BANDUNG (BR).-Sebagai sesama anak bangsa, wujud rasa duka cita, jika perlu kibarkan bendera setengah tiang atas terjadinya insiden penonton sepakbola di Stadion Kanjuruan Malang yang menewaskan 130 orang. Demikian dikatakan Abah Anton pada bandungraya.net, Senin (03/10/2022).
Mantan Kadiv Humas Polri Anton Charliyan, menganalisa tragedi Sepakbola di Malang hampir sama dengan Tragedi Mina, korban meninggal karena terinjak-injak massa yang panik.
Kepanikan massa dan kepanikan petugas, penyebab utama terjadinya Tragedi sepak bola di Malang tersebut.
Mantan Kapolda Jabar menambahkan, terjadinya tragedi sepak bola di Stadion Kanjuruan Malang, dengan jumlah korban meninggal dunia hampir 130 orang , merupakan tragedi kemanusiaan terbesar dalam sejarah sepak bola nasional, layak dijadikan sebagai tragedi nasional bagi Bangsa Indonesia.
“Tidak salah bila kita semua sebagai sesama anak bangsa mengibarkan bendera setengah tiang sebagai perwujudan solidaritas & duka cita kita kepada masyarakat Malang Jatim,” ujar Abah Anton.
Bila dilihat kronologis peristiwa dari berbagai versi yang sebetulnya masih simpang siur , tragedi ini hampir mirip denga tragedi Mina di Saudi Arabia, dimana massa meninggal dunia karena hiruk pikuknya gelombang massa yang tidak terkendali karena berbagai faktor, antara lain adanya gerak arus masa yang berdesak-desakan, sementara ruang tidak mampu menampung, daya pandang yang terbatas (Gelap) , udara sesak sulit bernafas dll, sehingga massa menjadi panik dan tidak terkendali, akhirnya banyak yang terjatuh, pingsan dan terinjak-injak massa itu sendiri.
Kondisi tragedi model Mina ini dialami massa yang ada di Stadion Kanjuruan Malang, dimana menurut keterangan yang beliau terima, pintu keluar hanya ada 1 Pintu mengakibatkan arus bertumpuk pada satu titik, diperparah triger utamanya adalah digunakanya Gas Air mata, menjadikan kepanikan makin tak terkendali.
Karena kondisi mata perih tidak bisa melihat dan udara sesak tidak bisa bernafas karena asap, sehingga menjadikan kepanikan massa tersebut betul-betul lost control full, yang akhirnya mengakibatkan begitu banyak korban yang luka dan meninggal dunia, padahal sudah jelas aturan FIFA sebagaimana tecatat dalam Stadium Safety ang Security Regulation pasal 19, penggunaan gas air mata dilarang digunakan dalam stadion sepakbola untuk mengamankan massa.
Maka karena hal inilah, diduga telah terjadi penggunaan kekuatan yang berlebihan Excessive use Force atau bisa juga sabagai Abuse of power.
Dari kejadian tersebut semua yakin dan sepakat, wajib hukumnya dijadikan sebuah pelajaran dan evaluasi yang sangat serius, terutama dalam pola dan sistem pengamanan sepak bola serta olahraga lainnya.
“Nasi sudah jadi bubur, kita tidak perlu saling menyalahkan, tapi kita harus tentukan siapa yang paling bertanggung jawab baik secara moral maupun secara hukum, karena telah menimbulkan kerugian moril maupun materil yang luar bisa,” ujar Mantan Kapolda.
Adapun yang paling bertanggung jawab yang harus dimintai keterangan atas tragedi ini diantaranya, Panita pihak penyelenggara, Ketua Satgas Keamanan PAM Stadion, Ketua Arema Malang, Pengurus Liga Sepak Bola secara berjenjang dan Koordinator Suporter baik Arema maupun Persebaya .
Karena tidak menutup kemungkinan adanya rasa Letspidercorp sempit, kebanggan berlebihan dari Fans-fans fanatik, yang menjadikan salah satu pemicu awal kejadian tersebut.
“Sangat perlu dibentuk Tim Investigasi Khusus untuk mengusut kejadian ini dengan tuntas, sesuai Intruksi yang telah diperintahkan presiden. Sehingga mampu mengurai sebab musabab terjadinya tragedi ini dengan jelas dan transfaran serta mampu menentukan siapa yang paling bertanggung jawab Atas Tragedi ini secara profesional & proforsional. Agar dikemudian hari tidak akan terulang lagi hal yang serupa,” tandas Abah Anton. (BR-13)
Discussion about this post