CIKALONG WETAN (BR)- Beredarnya pemberitaan disalah satu media online pada beberapa pekan lalu, yang menduga Kepala Desa Puteran, Kecamatan Cikalong Wetan, Kabupaten Bandung Barat melakukan pungutan liar terhadap warga penerima ganti rugi proyek KCIC. beberapa waktu lalu.
Dengan pemberitaan tersebut sehingga kepala desa Puteran merasa dicemarkan nama baiknya, dan dianggap telah melanggar undang-undang no 11 tahun 2008 tentang transaksi melalui media sosial yang merugikan atau pencemaran nama baik seseorang.
Seharusnya media tersebut sebelum memberitakan mengetahui dulu kronologis atau permasalahan tersebut sehingga tidak melakukan praduga bersalah kepada saya dengan tuduhan melakukan pungutan liar terhadap warga penerima ganti rugi dari pembebasan lahan oleh KCIC. Ungkap Yandi kepala Desa Puteran kepada awak mediatran.id, Sabtu (18/7/2020), lalu.
Disamping itu, media tersebut tanpa melakukan konfirmasi terlebih dahulu kepada Saya, hanya sumber dari warga atau sebelah pihak. Seharusnya mereka itu konfirmasi dulu agar tau yang sebenarnya permasalahan itu sehingga muatan berita berimbang atau tidak sebelah pihak sehingga merugikan terhadap sebelah pihak, cetusnya
Dengan pemberitaan tersebut, saya dan lembaga Desa telah dicemarkan dengan pemberitaan HOAX itu, oleh karena itu saya akan melakukan somasi dan melaporkan media online tersebut, ungkap Yandi.
Selain itu Saya sudah melakukan somasi melalui pengacara keluarga kepada Warga yang telah memeberikan informasi yang tidak benar atau bohong ke media yang telah memuat pemberitaan dengan menuduh saya telah melakukan pungli, katanya
Padahal lanjut Yandi, warga yang 9 (sembilan) orang yang membuat pernyataan atau melaporkan kepada media dan pihak berwajib, sebetulnya ke sembilan warga itu sebagian warga yang menduduki laha carik Desa Puteran yang terkena dampak pembebasan lahan untuk proyek KCIC.
Karena lahan carik Desa Puteran yang seluas 12000 meter itu di garap dan ditempati oleh 29 warga Desa Puteran, setelah ada proyek kereta Cepat Indonesia Cina (KCIC) lahan carik tersebut terkena pembebasan lahan untuk proyek KCIC.
Oleh karena itu, dengan adanya ganti rugi dari KCIC melalui PT. PSBI lahan carik desa yang digarap oleh warga dapat ganti rugi dari semua pohon tanaman dan bangunanya, padahal warga yang menepati dan menggarap lahan carik desa tidak ada izin dari desa sehingga tidak ada daftaran di data dokumen desa.
Tetapi walaupun tidak ada izin atau data penggarap saya punya tolenransi dan kebijakan untuk memberikan pernyataan dalam pembebasan ganti rugi bagi warga penggarap, yaitu dari ganti rugi bangunan dan tanamanya, sampai warga pengharap itu menerima ganti rugi dari PT. PSBI dengan nilai pareatif tergantung luas lahan yang digarapnya.
Masih kata Yandi Kades Puteran, Dengan adanya pembebasan lahan carik desa, sehingga lahan carik harus dikembalikan lagi kepada lahan carik desa, bahkan dari lahan carik desa seluas 12000 meter yang awalnya setelah terdampak pembebasan oleh proyek KCIC, rencana harus menambah luas lahan carik itu yakni menjadi 18000 meter, tambahnya
Maka dari itu, kami dan warga penggarap mengadakan musyawarah mupakat untuk rencana penambahan lahan carik desa, sehingga 29 warga penggarap setuju untuk memberi tambahan untuk pembelihan lahan tambahan cari seluas 6000 meter, dengan kesepakatan bersama dan ditanda tangan oleh 29 warga penggarap, dan besaran nominal yang di sepakati berbeda-beda tergantung luas lahan carik yang dipake pada waktu itu, terangnya.
Tetapi yang jadi heran saya, tiba-tiba ada pemberitaan di media online menyebutkan kepala desa memotong ganti rugi warga dari KCIC hingga 50 persen dari jumlah pembayaran ganti rugi, saya merasa tercemarkan nama baik saya dan Desa oleh pemberitaan salah satu media online yang tanpa konfirmasi dulu kepaďa saya. Sehingga pemberitaan itu dianggap HOAX atau sebelah pihak.
Sedangkan di desa puteran yang terkena pembebasan oleh proyek KCIC sebanyak 112 bidang tanah, pembebasan itu sudah dilakukan dari tahun 2017 yang masih dilakukan pembebasan lahan tersebut oleh pihak PT Arjuna, dan pada waktu itu saya belum jadi kepala desa Puteran, tapi saya tau karena bidang tanah milik saya sama terkena pembebasan proyek KCIC,
Sejak saya menjabat kepala Desa Puteran masih ada bidang tanah yang belum dibayar oleh pihak KCIC, yaitu sebagian tanah carik tersebut diatas yaitu yang dipake oleh 29 penggarap dengan luas tanah 12000 meter.
