BANDUNG ( BR. NET ) Pemerintah Kabupaten Bandung baik eksekutif, legislatif, serta stakeholder maupun dan masyarakat benar-benar sadar akan pentingnya masalah pembangunan ketenagakerjaan di Kabupaten Bandung. Salah satunya berkaitan dengan bagaimana meningkatkan daya beli masyarakat, sehingga banyak inovasi yang dilakukan masyarakat.
“Dulu masyarakat cenderung ke infrastruktur, sekarang masyarakat mulai sadar tentang pembangunan kualitas manusia. Apalagi ada kesenjangan antara pendidikan formal dengan dunia usaha, yang mana SMK itu para lulusannya sudah jenuh dan sudah tidak relevan dengan industri yang ada. Di antaranya pendidikan otomotif, dan saat ini tidak ada pabrik otomotif di Kabupaten Bandung,” kata Kepala Dinas Ketenagakerjaan Kabupaten Bandung Rukmana didampingi Kabid Pelatihan Kerja dan Produktivitas Tenaga Kerja D.A. Hidayat dan Kabid Perencanaan Tenaga Kerja dan Informasi Pasar Kerja Moh. Zumhan AB di Soreang Kabupaten Bandung, Rabu (13/11/2024).
Untuk itu, kata Rukmana, di mana peranan Dinas Ketenagakerjaan Kabupaten Bandung saat ini memfasilitasi pelatihan kerja kepada masyarakat. Sehingga nomenklaturnya juga pendidikan pelatihan kerja berbasis kompetensi.
“Masyarakat sekarang mengajukan tentang pembangunan sumber daya manusia. Dengan mengajukan berbagai macam pelatihan-pelatihan. Bukan hanya di lingkungan Dinas Ketenagakerjaan, juga Dinas Pertanian, Dinas Koperasi dan UKM (Usaha Kecil dan Menengah), Dinas Perindustrian dan Perdagangan,” Tuturnya.
Rukmana menjelaskan bahwa Dinas Ketenagakerjaan fokus dan khusus untuk melaksanakan pelatihan kerja. Karena pelatihan melalui Dinas Ketenagakerjaan, sudah jelas standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI)-nya ada atau standar kompetensi yang diberikan dan diperlukan di Indonesia.
“Dinas Ketenagakerjaan memberikan pelatihan, magang, melaksanakan uji kompetensi dan kemudian menempatkan para calon pencari kerja. Runutannya itu jelas. Kenapa mereka masih magang, sementara mereka sudah selesai pelatihan sesuai dengan kompetensi. Ternyata antara dunia pelatihan kerja dengan dunia industri masih ada gap juga,” katanya.
Rukmana menyebutkan dunia industri lebih cepat dari regulasi yang ada, mulai dari standar kompetensi. Misalnya di garmen masih menggunakan mesin jarum satu dan masih manual, sementara di industri sudah menggunakan mesin jarum dua dan sudah komputerisasi dan lain sebagainya.
“Untuk itu kita membentuk memang ada regulasi dari pusat yang namanya FKLPID (Forum Komunikasi Lembaga Pelatihan Industri Daerah) yang tugas pokoknya itu memberikan rekomendasi kebijakan ketenagakerjaan, di antaranya kita soroti masalah adanya gap antara dunia pelatihan kerja dengan industri. Maka dijadikanlah suatu pilot project, dan diujicoba itu ternyata berhasil,” Jelasnya.
Di antaranya menyesuaikan alat, kata dia, dengan kesesuaian itu pemerintah melaksanakan MoU (Memorandum of Understanding) dengan industri yang akan menerimanya.
“Bukan hanya hubungan MoU saja akan menerima, tapi konteksnya instruktur dari industri pun dibawa oleh kita di BLK (Balai Latihan Kerja). Bukan hanya di BLK, LPK-LPK (Lembaga Latihan Kerja) yang sudah ada juga mereka melakukan MoU. Contohnya dengan salah satu perusahaan, dengan multi garment,” Ungkapnya.
Rukmana menyebutkan, UPT BLK Dinas Ketenagakerjaan yang menjalin kerjasama dengan LPK itu 100 persen diterima karena sudah ada MoU sebelumnya. Hal itu dicontohkan pada tiga angkatan khusus untuk garmen sekitar 60 orang diterima langsung oleh salah satu perusahaan.
