Bandungraya. net – Soreang | KPU Kabupaten Bandung menanggapi pernyataan Ketua Tim Advokasi NU Pasti Sabilulungan Dadang Rusdiana yang menuding jika KPUD Kabupaten Bandung tidak melakukan verifikasi visi misi pasangan calon bupati/wkl.Bupati Bandung di kontestasi Pilbup Bandung 2020.
Sebab, dengan tidak adanya verifikasi, Dadang menyebut visi dan misi milik pasangan Dadang Supriatna-Sahrul Gunawan (Bedas) terindikasi berisi quantisivir visi. Dimana, di dalam visinya, pasangan Bedas menjanjikan sejumlah uang kepada lembaga-lembaga masyarakat.
Ketua KPU Kabupaten Bandung Agus Baroya mengatakan memang tidak melakukan analisa dan memverifikasi visi dan misi seluruh pasangan calon bupati Bandung.
“Kami hanya menerima visi dan misi saja. Kita tidak sampai menganalisa atau verifikasi itu. Karena kita punya dokumen RPJMDnya,” kata Agus melalui sambungan telepon, Senin 14 Desember 2020.
Menurut Agus, apapun visi dan misi setiap paslon diperbolehkan selama tidak keluar dari koridor visi dan misi yang telah diserahkan ke KPU Kabupaten Bandung.
“Pembuatan visi dan misi hanya harus berdasarkan RPJMD. Biar masyarakat yang menilai. Kami kan bukan yang buat. Hanya menerima visi dan misi saja,” kata dia.
Jika permasalahan mengenai verifikasi visi dan misi akan dipermasalahkan, Agus menuturkan tidak masalah.
“Ya silahkan saja. Saya tidak mau masuk ke wilayah itu. Kami sekarang fokus saja ke tugas rekapitulasi raihan suara hasil laporan dari PPK,” ucap dia.
Sebelumnya Dadang Rusdiana menyesalkan sikap KPU Kabupaten Bandung yang justru terkesan membiarkan visi dan misi pasangan Bedas yang terindikasi memuat sejumlah pelanggaran.
“Seperti menjanjikan uang Rp100 juta untuk bantuan modal bagi tiap RW, Rp100 miliar per tahun untuk guru ngaji dan sebagainya. Ini bentuk pelanggaran pidana pemilu Pasal 187A UU Pilkada,” kata Darus sapaan akrabnya di Soreang, Senin 14 Desember 2020.
Dengan begitu, lanjut Darus, pasangan Bedas dengan terbuka menjanjikan materi kepada pemilih secara terang benderang. Padahal, visi dan misi pasangan Bedas terindikasi melanggar UU Pilkada.
“Visi itukan sebenarnya janji politik bersifat kualitatif. Contoh meningkatkan kualitas dan kesejahteraan di tiap RW atau guru ngaji lainnya. Rumusan visi harus kualitatif. Kalau kuantitatif dengan janji memberikan sejumlah uang itu kan pidana. Jadi akan kami ajukan ke pihak berwenang dengan ketentuan hukum dalam UU Pilkada,” kata dia. (BR.01)
Discussion about this post