GARUT,(BR-NET) – Jelang pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Garut, Jawa Barat yang makin dekat, suhu politik pun makin panas dengan sensitivitas tinggi dari pasangan calon (Paslon), maupun tim sukses.
Dalam dua hari ini tersiar kabar adanya dugaan keberpihakan kepala desa terhadap salah satu Paslon dengan bukti fasilitas desa yang digunakan untuk kegiatan politik oleh Paslon H. Abdusy Syakur Amin-Putri Karlina di Desa Cikarang, Kecamatan Malangbong.
Lain halnya yang terjadi di Desa Samarang, Kecamatan Samarang, kasusnya lebih parah lagi, karena cap dan tanda tangan kepala desa dibubuhkan pada lembar kertas bertuliskan Tim Pemenangan Pilkada Bupati dan Wakil Bupati H. Abdusy Syakur Amin-Putri Karlina atau SANTRI.
Ipur Purnama Alamsyah Divisi pelanggaran, data dan informasi Bawaslu Garut, menegaskan, Bawaslu sebagai lembaga pengawas langsung melakukan investigasi lapangan.
“Ketika ada kabar masuk ke kita, Bawaslu karena pengawasan melekat, kita lansung bergerak tidak melakukan pembiaran, melakukan koordinasi dengan Panwaslu setempat untuk melakukan tindakan tindakan sesuai regulasi. Alhamdulillah teman teman Panwaslu langsung melakukan langkah langkah diantarnya melaksanakan Pleno,” ungkap Ipur melalui sambungan telephon selularnya, Rabu (18/09/2024).
Pleno di tingkat Panwas kecamatan itu, imbuh dia, dilakukan untuk menentukan apakah informasi yang masuk itu merupakan informasi awal atau bukan. Jika informasi yang masuk itu merupakan informasi awal, maka langkah selanjutnya dilakukan penelusuran dalam hal pemenuhan bukti, atau fakta di lapangan
“Jika penulusuran selesai dan dianggap cukup bukti, maka Panwas di Kecamatan tersebut akan melakukan pleno lagi untuk menentukan apakah ini termasuk temuan atau tidak. Kalau itu merupakan temuan, maka kita akan meneruskan ke provinsi,” katanya
Namun demikian, kata Ipur yang tengah bertugas ke Jakarta, apa yang dilakukan kepala desa itu bukan merupakan pelanggaran, atau tidak diatur dalam undang- undang Pilkada, melainkan pelanggaran terhadap Undang-Undang Desa nomer 6 tahun 2014.
“Di pasal 29 disebutkan kepala desa tidak boleh ikut serta dalam kampanye pemilihan umum dan atau pemilihan kepala daerah. Memang hari ini belum masuk masa kampanye, karena kampanye baru dimulai 25 September,” ujarnya .
Dalam hal ini para kepala desa yang terlibat kasus tersebut telah melanggar aturan yang ada dalam undang-undang desa itu sendiri.
” Karena kita selaku pengawas pemilu, ketika terjadi pelanggaran terhadap undang-undang lainnya, kita tidak punya kewenangan menangani. Adapun nanti diujung atau hasil keputusan kami, dia terbukti melakukan pelanggaran akan kita rekomendasikan, bahwa para kepala desa itu melakukan pelanggaran terhadap Undang-Undang Desa,” tuturnya.
Dalam hal investigasi terhadap kasus yang terjadi di beberapa desa itu, kata Ipur, Bawaslu dan Panwas Kecamatan melakukannya secara persuasif.
” Biarkan kami bekerja sesuai regulasi, karena kami juga takut melanggar regulasi yang ada,” pungkasnya.(Dadang).
Discussion about this post