KAB. BANDUNG (BR).- Modus adanya indikasi jual Paksa Buku ” Kamus Bahasa Sunda” Ke sekolah tingkat SD/SMP yang ada di Kabupaten Bandung, yang dipandang harganya sangat memberatkan pihak sekolah.
Pasalnya 1 exsemplar buku seharga Rp. 650.000 dimana sekolah dengan Tipe A harus membeli sebanyak 10 exsemplar, ini sangat memberatkan dan bertolak belakang dengan RKAS sekolah.
” Pihak sekolah mengaku kebingungan bila nanti menyusun dan membuat SPJ terkait pembelian buku tersebut “.
Hal ini mendapat tanggapan Jamparing Institute salah satu Lembaga yang konsen dalam menyoroti kebijakan Pemerintah, Jamparing Institute mengaku merasa prihatin dan akan mendorong dinas pendidikan Kabupaten Bandung untuk melakukan investigasi terkait kegiatan jual paksa paket buku ke sekolah yang berada di lingkungan Kabupaten Bandung, Hal tersebut disampaikan Dadang Risdal Azis, Kamis 23 Pebruari 2023.
” Buku sebagai bahan ajar memang diperlukan oleh sekolah, tetapi tidak boleh juga dijual paksa apalagi dengan harga yang tidak wajar” Ujarnya.
Menurut Ketua Jamparing Institute, apalagi pembelian dialokasikan dari Dana BOS yang tersaji dalam RKAS, anggaran maksimal harga buku yang bisa dibeli yaitu Rp. 250 ribu per buku. Tentu ini akan memberatkan pihak sekolah.
” Ya, harus di evaluasi kembali mengenai penjualan buku tersebut, kalau perlu batalkan saja” Tegas Dadang.
Jamparing Institute juga mendorong Dinas Pendidikan untuk bertindak tegas dalam kasus ini, jangan berpangku tangan dan diam saja. Bagaimanapun penjualan buku tersebut biasanya ada kete belece atau mungkin rekomendasi pihak tertentu, Ungkap Dadang.
” Publik tentu akan bertanya kepada Dinas Pendidikan Kabupaten Bandung, mengapa dan ada apa dengan disdik kab. bandung, hingga penjualan paksa buku ini bisa terjadi, jangan bilang pihak Disdik tidak mengetahui, karena Lembaga ini ada petugas di Lapangan baik Pengawas/Pemilik atau unsur lainnya, “.
Selain itu menurut Ketua Jamparing Institute, Pihak Sekolah pun harus dengan tegas menolak penjualan buku ini. “Kepala sekolah tegas saja, jangan terima buku ini meski pihak suplier berdalih apapun, apalagi bawa-bawa institusi penegak hukum. Dari kapan penegak hukum jadi penjual buku. Usut ini sampai tuntas!,” pungkasnya. (BR.01)
Discussion about this post