SOREANG. (BR).- Pasca penyelenggaraan PPDB Tahun Ajaran 2019-2020, pihak sekolah saatnya memberdayakan komite sekolah yang kerap dijadikan tameng oleh sekolah untuk melakukan pungutan terhadap siswa dan orang tua siswa.
Apalagi bila kita lirikan pandangan terhadap Satuan Pendidikan Tingkat SMA / SMK Negeri baik yang berdomisili di Kabupaten Bandung maupun kabupaten / kota lain, seakan-akan komite menjadi bamper pihak sekolah untuk melakukan besaran pungutan dan iuran.
Seperti yang terjadi di SMAN / SMKN yang ada di kabupaten Bandung hampir 90 % sekolah negeri melakukan pungutan berkisar di angka Rp. 2.500.000 ( Dua Juta Lima Ratus Ribu Rupiah) ke atas persiswa untuk Dana Sumbangan Pendidikan (DSP) dan Rp 150.000 ke atas untuk Sumbangan Pembinaan Pendidikan (SPP) Per siswa.
Berkaitan dengan hal tersebut Kepala KCD SMA / SMK Wilayah VIII saat akan dimintai komentarnya ditempat kerjanya selalu tidak ada ditempat.
Yang lebih unik lagi saat dimintai komentar terkait hal tersebut Kepala KCD SMA Wil. VIII melalui telpon genggam dan pesan singkat whatsApp seakan-akan tertutup dan enggan untuk berkomentar, tanpa jawaban.
Padahal dalam payung hukumnya sudah diatur bahwa pihak sekolah boleh memungut DSP sesudah ada RAKS (Rencana Anggaran Kerja Sekolah) yang sudah disetujui oleh Dinas Pendidikan Prov Jawa Barat melalui KCD, dan bilamana sekolah tersebut belum menyusun RAKS atau melaporkannya maka jelas itu telah melanggar PP No. 48 tahun 2008 Tentang Pendanaan Pendidikan.
Kesan tertutupnya Kepala KCD SMA /SMK Wil. VIII tersebut untuk berkomentar terkait pungutan yang terjadi di SMAN/SMKN yang ada di kabupaten Bandung, ditenggarai Gubernur Jabar Ridwan Kamil dan Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat Prof. Dewi Sartika sudah salah menunjuk dan mengangkat orang. (BR. 01)
Discussion about this post