Bandungraya.net | Konferensi Tingkat Tinggi Group 20 (KTT G20) akan diselenggarakan di Bali, pada 15-16 November 2022. G20 adalah forum kerja sama multilateral dari 19 negara dan Uni Eropa serta perwakilan dari International Monetary Fund (IMF) dan World Bank. G20 ini merupakan forum ekonomi utama dunia yang memiliki posisi strategis. G20 mewakili lebih dari 60% penduduk dunia; 75% perdagangan global; dan setidaknya 85% perekonomian dunia. Anggotanya terdiri dari Amerika Serikat, Australia, Arab Saudi, Argentina, Afrika Selatan, Brasil, Inggris, India, Indonesia, Italia, Jepang, Jerman, Kanada, Meksiko, Perancis, Rusia, Republik Korea, Tiongkok, Turki, dan Uni Eropa.
Tahun 2022, untuk pertama kalinya, Indonesia memegang Presidensi G20. Mengusung tema besar; “Recover Together, Recover Stronger”, Indonesia sebagai Presidensi G20 ingin mengajak negara-negara di seluruh dunia saling mendukung untuk pulih bersama serta tumbuh lebih kuat dan berkelanjutan. Untuk tujuan itu, semua persiapan terus dilakukan, baik persiapan logistik, teknis, hingga persiapan substantif. Presidensi Indonesia di G20 tahun ini merupakan presidensi yang paling sulit. Dunia sedang menghadapi multiple crisis. Pandemi Covid19 belum tuntas. Perang Ukraina dengan Rusia, belum ada tanda-tanda berakhir. Tensi geopolitik, menajam. Dari kondisi dunia seperti itu, diskusi dalam KTT, sebagaimana terjadi pada pertemuan G20 tingkat menteri dan bahkan pertemuan multilateral lainnya, akan penuh dinamika. Dalam kondisi normal saja, negosiasi di G20 tidak pernah berjalan mudah. Apalagi dalam kondisi saat ini.
Dalam Press Briefing Menteri Luar Negeri, Retno Marsudi, di Jakarta 13 Oktober lalu, menyampaikan bahwa tugas Indonesia sebagai Presidensi G20 adalah mengelola agar dinamika yang sangat luar biasa itu, tidak merusak seluruh bangunan G20. Hasil KTT G20, ditunggu oleh masyarakat dunia. Di masa sulit ini, G20 adalah salah satu dari sedikit forum ekonomi dunia yang masih dapat bekerja merespon krisis global saat ini. Oleh karena itu, Indonesia terus mengajak negara anggota G20 untuk menunjukkan tanggung jawabnya kepada dunia. G20 harus menghasilkan kerja sama konkret.
Kerjasama konkret yang tidak saja berguna bagi anggotanya, namun juga bagi dunia, terutama bagi negara-negara berkembang. Di luar negosiasi formal, komunikasi terus di jalankan oleh Menteri Luar Negeri RI. Menlu terus menjalin komunikasi dengan semua negara dalam semua tingkatan, sebagaimana dilakukannya di sela-sela Sidang Majelis Umum PBB di New York bulan lalu. Komunikasi juga dilakukan antara lain dengan Menteri Luar Negeri Perancis, Inggris, Jerman, dan Menteri Perdagangan Kanada.
Hampir satu tahun ini, berbagai pertemuan berjalan dengan baik dan dihadiri oleh seluruh anggota G20. Hingga Oktober tahun ini, sudah terlaksana 187 official meetings baik itu pertemuan tingkat menteri, tingkat sherpa, tingkat deputi, Working Groups, dan juga Engagement Groups. Pertemuan Tingkat Menteri sendiri sudah terlaksana 18 pertemuan, termasuk pertemuan para Menteri Luar Negeri di Bali pada bulan Juli 2022. Sementara itu, kegiatan side events and showcasing sudah terlaksana 234 kegiatan atau sekitar 92 persen dari total rencana kegiatan. Demikian juga pada track Sherpa, negosiasi dan komunikasi terus berjalan. Negosiasi Sherpa track, juga akan dilangsungkan menjelang KTT.
Tidak Boleh Gagal
Menteri Keuangan Sri Mulyani, selepas the Fourth G20 Finance Ministers and Central Bank Governors Meeting (4th FMCBG) menyatakan, kondisi ekonomi global dihadapkan pada situasi yang semakin menantang. Banyak negara yang menghadapi trade-off dalam merancang kebijakannya. Juga risiko yang meningkat dan bertambah dengan tingginya inflasi, pertumbuhan ekonomi yang melemah, adanya resiko perubahan iklim, dan fragmentasi geopolitik. Situasi itu memerlukan aksi bersama dari anggota G20 untuk melindungi yang rentan. Untuk membawa kembali negara-negara di dunia ke pertumbuhan yang kuat, berkelanjutan, seimbang, dan inklusif.
Sri Mulyani menyebut enam komitmen G20 dalam bekerjasama menghasilkan tindakan nyata menghadapi tantangan global. Pertama, memperkuat koordinasi dan tindakan yang diselaraskan untuk penanganan isu internasional guna menjaga stabilitas ekonomi global, termasuk ketahanan pangan dan energi; kedua, memperkuat komitmen dan memastikan ketahanan arsitektur keuangan internasional jangka panjang; ketiga, menegaskan kembali komitmen dalam regulasi dan pengawasan sektor keuangan; keempat, menegaskan komitmen untuk memperkuat agenda keuangan berkelanjutan dan mendukung transisi ekonomi hijau yang adil dan terjangkau; kelima, menyatakan komitmen untuk merevitalisasi infrastruktur yang berkelanjutan, inklusif, dan terjangkau; dan keenam, menegaskan kembali komitmen untuk mengimplementasikan kesepakatan dua pilar paket pajak internasional G20/OECD.
Untuk itulah, sejak awal presidensi, Indonesia sudah menekankan pentingnya concrete deliverables. Concrete deliverables sangat penting artinya, agar manfaat kerja G20 dapat dirasakan oleh dunia. Indonesia telah menginisiasi kerja sama konkret G20 yang akan menjadi bagian penting dari keseluruhan kerja Presidensi G20 tahun ini. Koordinasi dengan Perwakilan negara G20 dan juga negara-negara undangan terus dilakukan untuk mempersiapkan partisipasi para pemimpin negara.
KTT G20 tidak boleh gagal. Taruhannya terlalu besar jika G20 gagal karena menyangkut nasib dan kesejahteraan miliaran penduduk dunia, terutama di negara berkembang. Bagaimanapun, keberhasilan G20 bukan di tangan satu dua negara, bukan hanya keberhasilan Indonesia, tetapi berada di tangan seluruh anggota G20. Pun, demikian sebaliknya.( ** )
Discussion about this post