SOREANG ( BR).- Capaian Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kabupaten Bandung 71,02 poin pada 2017 lalu tak lepas dari indeks kesehatan 81,84 poin sebagai kontributor tertinggi. Indek kesehatan mengalahkan indeks pendidikan yang turun menjadi 63,94 poin sejak angka melek huruf tak lagi dihitung.
Secara kasat mata, hal itu menunjukan bahwa pembangunan sektor kesehatan di Kabupaten Bandung memang terus mengalami kemajuan yang pesat. Tidak terkecuali dengan keberadaan 62 puskesmas dan 4.268 posyandu yang tersebar di setiap kecamatan berdasarkan data Badan Pusat Statistik Kabupaten Bandung 2017.
Sementara terkait pasien penderita Hydrocepholus Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Bandung Grace Mediana mengatakan, pihaknya sejak lama sudah melakukan intervensi terhadap Rika. “Intervensi sudah dilakukan oleh puskesmas mulai dari pelayanan dasar sampai rujukan untuk operasi,” ujarnya.
Grace menambahkan, perkembangan Rika pun terus dipantau sampai saat ini berusia 6 tahun. Ia pun menegaskan bahwa jika ada anak lain yang mengalami kondisi serupa, pihaknya akan segera memberikan pelayanan yang sama.
Hal senada diungkapkan oleh Kepala Unit Pelaksana Teknis Daerah Pelayanan Kesehatan Kecamatan Banjaran Wiji Hartono. “Rika maupun putri sudah kami tangani dan terus dipantau sampai saat ini,” katanya.
Menurut Wiji, Putri bahkan sudah ditangani sejak bayi. Padahal saat itu status Putri sendiri masih belum memiliki kejelasan sebagai warga Kabupaten Bandung.
“Putri itu dibawa oleh Pak Asep Sukmara, putra Abah Maman Sulaeman dari Batam. Waktu itu diinformasikan bahwa putri dibawa karena bapak dan ibunya sudah meninggal dunia,” tutur Wiji.
Meskipun demikian, Wiji menyayangkan, pihak keluarga yang kini merawat Putri, belum memahami pentingnya perawatan dan kontrol rutin. Tidak seperti Rika yang sudah menjalani beberapa kali operasi dan rutin dibawa kontrol ke rumah sakit oleh orang tuanya.
Wiji menegaskan, kasus hidrichepalus memang membutuhkan tindakan operasi sedini mungkin untuk mengeluarkan cairan otak yang akan terus membuat kepala penderitanya membesar jika dibiarkan. “Kalau terus membesar akan menekan otak,” ucapnya.
Penderita hidrochepalus, kata Wiji, memang tidak akan bisa memiliki ukuran kopala normal kembali. Namun tindakan operasi setidaknya bisa membuat penderitanya tumbuh dan berkembang lebih normal, sehingga bisa memenuhi kebutuhan dasarnya seperti makan, mandi, berganti pakaian dan lain-lain secara mandiri.
“Hidrochepalus merupakan kelainan kongenital atau bawaan dari lahir. Tidak bisa memiliki intelegensia seperti anak-anak normal, namun bisa ditolong untuk setidaknya mandiri saat makan, minum, mandi, pakai baju,” imbuh wiji.
Ditempat terpisah wakil ketua DPRD kab. Bandung H. Yayat Hidayat pada wartawan menuturkan secara pribadi ia sangat terharu dengan adanya indikasi kekurangan Gizi, namun dalam menyikapinya kita terlebih dahulu harus melakukan penelusuran kasus tersebut.
Diharapkan pihak Dinkes sendiri harus segera mengambil langkah dan terjun langsung kelapangan untuk selanjutnya agar dapat mengambil tindakan guna penangan pasien Hydrocepholus tersebut.
Yang sangat disayangkan pihak DPRD sendiri bagaimana hal tersebut dapat lolos dari pengawasan, padahal dilapangan khususnya tingkat RT, RW dan Desa kan ada Posyandu, pihak Dewan berharap agar Dinas Kesehatan dapat segera menanggulangi hal itu padahal anggaran untuk kesehatan sangat besar dan sangatlah ironis sekali hal ini terjadi diwilayah banjaran, fasalnya kecamatan banjaran merupakan salah satu kota penyangga ibukota kabupaten bandung dan jarak dari pusat Pemkab relatif dekat, imbuh Yayat. (BR. 01)
Discussion about this post