Oleh : Dadan Wildan
Bandung (BR.NET).- Merupakan hari yang bersejarah bagi H. Dedi Mulyadi, SH yang lebih dikenal dengan Kang Dedi Mulyadi (KDM). KDM dilantik menjadi Gubernur Jawa Barat ke-15 oleh Presiden Prabowo Subianto di Istana Negara Jakarta. KDM, kelahiran Kampung Sukadaya, Desa Sukasari, Kabupaten Subang, 12 April 1971 berhasil menduduki kursi Gubernur Jawa Barat berpasangan dengan Erwan Setiawan sebagai Wakil Gubernur. Pasangan KDM-Erwan mencatat hasil gemilang dengan suara terbanyak di 27 kabupaten dan kota di Jawa Barat dengan jumlah suara mencapai 14.130.192 suara.
Sebagai Gubernur terpilih, dalam beberapa bulan terakhir, KDM tampil melalui konten-konten menarik di media sosial. KDM menelisik anggaran pemerintah daerah, menggebrak sistem birokrasi yang kaku, teknokratis, dan kurang berpihak kepada kepentingan rakyat. KDM menolak mobil dinas, seragam dinas, dan perjalanan dinas. Dengan berani, ia memotong anggaran gubernur dari hampir satu trilyun dipangkas hingga setengahnya. Tidak berhenti sampai di situ. Ia meminta sekolah sekolah yang menahan ijazah siswa untuk segera memberikannya. Publik terkaget-kaget, sekaligus mendukung ide-ide kontroversialnya. Ada 335.109 ijazah siswa yang ditahan. Untuk melunasinya, pemerintah Provinsi Jawa Barat harus menyediakan dana menebus ijazah para siswa itu, hingga 1,3 trilyun.
KDM pun melarang sekolah melaksanakan study tour yang dipandangnya memberatkan orang tua siswa. Guru, dilarang membuat konten-konten yang tidak ada kaitannya dengan mata pelajaran. Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) harus dikelola oleh tim administrasi khusus, bukan dikelola oleh Kepala Sekolah. Fokus KDM lebih besar kepada pelayanan pendidikan, kesehatan, pembangunan infrastruktur, hingga layanan dasar kebutuhan yang berpihak kepada rakyat. Bukan untuk pejabat.
Gaya kepemimpinan KDM telah mendekati élmuning kasiliwangian, yakni kebijaksanaan luhur yang tercatat dalam naskah Sunda “Sanghyang Siksa Kandang Karesian”. Naskah ini mengandung karakteristik kepemimpinan KiSunda yang meliputi parigeuing (keberanian), dasa pasanta (kesetiaan), pangimbuhning twah (pemahaman yang dalam), dan opat paharaman (empat larangan; pundungan, babarian, humandeuar, kukulutus). Nilai-nilai tersebut tidak terlepas dari akar budaya Sunda yang dijiwai oleh KDM.
KDM menyadari betul pentingnya mengimplementasikan nilai-nilai kepemimpinan Ki Sunda yang tercermin dalam konsep gapura panca waluya (lima gerbang keselamatan) yakni cageur (sehat), bener (jujur), bageur (berbakti), pinter (pintar), dan singer (berani) sebagai pedoman dasar bagi pemimpin orang Sunda (lihat Cecep Maulana Yusuf dan Siti Widaningsih dalam artikel berjudul: “Implementasi Nilai Dan Karakteristik Kepemimpinan Sunda Dalam Naskah Sanghyang Siksa Kandang Karesian Pada Generasi Milenial Jawa Barat”.
Dalam naskah Sanghyang Hayu terdapat istilah astaguna atau delapan kearifan. Astaguna adalah pedoman yang harus diketahui, dijiwai, dan dilaksanakan oleh Sang Sewaka Darma (para pengabdi hukum dan pejabat negara). Astaguna itu terdiri dari animan (berbudi halus dan ramah); ahiman (tegas); mahiman (berwawasan luas); lagiman (gesit dan terampil); prapti (tepat pada sasaran); prakamya (ulet dan tekun); isitwa (jujur); dan wasitwa (terbuka terhadap dikritik). Saya menilai, astaguna inilah yang sangat dijiwai oleh KDM dalam memimpin Jawa Barat Istimewa. Gebrakan-gebrakannya yang out of the box, membawa arah baru kepemimpinan Ki Sunda yang lebih egaliter.
KDM juga menerapkan konsep Tritangtu di Bhumi dalam konteks Ibu Rama. Dalam kaitan ini, KDM berhasil membranding dirinya sebagai bapak dari orang Sunda dengan panggilan loma “Bapa Aing” . Bapa Aing mengandung makna seseorang yang senantiasa memberikan perlindungan, pengayoman, pembelaan, pemberi cinta dan kasih sayang, keteladanan, hingga pemberi layanan kehidupan. Bapa Aing menjadi spirit baru bagi urang Sunda.
KDM telah tampil sebagai personifikasi pemimpin Ki Sunda. Wawasan dan pikirannya, sangat terbuka. Bekerja cepat. Sat set. KDM telah menerapkan tradisi Sunda; pamundut gancang caosan (permintaan segera penuhi); parentah gancang lakonan (perintah segera laksanakan); dan panyaur gancang temonan (panggilan segera temui).
Saya ingin menutup catatan ini dengan “panggeuing” untuk KDM dari naskah Carita Parahyangan bahwa sebagian besar raja-raja Sunda mencapai keberhasilan dalam pemerintahannya karena berpegang teguh pada ajaran Sanghiyang Siksa. Sebaliknya kehancurannya diperoleh manakala penguasa meninggalkan ajaran Sanghiyang Siksa.
“Pun Rahiyang Sanjaya! Rahiyangtang Kuku tu meunang tapana. Mikukuh Sanghiyang Darma kalawan Sanghiyang Siksa. Nurut talatah Sang Rumuhun, ngawayangkeun awak carita. Boh kéh ku urang turut tanpa tingtimanana. Biyaktakeun ku urang, ja urang sarwa kaputraan. Urang deung Tohaan pahi anak déwata (19b).
Artinya: “Maaf, Rahiyang Sanjaya. Rahiyang Kuku itu berhasil tapanya: berpegang teguh kepada Sanghiyang Darma dan Sanghiyang Siksa. Mengikuti amanat leluhur mengatur perilaku kehidupan. Marilah kita tiru tanpa diam-diam. Kita buktikan bahwa kita seketurunan. Kita dengan Tohaan (di Kuningan) semua anak dewata” (Atja & Danasasmita,1981).
Selamat bertugas Kang Dedi Mulyadi. Saya yakin dan percaya, Jawa Barat Istimewa akan menjadi nyata, Cag ( ** )
Discussion about this post