SOREANG (BR).- Kasus penyalahgunaan dana Program Indonesia Pintar (PIP) tingkat SMA/SMK di Kabupaten Bandung ternyata tak sebatas pemotongan. Namun lebih jauh tercium indikasi pencairan kolektif oleh oknum terhadap dana PIP milik siswa yang sudah tak diketahui lagi keberadaannya setelah lulus.
Kepala SMAN 1 Bojongsoang Nunung Sumirat mengatakan, dirinya juga sempat dimintai keterangan oleh aparat Polres Bandung pada Oktober 2018 lalu. Ia dipanggil terkait pencairan kolektif dana PIP 2015 dan 2016 di SMAN 1 Soreang tempat ia bertugas sebelumnya.
“Saya baru pindah ke SMAN 1 Bojongsoang pada Maret 2018. Sejak 2015 sampai awal 2018 saya masih bertugas sebagai Kepala SMAN 1 Soreang,” tutur Nunung saat ditemui di SMAN 1 Margahayu, Kabupaten Bandung, Jumat (21/12/2018).
Nunung mengaku kaget saat mendengar bahwa dana PIP 2015-2016 di SMAN 1 Soreang dicairkan secara kolektif. Soalnya dulu ia sempat menghubungi siswa penerima manfaat namun tak pernah berhasil.
Menurut Nunung, dari puluhan siswa SMAN 1 Soreang yang menjadi penerima manfaat, masih ada sekitar 23 siswa yang belum mencairkan dana PIP 2015 dan satu orang tersisa di 2016. Namun setelah ia tak berhasil menghubungi dan melacak keberadaan siswa yang telah lulus itu, ia memutuskan untuk membiarkan dana itu dikembalikan ke negara.
Nunung menegaskan bahwa dirinya tidak pernah mengusulkan pencairan dana itu sampai pindah ke SMAN 1 Bojongsoang. Namun sekitar Mei 2018 lalu, Nunung mendapat kabar bahwa SMAN 1 Soreang masuk dalam daftar 48 SMA/SMK yang mencairkan dana PIP 2015-2016 secara kolektif.
“Saya kemudian tanya ke Kepala SMAN 1 Soreang yang baru, pak Usep Sutarman. Ternyata beliau mengakui telah mencairkan dana tersebut,” kata Nunung.
Nunung menyesalkan peristiwa itu yang kemudian membuat dirinya ikut dipanggil aparat penegak hukum. Namun ia mengaku sudah menjelaskan duduk perkara sebenarnya kepada polisi, sesuai fakta yang ia alami.
Keterangan Nunung menguatkan bahwa kasus penyalahgunaan dana PIP SMA/SMK di Kabupaten Bandung lebih dari sekedar pemotongan yang dilakukan oknum operator. Namun lebih parah karena dana dicairkan secara kolektif tanpa melibatkan dan kemungkinan besar tak sampai kepada siswa penerima manfaat sesuai surat keputusan dari Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan.
Sebelumnya, kepala sekolah lain berinisial HT mengaku bahwa ia kaget saat kedatangan oknum operator yang mengantarkan dana PIP 2016 milik anak didiknya yang sudah lulus. “Kami pihak sekolah belum mengajukan pencairan secara kolektif, tetapi tiba-tiba saja ada oknum yang mengaku operator dari salah satu sekolah swasta, mengantarkan dana tersebut ke sekolah kami,” ucapnya.
Jelas HT, oknum operator tersebut mengklaim sudah mencairkan dana PIP 2016 milik 10 dari 30 siswa yang sudah lulus. Sesuai dengan besaran yang ditentukan oleh Kemendikbud, seharusnya jumlah yang dicairkan berjumlah Rp 10 juta, karena setiap siswa tingkat SMA memang mendapat bantuan Rp 1 juta per tahun.
Nyata nyata bahwa, oknum operator mengaku menerima dana Rp 8,5 juta dari bank penyalur. “Jumlah itu kemudian mereka potong Rp 3,5 juta. Sisanya Rp 5 juta mereka serahkan ke siswa kami yang selama ini sudah sering mengajukan namun belum mendapat alokasi bantuan,” ucapnya.
Selain di sekolahnya, HT pun mengaku ada sekitar 48 SMA/SMK di Kabupaten Bandung yang dilansir melakukan pencairan dana PIP 2015-2016 secara kolektif. Namun hingga kini belum ada data pasti mengenai jumlah penerima yang dananya dicairkan secara kolektif tersebut, karena jajaran Polres Bandung belum bisa memberikan keterangan soal hasil pemeriksaan sejauh ini sekalipun sejumlah kepala sekolah mengaku sudah dipanggil sejak Oktober 2018 lalu.
Jika melihat jumlah siswa di sekolah asuhan HT dan SMAN 1 Soreang pada 2015-2016 yang mencapai rata-rata 27 orang, bisa diperkirakan jumlah total di 48 SMA/SMK tersebut adalah milik lebih dari seribu siswa. Artinya jika semua dana itu dicairkan secara kolektif, jumlahnya bisa lebih dari RP 1 miliard rupiah. (BR. 01)
Discussion about this post