“Dari tahun ke tahun terus meningkat data keterserapan tenaga kerja di Kabupaten Bandung. Tapi yang di desa ini diarahkan memang bukan untuk sesuatu pelatihan yang diarahkan bukan ke industri. Karena industri itu aset besar, ada yang 17.000 karyawan di suatu perusahaan. Tapi kalau dibandingkan angkatan kerja kita yang 1,7 juta jiwa, itu sangat minim. Berapa ribu karyawan yang ada di Kabupaten Bandung, sementara angkatan kerja itu mau kemana? Bekerja ke luar negeri itu sebagai alternatif, seperti ke Jepang dan Korea, maupun ke Eropa,” tuturnya.
“Makanya sektor-sektor yang ada sumber daya alam yang ada di Kabupaten Bandung, kaitan pariwisata, pertanian, pengolahan pertanian, keterserapan tenaga kerjanya cukup tinggi berdasarkan hasil survei BPS (Badan Pusat Statistik),” imbuhnya.
Rukmana juga turut menjelaskan program pelatihan kerja dan produktivitas tenaga kerja sejak 2022-2024, yaitu 2.460 orang (2022), 2.180 orang (2023) dan 2.740 orang (2024). Pelatihan kerja itu, terbagi pada dua sub, yakni sub kegiatan proses pelaksanaan pendidikan dan pelatihan keterampilan bagi pencari kerja 2.100 orang (2022), 2000 orang (2023), 2.100 orang (2024).
Kemudian sub kegiatan koordinasi lintas lembaga dan kerjasama dengan sektor swasta untuk penyediaan instruktur serta sarana dan prasarana lembaga pelatihan kerja 360 orang (2022), 180 orang (2023), 640 orang (2024).
“Dengan adanya keterserapan itu angka pengangguran di Kabupaten Bandung terus menurun, berdasarkan pada survei BPS (Badan Pusat Statistik),” ucapnya.
Menurutnya, pelatihan itu melalui LPK (Lembaga Pelatihan Kerja), dari ratusan LPK yang ada di Kabupaten Bandung. Melalui pelatihan tata rias, tata boga dan pelatihan lainnya.
“Mereka setelah melewati proses pelatihan untuk mengikuti wirausaha,” ujarnya.
Rukmana menyebutkan serapan itu melalui sektor formal dan informal. Informal itu ada yang melalui usaha mandiri, atau mereka belajar berusaha agar bekerja di tempat UMKM (Usaha Mikro, Kecil dan Menengah).
“Kita juga memberikan pelatihan kepada pelaku UMKM untuk meningkatkan produktifitas, mulai dari manajerial dan lain sebagainya. Dengan narasumber dari pihak kementerian, pihak ketiga yang memiliki kapasitas atau kapabilitas sebagai narasumber,” Cakapnya.
Berkat kinerja dari jajaran pemerintah dan berbagai stakeholder itu, Rukmana menyebutkan, LPK di Kabupaten Bandung mendapatkan penghargaan terbaik se-Jawa Barat. Hal itu berkaitan dengan indikator ketenagakerjaan di Kabupaten Bandung, sehingga dari pihak swastanya mendapatkan penghargaan.
“Kabupaten Bandung juga mendapatkan penghargaan. Buktinya dari inovasi yang tadi itu, inovasi yang tadi FKLPID kita jadikan suatu inovasi daerah,” ujarnya.
Ia menyebutkan angka pengangguran di Kabupaten Bandung sudah turun menjadi 6,36 persen dari sebelumnya 6,52 persen pada tahun 2024 ini dari angkatan pencari kerja.
Pada tahun 2021, mencapai 8,32 persen, pada tahun 2022 mencapai 6,98 persen, pada tahun 2023 mencapai 6,52 persen dan tahun 2024 mencapai 6,36 persen angka pengangguran di Kabupaten Bandung. Jika berbicara dari tahun ke tahun melebihi dari capaian target penurunan angka pengangguran di Kabupaten Bandung.
Bahkan disaat pandemi Covid-19 angka pengangguran juga terus menurun. Karena ada pelatihan menjahit sambil membuat masker, disaat pandemi Covid-19 tersebut.
“Jadi mereka tidak nganggur, jadi belajar menjahit dan ada produk yang dihasilkan dan diberikan kepada masyarakat,” Tutupnya ( Awing )
Discussion about this post