BANDUNG (BR, NET) Pemerintah Kabupaten Bandung melalui Dinas Lingkungan Hidup sudah memiliki capaian kinerja pengolahan sampah. Hal itu mulai dari Jakstranas atau kebijakan dan strategi nasional yang diatur oleh Peraturan Presiden dan Jakstrada atau kebijakan dan strategis daerah yang diatur oleh Peraturan Bupati.
Demikian dikatakan Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Bandung Asep Kusumah di Soreang, Jumat (8/11/2024).
Terkait dengan pengelolaan sampah, Asep Kusumah menyebutkan, bahwa sesuai dengan amanat Undang-Undang, itu bagaimana pengelolaan sampah dilakukan melalui dua pendekatan, yaitu pengurangan dan penanganan.
“Kita konsisten bagaimana mengedukasi secara bertingkat. Dari mulai basis individu, mulai dari semua penghasil sampah secara pribadi bagaimana mengurangi dulu sampah itu sendiri,” ujarnya.
Mulai dari membiasakan diri menggunakan kemasan yang digunakan ulang, kemudian mengurangi timbulan sampah yang tidak diperlukan, yaitu dengan cara membawa tumbler, misting.
“Itu merupakan level pertama memberikan edukasi kepada masyarakat dalam upaya mengurangi timbulan sampah,” kata Asep.
Kemudian basis kedua, imbuhnya, yaitu di level rumah tangga. Bagaimana rumah tangga memiliki dua instrumen. Satu sampah organik ditangani dengan membuat lubang cerdas organik (LCO) atau lubang resapan biopori (LRB). Selain itu, boleh menggunakan komposter, bataterawang, tapi setiap rumah tangga memiliki instrumen penanganan sampah organik.
Kedua, imbuhnya, untuk penanganan sampah anorganik. “Itu ditangani dan paling sederhana ditangani dan bergabung ke bank sampah. Ternyata sampah punya nilai ekonomi,” ujarnya.
Asep menyebutkan, Kabupaten Bandung sudah memiliki beberapa industri daur ulang sampah yang cukup besar. Di mana mereka mengolah sampah-sampah organik dari masyarakat.
“Ini salah satu sirkular ekonomi yang sudah dipastikan bisa terbangun. Makanya kita mengembangkan bank-bank sampah unit, bank-bank sampah tematik, bank-bank sampah induk di tingkat desa dan kecamatan,” jelasnya.
Sampai hari ini, Asep menjelaskan, di Kabupaten Bandung sudah memiliki lebih dari 600 bank sampah untuk membantu bagaimana rumah tangga mampu mengurangi, menangani sampah rumah tangganya.
Ketiga naik level di tingkat komunal di RW, kata dia, instrumennya adalah level RW ini harus ada lembaga, tetapi yang bisa diterima oleh masyarakat.
“Makanya kita gulirkan bank sampah tematik. Bank sampah yang tidak hanya mengedukasi sampah organik, tetapi juga mengedukasi sampah anorganik dengan membangun sirkular ekonomi berbasis biokonversi maggot,” katanya.
Di mana sampah organik diolah pendekatannya dibangun dengan maggot. Nanti maggotnya dikasihkan ke ayam, dan ayamnya menghasilkan telur.
“Dikasihkan ke ikan, itu bisa jadi pakan ikan dan masyarakat bisa mendapatkan protein hewani dari konsumsi makanan ikan tersebut. Di ujungnya, kita siapkan grand house. Jadi bekas maggot itu bisa digunakan pupuk tanaman dengan kualitas baik,” ucapnya.
“Jadi tidak berpikir jualan maggot. Tapi sirkular ekonomi dengan ayam, dengan bioflok, maka bantuan bank sampah tematik dulu paketnya sirkular ekonomi. Ada maggot, ada insect net, ada bioflok, ada ayam, ada ikan dan paket grand house. Itu cukup berkembang,” imbuhnya.
