GARUT, (BR) – Setelah terjadi perjuangan yang sangat alot yaitu meyakinkan pemerintah daerah Kabupaten Garut bahwa anggaran PPPK itu dibiayai dari APBN melalui DAU dan anggaran nya ada di pemerintah pusat akhirnya pemda Garut mengusulkan formasi 3.330 ke pemerintah pusat yaitu untuk para guru honorer yang lolos passing grade baik P1, P2, P3 dan P1 tahap dua.
Menurut Dedi Kurniawan anggota dewan pendidikan Kabupaten Garut, usulan formasi tersebut direspon oleh pemerintah pusat. namun bukan berarti permasalahan guru honorer yang lolos PG tuntas permasalahannya, masih terdapat beberapa permasalahan yang harus dicarikan solusinya secara tepat dan bijak.
“Diantara 3.330 honorer yang lolos PG terdapat 1 orang yang sudah memasuki masa pensiun, dan 2 orang lolos di luar Kabupaten Garut sehingga jumlah guru honorer yang harus diangkat dikabupaten Garut berjumlah 3.327,” katanya. Jum’at (22/7/2022).
Namun, dikatakan Dedi, ternyata dari jumlah tersebut ada 183 orang guru yang tidak jelas nasibnya yaitu 95 orang guru PAI akan dipetakan diluar kota dan 88 orang guru bahasa inggris harus menunggu antrian guru bahasa inggris yang pensiun sebab di sebar keluar daerah sekalipun mereka tidak mendapatkan formasi.
Untuk permasalahan ke 183 orang guru tersebut, pihaknya, meminta pemerintah pusat bertanggungjawab terhadap kata-katanya baik Mendikbudbudristekdikti maupun dirjen GTK selalu mengatakan bahwa guru yang lolos PG akan dibuatkan formasinya dan akan mengajar di tempat dia mengajar.
“Saya kira pernyataan ini yang harus dikejar semua oleh guru honorer seluruh Indonesia, disamping itu pula secara eksisting bahwa rekrutmen PPPK masih jauh dari yang di targetkan yaitu 1 juta PPPK guru, artinya sangat besar peluang untuk penempatan mereka di sekolah tempat mereka mengajar,” ujarnya.
Apalagi, menurut Dedi, Kabupaten Garut dari 8.804 yang di targetkan baru sekitaran 4.000. Guru PPPK jumlah tersebut sudah termasuk yang akan diangkat tahun 2022 yaitu berjumlah sekitar 3.327 orang guru honorer.
Disamping itu pula, lanjut dia, perlu dilakukan kajian pemetaan sebaran guru-guru di kabupaten Garut sebab ternyata pemetaan yang dilakukan oleh kemendikbud dengan basis dapodik ternyata tidak akurat.
“Sebagai salah satu contoh untuk guru PAI di SDN Saribakti V dalam pemetaan yang dilakukan oleh kemendikbud tidak ada formasi dengan alasan penuh, padahal di sekolah tersebut ada Guru PAI yang lolos PG dan tidak ada guru PAI lain,” terangnya.
“Ini artinya hasil pemetaan kebutuhan guru berdasarkan satuan pendidikan yang dilakukan oleh kemendikbud perlu di verifikasi lagi dilapangan dengan melibatkan pengawas dan korwil di masing masing kecamatan,” imbuhnya.
Lanjut Dedi, pihaknya meminta Pemda Garut (Disdik dan BKD) harus lebih aktif memvalidasi dan mengkomunikasikan kepada pemerintah pusat (kemendikbudristekdikti, kemenpanrb, dan BKN)
Sebab, kata dia, basis penentuan kuota maupun usulan yang dilakukan oleh pemerintah pusat tetap basisnya dapodik yang di usulkan oleh daerah.
“Sebab nasib 183 orang guru ini harus kita perjuangan secara tuntas jangan hanya menunggu dan apalagi diam tidak ada upaya sama sekali,” tandasnya. (BR-72).
Discussion about this post