Soreang (BR).-Pembatalan hibah bantuan alat kesenian oleh Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) Kabupaten Bandung merupakan kesalahan fatal dari manajemen pada perencanaan kerja pemerintahan. Soalnya, sebuah program yang sudah masuk dalam Dokumen Penggunaan Anggaran (DPA), wajib hukumnya untuk direalisasikan.
Demikian dikatakan pengamat politik, pemerintahan dan otonomi daerah Djamu Kertabudi saat dihubungi, Jumat (19/10).
“DPA itu mau tidak mau harus dilaksanakan, karena itu merupakan implementasi peraturan bupati tentang anggaran pendapatan dan belanja daerah,” katanya.
Kata Djamu, jika ada temuan BPK pada program serupa tahun sebelumnya, itu bukan alasan untuk membatalkan program yang sudah masuk dalam DPA. Hal itu seharusnya menjadi catatan dalam pertimbangan di awal pembahasan anggaran.
Dia menjelaskan, sebuah DPA dinas, berawal dari proses Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrembang). Selanjutnya, hasil Musrembang ditetapkan menjadi Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) yang dituangkan dalam bentuk surat keputusan bupati.
“Setelah DPRD memberi persetujuan dalam pembahasan anggaran, maka kemudian ditetapkanlah Perda APBD yang implementasinya dituangkan dalam bentuk DPA,” tutur Djamu.
Menurut Djamu, SK Bupati terkait RKPD dan Perda tentang APBD jelas menjadi landasan hukum yang membuat semua hal yang tertuang dalam DPA wajib dilaksanakan. “Hanya ada satu pengecualian, yaitu jika anggarannya tidak memadai karena perkiraan target pendapatan tidak terpenuhi,” ujarnya.
Sebelumnya, Wakil Ketua DPRD Kabupaten Bandung Yayat Hidayat pun menekankan bahwa pembatalan bantuan alat kesenian sebagai bentuk amburadulnya perencanaan kerja Disparbud Kabupaten Bandung.
“Temuan BPK seharusnya jadi bahan pertimbangan untuk merencakan program yang lebih baik di 2018. Kenapa masih diajukan dan kalau diajukan kenapa tidak ada perbaikan perencanaan?,” katanya.
Di sisi lain, Yayat pun menilai kesalahan Disparbud bertambah parah ketika mereka mengalihkan program tersebut ke kegiatan gelar budaya. Selain waktunya mepet, Dia pun menilai hal itu tidak memiliki dasar hukum.
Hal senada diungkapkan Ketua Komisi B DPRD Kabupaten Bandung Praniko Imam Sagita. “Tidak alasan bagi Disparbud untuk mengalihkan anggaran secara sepihak. Soalnya hak Budgeting ada di DPRD bukan di pihak eksekutif, sehingga setiap perubahan harus atas dasar persetujuan dewan,” ucapnya.
Praniko menegaskan, jangankan menyetujui pengalihan, pemberitahuan soal pembatalan program sebelumnya saja tidak diterima oleh DPRD. “Yang jelas sekarang kami minta anggaran program itu tidak dialihkan. Di-SILPA kan saja karena tidak ada dasarnya dan waktu tinggal dua bulan tidak akan efektif,” katanya.
Sementara itu pakar dari Institut Seni Budaya Indonesia Bandung (ISBI) Prof. Dr. Endang Caturwati mengatakan, pembinaan, pengembangan dan pelestarian seni budaya harus melibatkan semua pihak. Oleh karena itu ia menilai bantuan alat kesenian untuk sanggar dan sekolah oleh Disparbud kota/kabupaten sebagai langkah tepat dan memang harus dilaksanakan.
“Bantuan alat kesenian merupakan salah satu upaya mendorong para pelaku seni untuk terus mengembangkan dan melestarikan kesenian tradisional. Seharusnya tidak dibatalkan, justru terus didorong,” tutur Endang.
Endang menambahkan, dirinya pun pernah melakukan hal yang sama saat masih aktif sebagai Direktur Kesenian pada Direktoran Jenderal Kebudayaan pada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan pada 2015. “Saya pernah punya program untuk pembinaan kesenian berupa bantuan alat kesenian,” ujarnya.
Menurut Endang, dirinya selalu menyetujui setiap ada ajuan bantuan alat kesenian. Soalnya pelestarian kesenian memang membutuhkan alat.
Menurut Endang, alat kesenian tradisional sendiri merupakan salah satu bentuk budaya yang juga harus dilestarikan. “Hampir setiap saya berkunjung ke mancanegara, saya selalu melihat alat kesenian tradisional Indonesia seperti gamelan dianggap mahakarya karena keunikannya. Jadi kita pun harus melestarikannya,” ujarnya.
Dalam upaya tersebut, Endang mengakui bahwa Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan tidak bisa memfasilitasi bantuan alat kesenian untuk seluruh sanggar dan sekolah di Indonesia. Oleh karena itu peran serta pemerintah daerah justru diperlukan dan dinilai akan lebih tepat sasaran.
“Kami dalam setahun bisa menerima pengajuan sampai 2000 sanggar dan sekolah. Kalau daerah bisa membantu itu lebih baik karena mereka justru lebih tau medan agar bantuan tersebut tepat sasaran dan merata,” ucapnya. (BR. 01)
Discussion about this post