengan masyarakat?? Apakah saya akan dikucilkan bahkan diusir dari lingkungan tempat tinggal saat ini??” (NY.A, somewhere)
Kasus 2
“Saat hamil anak pertama, saya mengalami premature kontraksi dimana usia kehamilan masih belum matang tapi terjadi kontaksi/mules, sehingga saya dirujuk ke rumah sakit yang berada di kota saya tinggal, sudah menjadi ketetapan setiap pasien baru dirumah sakit tersebut dilakukan serangkaian test, badan saya langsung lemes ketika dokter menyatakan bahwa hasil laboratorium saya positif HIV-AIDS, saya langsung ditandai bahwa saya pasien dengan kode B-20 dan ditempatkan di ruangan isolasi sudut RS, setelah mendesak suami saya tentang apa yang telah dia perbuat akhirnya suami mengaku bahwa dia pernah mengalami depresi dan akhirnya menggunakan obat-obat terlarang dengan teman2nya” (Ny.D, somewhere)
Kasus diatas hanyalah secuil curhatan dari Perempuan yang menjadi korban penularan HIV- AIDS. Hari AIDS Sedunia pertama kali dicetuskan pada Agustus 1987 oleh James W. Bunn dan Thomas Netter, dua pegawai informasi publik untuk Global Programme on AIDS di World Health Organization (WHO) di Jenewa, Swiss.
Dalam memperingati hari AIDS sedunia yang jatuh pada tanggal 1 Desember 2023 dengan tema ‘ ‘Let Communities Lead’ dimana solidaritas global, menjadi tanggung jawab bersama.
Komunitas terdampak HIV/AIDS sendiri jadi bagian penting dalam kemajuan respons HIV. Tema yang diambil Hari AIDS Sedunia tahun ini menyiratkan pentingnya komunitas- komunitas tersebut untuk memimpin penanganan berbagai masalah terkait HIV/AIDS. Orang Dengan HIV-AIDS (ODHA) adalah bagian dari komunitas, mereka berhak untuk hidup layak tanpa adanya diskriminasi, mereka berhak untuk mendapatkan fasilitas yang sama dengan anggota komunitas lainnya, seperti fasilitas kesehatan, pendidikan, asupan gizi yang baik, pekerjaan, upah sehingga mereka bisa melanjutkan hidup dengan sehat dan bahagia.
Stigma Masyarakat tentang ODHA bagi sebagian yang belum paham, akan menjadi kendala bagi ODHA dalam bersosialisasi dalam komunitas. Masih adanya anggapan bahwa HIV- AIDS adalah penyakit kutukan dan menularkan membuat ODHA di jauhi.
Saat ini, HIV masih menjadi masalah kesehatan masyarakat global yang utama, sejauh ini telah merenggut 40,4 juta (32,9–51,3 juta) nyawa dengan penularan yang terus berlanjut di semua negara secara global; dengan beberapa negara melaporkan tren peningkatan infeksi baru, padahal sebelumnya mengalami penurunan.
Banyak Perempuan terinfeksi HIV, dampak terberat adalah ketika menghadapi kodratnya untuk memiliki pasangan, menikah, hamil sehingga dapat meneruskan keturunan.
Apakah Perempuan dengan HIV berhak untuk menikah dan mendapatkan keturunan?? Menjadi HIV-Positif tidak mengurangi hak Perempuan untuk menikah dan memiliki keturunan, namun tentunya harus dipersiapkan dengan perencanaan yang matang. Cara terbaik agar mengurangi penularan adalah dengan patuh dan taat atau mengikuti semua petunjuk dokter atau konselor pendampingan ODHA dalam menjalani terapi ART (Antiretro Virus) yang harus dikonsumsi seumur hidup dan tidak boleh lupa, hal ini akan mengurangi resiko dan bisa hidup sehat.
Apabila sudah terinfeksi HIV, maka sebaiknya bersikap kooperatif, dengan menghubungi petugas Kesehatan untuk mendapatkan berbagai informasi terkait kelanjutan therapi. Jangan ragu untuk bertanya bila tidak mengerti dan minta pasangan atau teman menemani saat berkunjung ke dokter atau konselor, atau coba masuk ke dalam komunitas Perempuan yang memiliki permasalah yang sama.
Mengetahui status HIV secara dini waktu hamil sangat bermanfaat untuk ibu dan bayi, dan untuk mengurangi resiko penularan ibu pada bayi melalui plasenta saat hamil atau Eleminasi of Mother To Child HIV Transmission (EMCTC)
Bagaimana HIV ditularkan ke Bayi??
Ada tiga cara penularan HIV dari ibu yang positif HIV ke bayinya diantaranya, selama kehamilan, saat persalinan dan Air Susu Ibu (ASI), hasil survey lapangan 100 bayi terlahir pada ibu HIV+menyusui tanpa intervensi (tanpa pengobatan ART) 60-75 bayi terinfeksi HIV, 5-10 terinfeksi saat dalam kandungan, 15 bayi terinfeksi saat persalinan, dan 5-15 bayi terinfeksi melalui ASI (sumber: buku seri HIV-AIDS,Spiritia)
Dengan tema hari AIDS ini harapannya komunitas menjadi leader/pemimpin dalam penaggulangan serta mampu memutus rantai penularan HIV khususnya pada Perempuan.
Penulis: Dosen S1 Kebidanan dan Profesi Bidan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kuningan Pusat Kajian Gender dan Perempuan, STIKKU
Discussion about this post