“Jadi skincare itu ada dua jenis kelompok ya, kelompok pertama itu jenis repairs yang bisa dijual bebas. Sementara yang kedua ini skincare untuk terapi,” kata Tompi dalam konferensi pers digital dikutip, Sabtu.
“Artinya yang kedua itu perawatan yang khusus disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan seorang pasien. Misalnya untuk yang racikan itu ada yang kadar retinolnya ditinggiin, pokoknya yang disesuaikan zat aktifnya sehingga butuh pengawasan dokter dan tidak bisa dijual bebas.”
“Nah sering kali orang-orang itu teriming-imingi, melihat temannya kulitnya cantik akhirnya nyontek resepnya, ini yang seringkali bikin kulit jadi gak sehat,” kata Tompi.
Lebih lanjut ia mengatakan, selama ini yang menjadi kesalahan lainnya adalah pengguna perawatan wajah racikan tidak kembali memeriksakan kondisi kulitnya setelah terapi namun terus mengulangi resep racikan yang sama dalam jangka waktu yang panjang.
Meski pada awalnya racikan perawatan wajah digunakan untuk kulitnya, namun jika tanpa pengawasan dari ahli kulit maka penggunaannya menjadi berbahaya karena kondisi kulit bisa berubah setelah menggunakan skincare terapi.
Selain itu tindakan-tindakan lainnya seperti eksfoliasi atau peeling kulit juga menambah kefatalan dari penggunaan skincare terapi yang tidak berada di bawah pengawasan dokter.
“Awalnya kulitnya bagus tapi karena penggunaan yang berlebihan lama- lama kulitnya menipis karena terus dikikis itu kan. Akhitnya fungsi pores and pores and skin barrier buruk, lalu proteksinya tidak maksimal. Pada saat kena matahari jadinya malah kena flek dan melasma. Itu akibatnya mistreatment dan overtreatment,” kata dokter yang juga berprofesi sebagai musisi itu.
Maka dari itu, Tompi mengimbau agar pengguna perawatan wajah tidak asal sembarang menggunakan rangkaian perawatan wajah dan memahami efek sampingnya agar bisa mencapai kulit sehat, indah, dan seimbang. *** (Ant)
Discussion about this post