Rabu, 5 November, 2025

PkM Program Studi Pendidikan Sosiologi UPI, Digelar FGD

Bandung, (BR.NET).- Tim Pengabdian kepada Masyarakat (PkM) yang terdiri atas dosen dan mahasiswa Program Studi Pendidikan Sosiologi, Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial (FPIPS) Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), menyelenggarakan Focus Group Discussion (FGD) bertema “Implementasi Pendidikan Aqil-Baligh untuk Mencegah Terjadinya Pernikahan Dini”.

WAJIBDIBACA

Kegiatan ini digelar secara interaktif di Kantor Desa Paku Haji, Kecamatan Ngamprah, Kabupaten Bandung Barat, pada Sabtu (25/10/2025).

FGD ini merupakan bagian dari program PkM yang mengusung misi pembentukan pola asuh orang tua sebagai pencegahan kenakalan remaja, khususnya pergaulan bebas yang kerap berujung pada pernikahan dini.

“Banyak remaja belum memahami fungsi naluri seksual, sehingga menyalurkannya secara keliru melalui pergaulan bebas yang berakibat pada kehamilan pranikah,” ujar Siti Komariah, Ph.D., Sekretaris Program Studi Pendidikan Sosiologi UPI.

Sosiolog alumni Universiti Malaya Kuala Lumpur ini menambahkan, masih banyak orang tua yang menganggap tabu membicarakan seksualitas, sehingga anak-anak mencari informasi dari media yang tidak islami.

“Ketika terjadi kehamilan pranikah, keluarga sering memilih jalan pintas dengan menikahkan anak, padahal belum siap secara mental maupun ekonomi,” tuturnya.

FGD yang dihadiri oleh masyarakat Desa Paku Haji, perwakilan pemerintah desa, ibu-ibu PKK, serta remaja putri ini menyoroti pentingnya menekan praktik pernikahan dini (child early marriage).

Pernikahan dini, yang melibatkan satu atau kedua mempelai di bawah usia 18 tahun, berdampak terhadap hak anak, kesehatan, pendidikan, dan kesejahteraan jangka panjang.

Hal tersebut juga bertentangan dengan Undang-Undang Perkawinan Nomor 16 Tahun 2019 yang menetapkan batas usia minimal menikah bagi laki-laki dan perempuan adalah 19 tahun.

Dr. Siti Komariah memaparkan, meskipun angka perkawinan anak di Indonesia terus menurun, isu ini masih menjadi perhatian serius. Berdasarkan data Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA), angka perkawinan anak secara nasional turun dari 10,35% pada 2020–2021 menjadi 6,92% pada 2023.

Data Kementerian Agama (Kemenag) juga menunjukkan penurunan signifikan: pada 2022 tercatat 8.804 pasangan menikah di bawah usia 19 tahun, tahun 2023 sebanyak 5.489 pasangan, dan pada 2024 menurun lagi menjadi 4.150 pasangan.

Di Jawa Barat, tren serupa juga terjadi. Pada 2019 tercatat 21.499 kasus pernikahan dini, menurun menjadi 9.821 (11,58%) pada 2020, 10,35% pada 2021, dan 5.523 (8,65%) pada 2022.

Menurut artikel di jurnal Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran, pada 2022 terdapat 8.607 pengajuan dispensasi nikah. Tahun 2023 angka tersebut menurun menjadi 8,05%, dan pada 2024 prevalensi perkawinan anak di Jawa Barat mencapai 5,78%.

“Kondisi ini harus menjadi perhatian kita bersama,” tegas Dr. Siti.

Melalui kegiatan ini, tim PkM UPI berupaya mendorong pencegahan kenakalan remaja sejak dini di lingkungan keluarga, khususnya melalui pendidikan aqil-baligh dan tarbiyah jinsiyyah.

Keluarga, lanjut Siti, merupakan lingkungan pertama yang menanamkan nilai-nilai adab aurat, pergaulan, dan tanggung jawab melalui parenting Islami, komunikasi terbuka, serta diskusi bertahap mengenai masa pubertas.

“Tarbiyah jinsiyyah adalah proses pendidikan yang membimbing anak dan remaja agar memahami dan mengelola naluri seksualnya sesuai ajaran Islam, nilai moral, dan tanggung jawab sosial serta spiritual,” ungkap peneliti sosiologi gender tersebut.

Ia menegaskan, pernikahan dini umumnya terjadi karena kegagalan tarbiyah jinsiyyah, yaitu kurangnya pemahaman mengenai seksualitas, tanggung jawab, dan tujuan pernikahan.

“Dengan pendidikan tarbiyah jinsiyyah yang benar, remaja dapat mengendalikan nafsu (tazkiyah an-nafs), sehingga terhindar dari zina dan kehamilan pranikah, serta siap menikah setelah matang secara fisik, mental, dan ekonomi — selaras dengan syariah yang menjaga agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta,” jelasnya.

Menutup kegiatan, Dr. Siti Komariah menekankan bahwa cara paling mulia dalam mengatur naluri seksual adalah melalui ilmu dan iman.
“Pendidikan aqil-baligh dan tarbiyah jinsiyyah bukan mengajarkan seks, melainkan menanamkan kesadaran bahwa seks adalah amanah Allah yang harus dijaga hingga halal dan dijalankan dengan penuh tanggung jawab,” pungkasnya. (Awing)

Berita Selanjutnya

Discussion about this post

KOLOM