Garut, (BR).- Kalangan Jurnalis dan Lembaga Bantuan Hukum di wilayah Kabupaten Garut, soroti Pemanggilan wartawati oleh Unit 1 Tipidter Sat Reskrim Polres Garut, yang diadukan oleh DPK APDESI Kecamatan Karangpawitan atas pencemaran nama baik.
Wartawati yang diadukan dengan inisial SS, saat ini sedang merancang langkah apa yang akan dan harus dilakukan kedepan. “Saya sedang memilih dan memilah lembaga mana yang benar-benar siap memperjuangkan saya khususnya umumnya insan pers, karena dengan adanya laporan ini setidaknya akan berdampak pada rekan-rekan yang lain, Alhamdulillah sudah banyak lembaga profesi wartawan yang siap memperjuangkan saya,”ucapnya Rabu 18/01/2023
Wartawati berinisial SS, tersebut merupakan salah seorang anggota Aliansi Jurnalis Media Independen Indonesia (AJMII) Kabupaten Garut.
”Saya atas nama Ketua DPP AJMII menyayangkan tindakan yang dilakukan oleh pelapor terhadap SS, padahal bukti sudah dimiliki oleh SS yang melakukan investigasi,” ungkap Achmad dalam pernyataan tertulisnya.
Ketua DPP AJMII tersebut berpendapat, jika terjadi perselisihan antara masyarakat dengan wartawan terkait isi pemberitaan, sebaiknya dilakukan mediasi terlebih dahulu dengan wartawan yang bersangkutan. Pihak yang dirugikan bisa melakukan pembelaan dengan mengajukan hak jawab melalui media online yang memberitakannya.
“Saya yakin SS sudah melakukan tugasnya secara profesional dengan dengan berpegang pada kode etik jurnalistik. Saya berharap kasus ini diusut segera diusut sampai tuntas agar siapa yang bersalah dapat menerima konsekwensinya di mata hukum,” pungkas Achmad dengan tegas.
Pernyataan Ketua DPP AJMII tersebut diperkuat oleh seorang Advokasi yang juga menjabat sebagai Biro Hukum DPP AJMII, Eko Wijaya, S.H., M.H., yang ikut memberikan kajian hukum terkait permasalahan yang menimpa wartawati media online “Rakyat Simpati Indonesia” berinisial “SS”. Menurut Eko, terkait laporan polisi yang dilakukan oleh Ketua DPK APDESI Kecamatan Karangpawitan tersebut cacat hukum.
“Menurut kajian hukum saya terkait laporan polisi tersebut, cacat hukum. Pertama, di dalam laporan tersebut Polres Garut bergerak atas laporan informasi. Dalam hal KUHAP dan UU, tidak dibenarkan delik aduan UU ITE, polisi bergerak berdasarkan informasi. Mengapa? Karena seharusnya orang yang harus melaporkan adalah pihak yang merasa dirugikan, sedangkan dalam surat tersebut tidak dijelaskan siapa pelapornya?” ujar Eko.
Pengacara yang juga menjabat sebagai Biro Hukum DPP AJMII tersebut sangat menyayangkan adanya laporan tersebut yang menurutnya bertujuan untuk membungkam insan pers.
Surat pemanggilan dari Polres Garut terhadap wartawati media online berinisial “SS” – (Sumber: SS)
“Kedua, laporan ini hanya untuk membungkam insan pers. Untuk itu wajib dilawan. Bila perlu penyidiknya yang dilaporkan ke Propam Polda Jabar. Ketiga, laporan informasi tersebut tidak ada akibat hukum dan efek hukum. Tanpa dihadiri dan datangi tidak ada masalah, kecuali korban membuat LP tertulis pro justitia baru,” pungkas Eko dengan nada geram. (BR.11)
Discussion about this post