Soreang. (BR)- Selama ini masyarakat Kabupaten Bandung mengenal Usman Sayogi sebagai birokrat atau Aparatur Sipil Negara (ASN) Pemda Bandung, Posisi terakhirnya Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda), Di pundaknya keberhasilan menjaring pendapatan daerah dipercayakan. Tangan dingin Yogi pun cukup bertuah. Beberapa potensi dan peluang pendapatan daerah berhasil digalinya, pun di tengah kondisi pandemik Covid-19.
Sebagaimana ramai pembicaraan dan diwartakan, putra Tulen Soreang Kab. Bandung ini didaulat menjadi kandidat wakil Bupati Bandung, untuk mendampingi Hj. Kurnia Agustina Naser Dan ini nampaknya menjadi sebuah opsi tak terelakkan. Kendati sebagaimana diakuinya, awalnya tak ada rencana ke arah sana. Bahkan kepikir pun tidak. Namun, sepertinya titisan alur geneologi meniscayakannya. Terlahir dari keluarga aktivis dan birokrat sekaligus politikus, apakah Yogi akan mengikuti tradisi kultural-sosiologis dari sang ayah, (Almarhum.) H. Tjahyo Karyadara..??.
Di era Bupati Sani Lupias Abdurachman dan Bupati Cherman Effendi, H. Tjahyo Karyadara dikenal sebagai anggota parlemen dua periode (1977-1982, 1982-1987) utusan Partai Golkar. Sebagaimana dikisahkan Hj. Ani Komisah, istri Alamarhum, Tjahyo muda telah aktif di berbagai organisasi, diantaranya organisasi Pramuka sejak menempuh pendidikan Sekolah Pertanian Menengah Atas (SPMA) di Tanjungsari Sumedang. Melirik aktivitasnya ini mendorong Bupati H. Lili Soemantri (1969-1975) menarik dan mengajaknya untuk berbakti di Dinas Pertanian Kabupaten Bandung. Maka, Tjahyo pun bergabung dalam jajaran PNS Pemda Bandung.
Di tahun 1977, Tjahyo memutuskan melepaskan PNS memasuki gelanggang politik, dengan menjadi anggota parlemen daerah Bandung dari Golkar. Selain menjadi anggota Golkar, Tjahyo juga aktif di pelbagai organisasi sayap Golkar seperti KNPI, AMPI, AMS dan HKTI. Tak ketinggalan, sang istri, Ani Komisah pun ikut aktif dalam organisasi kewanitaan Golkar, seperti Himpunan Wanita Karya (HWK) dan pernah menjabat sebagai ketua HWK. Menilik garis tradisi kultural politis di keluarga H. Tjahyo, nampaknya aura ini pula yang mengalir dalam karakter dan tipikal putra sulung dari enam bersaudara ini. Tak heran, bila Yogi menjadikan sosok ayah sebagai inspirasi dan panutan dalam kiprahnya terjun ke arena politik.
“Saya tetap merasa lega menghadapi pencalonan ini. Bahkan, sebelumnya saya sempat mempersilahkan pilihan calon lain yang mungkin dianggap lebih mampu. Namun, pilihan terhadap Yogi nampaknya sudah bulat tidak ada keraguan, baik dari Partai Golkar maupun Partai Gerindra yang menjadi lokomotif pengusung.” Katanya lepas, tatkala ditanyakan bagaimana perasaanya saat merespons pencalonannya sebagai kandidat wakil bupati. “lebih jauh lagi, saya menyerahkan sepenuhnya kepada petunjuk dan kuasa Illahi Rabbi,” kata alumnus APDN tahun 1991 ini. Yogi nampaknya nothing to lose. Semuanya mengalir ibarat air. Baginya, satu kata kunci untuk setiap aktivitasnya: Pengabdian! Lewat kata ini pula yang mendasari niat kuatnya untuk ikut maju di liga Pilkada Kabupaten Bandung 2020.
Berbagai jabatan pernah diamanahkan Bupati Bandung kepadanya. Mulai dari Sekretaris Desa Cikadut, Kemantren Parompong, Mantri Polisi Kecamatan Margaasih, Sekretaris Kecamatan Pangalengan, Sindangkerta dan Pasir Jambu. Tahun 2006-2010 Yogi menjabat Camat Ibun, Bojong Soang dan Bale Endah. Di periode 2010-2012, dipercayakan menjabat Kabag Ekonomi, dan di periode 2012-2018 bertugas sebagai Kepala Dinas Satpol PP; hingga di 2019 sampai saat ini beliau didapuk menggawangi Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) hingga saat ini.
Tawaran mendampingi Nia Naser, bagi Yogi bukan hal yang gegabah. Semua telah dipertimbangkan masak-masak. Awalnya memang dukungan dan dorongan keluarga besarnya berat pertimbangan untuk menyetujui Yogi melepas ke-ASN-annya, mengingat karir birokrasinya tengah moncer. Tawaran serius muncul dari bupati sekaligus Ketua partai Golkar Kabupaten Bandung, M. Dadang Naser, yang memintanya untuk mendampingi Nia Naser sebagai calon wakil bupati dalam Pilkada Kabupaten Bandung 2020. Tawaran ini dinilainya sebagai peluang yang jarang didapatkan dalam hidupnya dan harus ditangkap sebagai upaya mengembangkan diri. “Tawaran dari Ketua Golkar ini adalah kepercayaan dan amanah yang harus dijaga.” Tegas, Yogi.
Setelah berunding kembali dan meminta dukungan keluarga besarnya, akhirnya dalam isak tangis dan doa, sang Ibu pun merestui dan mewanti-wanti untuk berbuat yang terbaik bagi kemaslahatan masyarakat Kabupaten Bandung. Restu keluarga inilah yang menguatkan dan menegapkan langkah-langkah Yogi.
Berbagai isu miring yang melatari keberadaan pasangan calon Nia-Yogi ihwal ihwal politik dinasti, menerjang begitu deras. Namun, Yogi melihatnya ini sebagai tantangan bagi unjuk kinerja, bukan soal siapa orangnya. Publik lebih banyak melihat dinasti sebagai jualan politik ketimbang fakta politik. Berbuatlah yang terbaik bagi kemajuan daerah apabila berhasil orang akan melihat out come-nya, hasilnya, bukan semata-mata siapa orang dibelakangnya.
Memasuki rimba politik, bagi Yogi sebenarnya bukan hal baru. Sejumlah bupati dan senior yang pernah diikutinya di birokrasi selama ini, telah memberinya bimbingan dan pelajaran berharga tentang berpikir, bersikap dan bertindak strategis dan taktis. Para senior birokrat ini ikut mendukungnya tampil sebagai calon wakil bupati, termasuk juga dari sejumlah birokrat di Pemda Bandung. Ini juga yang menjadi modal kuat memasuki arena politik. Yogi memandang, pengalamannya di birokrasi mengajarkan hal besar tentang perlunya peningkatan “inovasi dan produktivitas”. Lewat dua kata ini pula Yogi merancang langkah-langkah dan program kerjanya.
Saat ini dukungan resmi dari Partai Golkar dan Partai Gerindra telah dikatonginnya. “Dengan ketulusan dan dukungan masyarakat Kabupaten Bandung, saya akan berusaha menjaga dam menjalankan amanah serta kepercayaan yang diamanatkan kepada saya”. Demikian Pungkas Yogi. (red***)
Discussion about this post