BANDUNG ( BR. NET) Pemerintah Kabupaten Bandung melalui Dinas Lingkungan Hidup mengungkapkan bagaimana menilai keberhasilan pengelolaan lingkungan hidup, masyarakat terkadang melihat satu sisi secara terpisah.
“Ada instrumen besar yang dibangun pemerintah untuk menjadi ukuran keberhasilan pengelolaan lingkungan hidup, yaitu yang dinamakan Indeks Kualitas Lingkungan Hidup,” kata Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Bandung Asep Kusumah di Soreang, Jumat (8/11/2024).
Indeks Kualitas Lingkungan Hidup, Asep menuturkan, ada tiga komponen, yaitu ada indeks kualitas udara, indeks kualitas air dan indeks tutupan lahan.
“Tiga indikator ini akan mewakili bagaimana kebijakan, bagaimana program, bagaimana alokasi anggaran, bagaimana inovasi, bagaimana kolaborasi dan partisipasi semua pemilik atau pemangku kepentingan untuk berkontribusi menjaga lingkungan,” kata Asep.
Ia mencontohkan bagaimana melihat angka capaian indeks kualitas air. Air yang diuji itu adalah sungai. Sungai itu dibebani dengan berbagai sumber pencemar.
“Dari mulai aktivitas manusia dalam bentuk limbah domestik, limbah pertanian. Karena petani sebagian masih menggunakan pestisida dengan mencuci alat pertanian di sungai,” ujarnya.
Tak hanya itu, ia menyebutkan ada limbah peternakan, sedimentasi dan limbah industri.
“Alat ukur dari sumber-sumber pencemaran ini bisa dilihat di kualitas air sungai,” ucapnya.
Bagaimana kualitas air sungai terjaga, imbuhnya, ada kebijakan untuk pengelolaan limbah peternakan, selain ada pengendalian hukum limbah industri.
“Ada intervensi program sanitasi, ada berbagai intervensi yang memang membuat beban pencemaran ke sungai atau air berkurang atau tertangani,” ujarnya.
Begitu juga Asep mengungkapkan parameter indeks kualitas udara. Bagaimana kualitas udara di lingkungan sekitar, hari ini terpantau masih luar biasa baik.
“Udara bisa terbangun ketika terjaga. Bagaimana menjaganya, pertama suplai oksigen harus terpenuhi. Itu dari kegiatan konservasi. Kedua pemanasan global, salah satunya dari karbon dioksida. Bagaimana itu tertangani diserap oleh pohon yang kita tanam. Itu akan terus berproses. Bahwa kualitas udara dipengaruhi salah satunya oleh penanaman pohon,” sebutnya.
Menurutnya, Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Bandung memiliki program penanaman pohon yang berbasis masyarakat, yakni “GeP4K Sayang” (gerakan peduli penaman dan pemeliharaan pohon kesayangan).
“Prinsipnya setiap orang seumur hidup minimal memiliki dua pohon kesayangan,” katanya.
Kemudian ketiga indeks tutupan lahan, imbuhnya, bagaimana tutupan lahan yang bisa dijaga baik di kawasan Perhutani, Perhutanan maupun di kawasan non-Perhutanan.
“Mulai dari pendekatan musrembang, pokir, hibah, pembangunan pembibitan, kampung-kampung tematik, kampung Bedas. Kita dorong tadi dengan penanaman pohon dengan GeP4K Sayang. Bahkan ada nilai ekonomis yang bisa dibangun dari tanam pohon yang bisa kita lakukan dengan kampung-kampung konservasi tematik,” tuturnya.
Asep mengungkapkan hal itu penting untuk disampaikan atau disajikan sebagai informasi publik agar semua mendapatkan keyakinan bahwa alat ukur itu menjadi penggugah.
“Satu untuk menjaga, kedua untuk meningkatkan. Bahwa kita ada di level mana. Tutupan lahan juga berpengaruh pada ketersediaan air bersih. Itu juga jadi alat ukur juga,” katanya.
Asep mengutarakan selama tiga tahun ini mampu menjaga dan meningkatkan capaian indeks kualitas lingkungan hidup di Kabupaten Bandung.( Awing)
Discussion about this post