Nanti berikutnya levelnya di tingkat desa setelah di level RW, kata dia, dengan memperbanyak membangun fasilitas TPS3R (Tempat Pengolahan Sampah Reduce-Reuse-Recycle). Sampai hari ini sudah membangun sebanyak 172 TPS3R yang diharapkan mampu menyelesaikan sampah setelah terkurangi di pribadi, terkurangi di rumah tangga, tertangani di RW, sehingga di TPS3R bebannya tidak terlalu besar.
“Pemkab Bandung melalui DLH tahun lalu membantu 25 unit mesin pemilah untuk 25 TPS, di antaranya 15 unit mesin dari BTT (belanja tidak terduga) dan 10 mesin dari APBD Kabupaten Bandung saat darurat kebakaran di TPA Sarimukti,” katanya.
Tahun ini 2024, Asep menuturkan, Pemkab Bandung mengadakan pengadaan 10 unit mesin pemilah sampah di Kabupaten Bandung.
“Itu kapasitas 1 ton per jam. Dengan 35 unit mesin pemilah itu, minimal satu hari bisa mengelola sampah 2 sampai 5 ton, artinya penanganan sampah di TPS3R cukup besar. Satu mesin menangani 1 ton, bisa mencapai 35 ton per hari, apalagi kalau dua sampai 5 ton bisa lebih besar lagi. Itu akan mengurangi beban sampah ke TPA,” ujarnya.
Setelah selesai di TPS3R, imbuhnya, level terkahir adalah di kawasan mengembangkan Puspa (Pusat Edukasi Pengelolaan dan Pemanfaatan Sampah). Pemkab Bandung sudah punya Puspa di Jelekong, dan Citaliktik.
“Rencana tahun depan, kita akan membangun dua Puspa lagi, yaitu di wilayah Nagreg dan di eks TPA Babakan. Ini sedang kita coba persiapkan. Tapi tidak akan ada pengolahan sampah seperti masa lalu, yaitu dumping atau menggunakan sanitasi rempel,” kata Asep.
“Kita sudah punya pengalaman di Puspa Jelekong, bagaimana sampah one days proses selesai. Jadi hari itu sampah datang, dan masuk ke drop zone dan diujung mesin yang kita bangun sampah sudah menjadi produk untuk bahan baku atau pengembangan RDF (Refuse Derived Fuel). Jadi sama sekali tidak ada kesempatan sampah menumpuk,” tuturnya.
Dari berbagai upaya yang dilakukan DLH dengan level bertingkat itu, Asep mengatakan, strateginya adalah dengan gebyar atau gerakan pembuatan LCO (Lubang Cerdas Organik) secara masif.
“Baik oleh desa, kecamatan maupun diinisiasi oleh Bapak Bupati Bandung. Terakhir pada bulan September lalu, kita dapat penghargaan MURI (Museum Rekor Indonesia) atas pembuatan lubang cerdas organik terbanyak dengan targetnya 1 juta LCO. Diharapkan setiap rumah tangga mampu menyelesaikan sampah organik,” terangnya.
Kedua, imbuhnya, membangun dengan intervensi program RW-RW zero waste atau RW-RW yang sudah menghasilkan sampah yang tidak keluar dari lingkungannya.
“Jadi selesai di lingkungannya. Itu kita punya 87 RW rintisan zero waste. Di mana Pak RW membangun peraturan RW, mengajak masyarakat, membuat inovasi-inovasi. Misalnya kita lihat beberapa yang menjadi inspirasi, yaitu kampung inspirasi Jatiendah, Kampung Namicalung Bojong Majalaya, kemudian di Wangisagara Majalaya, Cileunyi Wetan, Girimekar, itu RW-RW zero waste yang sudah bisa menjadi inspirasi,” tuturnya.
Pemkab Bandung juga turut memberikan apresiasi kepada masyarakat yang mengedepankan inovasi, inovatif, kreatif, dan peduli terhadap lingkungan hidup, khususnya dalam pengelolaan sampah.
“Penanganan dan pengelolaan sampah harus jujur dan sama-sama memiliki komitmen,” katanya.
Asep mengatakan, bahwa semua orang berpotensi jadi sumber masalah bagi lingkungan tetapi juga bisa menjadi sumber solusi bagi lingkungan.
“Saatnya semua jadi pahlawan bagi lingkungan,” serunya. ( Awing )
Discussion about this post