Walaupun didokumen desa puteran tidak ada data penggarap tersebut, dan dalam data belopotan, tapi demi warga, saya buatkan pernyataan untuk pembebasan lahan oleh proyek KCIC yang di garap warga, dan luas sesuai SPPT luas lahan yang digarap warga, tetapi kenapa sebagian warga membalas kebaikan kades dengan tuduhan tidak benar, dan bilang kades momotong hasil ganti rugi dari KCIC ?
Padahal kalau saya tega kepada warga, sudah jelas itu tanah carik desa dan menjadi hak kepala desa selama menjabat dari hasil tanah carik tersebut, bahkan sudah jelas dala perturan desa (Perdes) bahwa tanah carik desa yang di pake warga apabila diperlukan kembali oleh pemerinta harus dikembalikan kepada pemerintah desa dan tidak ada pengantian berupa apapun.
Jadi penggarap atau warga tidak ada hak dari hasil pembebasan atau ganti rugi dari lahan carik yang terbebaskan oleh PSBI untuk proyek KCIC. Tetapi mereka malah menuding kepada kepala desa memotong dari hasil ganti rugi dari warga penggarap jadi saya heran.
Oleh karena itu, kata Yandi, dengan adanya perbutan tuduhan tidak benar melalui surat Konfirmasi dan pemberitaan yang mengakibatkan pencemaran nama baik dan HOAX, maka saya akan mensomasi ke 9 warga penggarap dan media online yang telah mencemarkan nama baik saya dan Desa dengan pengacara saya, agar terbukti kebenarannya, tegas kades Punteran.
Di tempat yang berbeda, DR. Malau S.H selaku kuasa hukum dari kepala Desa Puteran, menjelaskan kepada Mediatrans.id, “ Tanah carik desa atau kas desa yang di garap oleh para penggarap itu sudah jelas tanah milik Desa Puteran, kenapa harus yang menerima pembebasan warga, kata DR. Malau ketika ditemui dikantornya.
Maka dari itu, lanjut DR.Malau, aset desa yang dikelola oleh warga tetap menjadi kas atau aset desa, sebagaimana dalam Pergub Jabar no 44 tahun 2017 tentang pengelolaan aset desa. Dalam pasal 4 ayat 1,2, dan 3 itu sudah jelas tanah kas atau aset desa jadi kewenangan pemerintah desa. Dan dijelaskan lagi dalam perda no 30 tahun 2016 tetang pejabat pengelolaan aset desa pasal 3 ayat 1 dan 2.hurup A sampai G. Jelasnya
“Dengan adanya tuduhan warga dan salah satu media online yang telah menuduh kepala desa memotong hasil dari ganti rugi pembebasan proyek KCIC itu semua sangat keliru apa mereka tidak paham dengan aturan peraturan Gubernur dan perda tetang aset atau carik desa.?
Sementara, imbuh DR.Malau, mereka yang menduduki lahan carik desa sudah di beri toleransi oleh kepala desa untuk menerima ganti rugi malahan menuduh pungli dengan adanya hasil kesepakatan bersama denga penggarap yang 29 orang itu, diminta hasil ganti rugi yang mereka terima buat penambahan luas carik desa, malah mereka menuduh yang lain-lain,
Maka dari itu kami selaku kuasa hukum dari Kepala Desa Puteran akan menuntut balik kepada warga yang telah menuduh kepala desa, karena sayoginya kalau kepala desa tidak punya tolenransi hasil ganti rugi KCIC itu semua menjadi milik pemerintah desa, sebagai mana dalam pergub tadi pasal 6 ayat 1, yaitu aset desa berupa tanah disertifikat atas nama pemerintah desa, paparnya.
Jadi warga yang menggarap aset desa walaupun sudah puluhan tahun aset desa di gara, disewa tetap tidak berubah status kepemilikanya tetap milik pemerintah desa, jangankan dipindah tangankan atau di jual di asuransikan juga untuk kepentingan ke uangan desa harus berdasarkan peraturan undang-undang, apalagi ini warga yang memakai lahan carik desa yang tanpa izin atau tidak terdaftar dalam dokumentsi atau data desa apa hak alas warga.
Maka dari itu, mengacu terhadap peraturan undang-undang, peraturan gubernur Jabar dan Perda Kabupaten Bandung Barat, begitu juga Perdes Desa Puteran, mereka tidak adak hak untuk menguasai tanah carik desa, maka kami melayangkan surat somasi agar mereka yang menerima ganti rugi dari aset desa harus dikembalikan ke desa, pungkasnya. (BR-19).
Discussion about this post