BANDUNG (BR.NET) Pemerintah Kabupaten Bandung melalui Dinas Lingkungan Hidup menggulirkan program Kampung Bedas (bersih dan sehat), yang digulirkan melalui level desa dalam upaya menumbuhkan kearifan lokal masyarakat setempat.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Bandung Asep Kusumah mengatakan, bahwa Kampung Bedas itu intervensi program untuk membangun desa berbudaya lingkungan dengan menggunakan kewenangan desa, legitimasi, otoritas, kearifan lokal.
Menurutnya, dengan harapan desa mampu mandiri melakukan perlindungan pola lingkungan berdasarkan kemampuan dan kemandirian di masing-masing wilayah.
“Kita sudah punya 165 desa Kampung Bedas. Di mana Kampung Bedas ini diberikan 10 indikator keberhasilan dengan tiga indikator keberhasilan yang utama,” kata Asep di Soreang, Jumat (8/11/2024).
Pertama, ia mengatakan, Kampung Bedas itu harus melahirkan Perdes (Peraturan Desa). Bagaimana lahir Perdes tentang Pengolahan Sampah, Perdes tentang Konservasi, Perdes tentang Kreativitas.
Kedua harus memiliki kawasan percontohan. Jadi lokasi yang mendapatkan program Kampung Bedas harus punya kawasan percontohan, misalnya di satu RW itu ada percontohan Kampung Bedas berbasis ekowisata sungai, berbasis agroforestri, Kampung Bedas berbasis kreativitas.
“Itu hadir sebagai kawasan percontohan,” kata Asep.
Ketiga harus menghadirkan rencana aksi. Rencana aksi bisa hadir karena di program Kampung Bedas, dan desa diberikan seorang fasilitator dan dibentuk 20 kader utama, ditunjuk satu pendamping lokal.
“Kita fasilitasi delapan kali riungan. Mulai dari mereka melakukan assessment permasalahan di masing-masing wilayah. Tahu masalah, tahu titiknya, sehingga nantinya identifikasi masalah ini di mapping, kemudian dijadikan bahan untuk diskusi bagaimana solusi yang bisa dikembangkan sesuai dengan desa masing-masing,” tuturnya.
Setelah dilakukan pendampingan dan delapan kali riungan, ia menyebutkan, kemudian lahir rencana aksi. Kemudian didampingi lagi enam kali pendampingan sampai nanti 10 indikator ini bisa dicapai.
“Salah satu yang membanggakan, bahwa dengan Kampung Bedas ini banyak desa yang akhirnya mengalokasikan APBDes-nya untuk mengelola permasalahan lingkungannya,” katanya.
Pada tahun 2023, Asep mengatakan, pihaknya membawa Kampung Bedas Wangisagara dalam penilaian program berkelanjutan terintegrasi dari Bappenas.
“Kita meraih kedua terbaik tingkat nasional. Kampung Bedas sebagai program terintegrasi yang berkelanjutan,” ujarnya.
Asep menyebutkan, dengan 10 indikator tadi, DLH berkolaborasi dengan Disbudpar (Dinas Kebudayaan dan Pariwisata) Kabupaten Bandung. Bahwa desa yang dibina di Kampung Bedas punya potensi wisata menjadi desa wisata.
“Kemudian kita gandeng Disperkintan (Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman dan Pertanahan) Kabupaten Bandung. Karena tingkat kesehatan masyarakat harus dibangun oleh intervensi sanitasi. Baik dana dari desa, maupun dana dari kabupaten sampai ke tingkat pusat,” ujarnya.
DLH juga berkolaborasi dengan Dinas PMD (Pemberdayaan Masyarakat dan Desa) Kabupaten Bandung, bagaimana ada bantuan keuangan khusus dari Bupati Bandung untuk mendorong pengelolaan sampah maupun konservasi.
“Ada teknologi untuk pemusnah residu di BKK (Bantuan Keuangan Khusus) itu. Ada pengadaan sarana, kemudian di APBDes ada pengadaan pohon dan pengadaan TPS3R (Tempat Pengolahan Sampah Reduce-Reuse-Recycle),” katanya.
“Jadi kita tidak eklusif, tapi inklusif dengan perangkat daerah bagaimana Kampung Bedas ini mampu menyelesaikan masalah secara mandiri,” katanya.
DLH juga turut melaksanakan bimtek (bimbingan teknis) setiap tahunnya melibatkan di atas 1000 orang. Tahun lalu sampai 1.800 orang yang dilibatkan, baik pokir, musrembang maupun program.
“Untuk terus memperkuat bagaimana masyarakat memahami tentang peran yang bisa dilakukan secara sederhana tetapi berdampak besar ketika dilakukan semua orang,” ungkapnya.( Awing )
Discussion about this post