Soreang (BR).- Wakil Gubernur Jawa Barat Uu Ruzhanul Ulum mengaku sakit hati karena hingga saat ini pesantren masih dianggap sebagai pendidikan formal. Padahal menurut dia, silabus, kurikulum dan kompetensi staf pengajar di pesantren saat ini sudah memiliki standar yang sama bahkan lebih dari lembaga pendidikan formal yang ada.
Menurut Uu, tak sedikit pesantren yang menerapkan sistem pendidikan modern dan dengan tenaga pengajar yang andal. “Jadi jangan lagi pesantren itu dikategorikan pendidikan non formal. Sudah saja dijadikan formal seperti yang lain,” katanya seusai membuka Festival Pendidikan Alquran di Gedung Mohammad Toha, Kompleks Pemkab Bandung, Minggu (21/10/2018).
Uu menambahkan, anggapan non formal itulah yang selama ini menjadi kendala utama perkembangan pesantren di Indonesia, termasuk di Jabar. Tanpa status formal, sejauh ini tidak ada bantuan yang kontinu dari pemerintah.
“Selama ini bantuan ada, tetapi sebatas hibah dan bansos dan itu bergantung pada kebijakan kepala daerah. Di Tasikmalaya saat saya masih menjabat bupati, saya memiliki program bantuan untuk pesantren, namun ketika berganti bupati belum tentu itu bisa berlanjut,” tutur Uu.
Hal itu, ujar Uu, sangat wajar mengingat bantuan hibah dan bansos tidak memiliki nomenklatur dan kode rekening yang bisa membuatnya dilakukan secara kontinyu. Namun hal itu berubah jika pesantren sudah diakui sebagai pendidikan formal dan ada nomenklatur khusus di pemerintahan daerah sampai pusat.
Menurut Uu, hal itu bukan tidak mungkin dilakukan. Soalnya pesantren bisa menjadi lembaga terdepan untuk mencapai salah satu tujuan pembangunan, yaitu meningkatkan keimanan, ketakwaan dan pembangunan manusia Indonesia seutuhnya. “Sama halnya dengan untuk meningkatkan derajat kesehatan dan pendidikan umum,” ujarnya.
Uu menjelaskan, untuk meningkatkan derajat kesehatan, pemerintah memiliki anggaran untuk menggaji dokter, membangun puskesmas dan menyediakan alat kesehatan. Begitu juga untuk meningkatkan derajat pendidikan, anggaran disediakan untuk membangun sekolah dari tingkat SD sampai perguruan tinggi serta untuk menggaji guru dan dosen.
Hal serupa diyakini Uu bisa dilakukan untuk meningkatkan derajat keimanan, ketakwaan dan pembangunan manusia seutuhnya. Salah satu caranya adalah dengan membangun pesantren dan menggaji para ustad serta kyai yang mengajar para santri.
Meskipun demikian, Uu pribadi mengaku bahwa pengakuan pemerintah terhadap santri saat ini sudah mulai membaik. Hal itu ditunjukan lulusan 13 pesantren di Indonesia yang disetarakan dengan sarjana. “Dari 13 pesantren itu ada beberapa dari Jabar. Namun saya berharap ke depan semakin banyak lulusan pesantren yang diakui dan disetarakan seperti itu,” katanya.
Sementara itu Direktur Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren pada Direktorat Jenderal Pendidikan Islam pada Kementerian Agama, Achmad Zayadi mengatakan, Festival Pendidikan Alquran di Soreang merupakan salah satu rangkaian peringatan Hari Santri yang jatuh pada 22 Oktober 2018. Kegiatan tersebut diikuti oleh sekitar 1.000 santri se-Jabar.
Dalam kegiatan itu, para santri mempresentasikan metodologi mereka masing-masing dalam membaca Alquran dan tahfiznya. “Namun festival ini bukan mengutamakan lomba, tetapi tukar pikiran, menjalin hubungan kerja nyata serta hubungan jiwa,” ujar Achmad. (BR. 01)
Discussion about this post