Bandungraya. net – Soreang | Banjir tahunan di beberapa wilayah di Kabupaten Bandung setiap musim penghujan selalu menjadi sorotan dari berbagai pihak. Wilayah langganan banjir dibeberapa kecamatan seperti Baleendah, Dayeuhkolot, Rancaekek, bahkan sudah lama mendapat label kawasan banjir. Hal ini terjadi karena penanganan masalah yang terbilang klasik ini belum juga tuntas.
Penggiat Lingkungan yang juga Direktur Inisindo Omni Consult Moch Ihsan menilai jika masalah banjir di Kabupaten Bandung adalah masalah yang sistemik. Artinya titik tumpunya tidak pada satu titik. Sebab, kawasan banjir tak lagi hanya berkutat di Kabupaten Bandung saja.
“Masalah banjir ini sudah jadi permasalahan lintas wilayah. Di Sumedang, Kota Bandung, Kota Cimahi, dan KBB juga banjir. Penanganan banjir harus harus dilakukan antar wilayah administrasi, antar lembaga antar kewenangan, malah bisa antar kelompok masyarakat juga,” kata Ihsan di Soreang, Kamis 29 Oktober 2020.
Menurut dia, jika banjir itu terjadi, tentu tidak bisa dialamatkan kepada Kabupaten Bandung saja. Namun demikian, Kabupaten Bandung punya peran sentral, karena hulu Sungai Citarum berada di Kabupaten Bandung.
Dulu, kata Ihsan, ada konsep penanganan banjir. Konsepnya, yaitu menjaga hulu dan menjaga hilir. Namun konsep pengananan itu kini harus dioptimaliasi dan diadaptasi dengan perkembangan yang terjadi.
Sebab masalah banjir di Kabupaten Bandung berkembang menjadi kompleks. Karena banjir, permasalahan bisa terjadi di ranah sosial budaya, lingkungan, ekonomi dan politik pemerintahan.
“Jadi banjir Kabupaten Bandung menjadi masalah bersama dan harus ada pengendalian, bisa secara horizontal dan vertikal,” kata dia.
Ihsan yang juga Ketua Ponpes Ishlahul Amanah mengatakan penyelesaiana masalah banjir ini bolanya ada di Pemprov Jabar. Pemrpov Jabar dalam penanganan banjir ini harus koordinatif. Namun demikian lanjut dia, harus diingat, di wilayah banjir sebenarnya, banyak wilayah yang dikuasai oleh lembaga vertikal lainnya, seperti misalnya Indonesia Power, Perhutani, PTPN dan yang lainnya.
“Itu kan tidak tersentuh sama Kepala Daerah Kabupaten Bandung. Sudah 20 tahun seperti itu tidak tersentuh, harus ada model komunikasi cara menyelesaikan masalah, cara merumuskannya dengan lembaga pusat tadi. Itu harus dilakukan. Saya yakin Teh Nia punya kemampuan itu untuk melakukan koordinasi seperti itu,” katanya.
Ihsan mengingatkan, bahwa urusan Citarum menjadi urusan nasional. Dia memaparkan proyek nasional di Kabupaten Bandung seperti adanya Kereta Cepat Indonesia Cina (KCIC), Citarum Harum, hingga proyek nasional lainnya.
Ihsan berpendapat menyelesaikan banjir akibat luapan Sungai Citarum harus ada terobosan yang revolusioner. Sebab menurut Ihsan, masalah banjir itu sangat sistemik. Karena itu penyelesainnya pun harus dilakukan secara revolusioner, yaitu dengan berkoordinasi dengan intansi vertikal dan mengkonsolidasi juga yang horizontal. Misalnya menertibkan masyarakat, hingga menahan laju tata ruang di Kabupaten Bandung.
Banjir di Kabupate Bandung, lanjut Ihsan akan selalu ada. Kendati demikian, bagaimana caraya agar ke depan ada cara untuk mengurangi luasan genanangan hingga mengurangi durasi lamanya genangan. Sebab, dari zaman bupati Obar Sobarna, ide-ide itu sudah muncul dan mengemuka.
Misalnya pembangunan Curug Jompong, membangun kolam retensi atau kolam parkir, hingga danau buatan. Lagkah strategis itu secara teknis sebagian sudah dilakukan di kepemimpinan Bupati Dadang M Naser periode kedua. Pemkab Bandung bahkan sudah menyiapkan lahan untuk pembutan danau retensi.
“Untuk danau retensi yang membangunnya jelas bukan Kabupaten Bandung, itu Citarum Harum yang punya kewenangan membangun. Karena tugas Pemkab Bandung adalah membebaskan lahannya, untuk titik-titik yang strategis mengurangi genangan air atau mengurangi banjir,” kata dia.
Diakui Ihsan, penyelesaian banjir di Bandung Selatan merupakan warisan Bupati Bandung Dadang M Naser yang tidak terselesaikan. Sebab, penyelesaian banjir harus dilakukan secara berkesinambunga. Ia berharap penyelesaian banjir bisa dicicil dalam waktu 5 tahun ditampuk pemerintahan selanjutnya.
Ihsan melihat, pasangan calon bupatiu Bandung nomor urut 1, NU Pasti Sabilulungan berada di standing point ini. Jika didaulat menjadi bupati Bandung, pasangan NU Pasti Sabilulungan tentu harus memiliki kontribusi terhadap daerah. Artinya, pasangan NU Pasti Sabilulungan harus memiliki bargaining position.
“Karena dia tentu memiliki semacam mandatory dari masyarakat untuk mendesak itu. Karena peran signifikannya ada di program Citarum Harum. Langkah yang bisa dilakukan seperti menertibkan alih fungsi lahan, memberdayakan masyarakat sekitar Citarum, menegakkan aturan lingkungan yang ada kewenangannya di Kabupaten Bandung,” kata dia.
“Penyelesaikan masalah banjir ada cara lain yaitu dengan cara teknis. Jadi ada intervensi teknis. Tadi yang pertama adalah intervensi kebijakan, sosial ekonomi dan teknis. Teknis adalah mengurangi genangan banjir. Dan saya yakin Teh Nia dan Kang Usman punya kemampuan itu. Mulai dari membuat model komunikasi penyelesaian masalah dengan lembaga vertikal yang ada, sampai intervensi kebijakan,” sambungnya. ( BR. 01 )
Discussion about this post