Ciamis (BR).- Sejumlah petani di wilayah Desa Ciakar, Kecamatan Cipaku, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat, mengaku merasa ribet dengan sistem pembelian pupuk bersubsidi menggunakan fasilitas kartu tani.
Amin, petani Desa Ciakar, ketika ditemui Koran HR, Selasa (08/05/2018), mengaku, pemberlakukan sistem kartu tani dalam pembelian pupuk bersubsidi justru membuatnya merasa lebih ribet.
“Meksi pupuk bersubsidi tersedia di tingkat pengecer, tetap saja harga pupuk bersubsidi tersebut jatohnya mahal,” katanya.
Menurut Amin, petani akan mendapatkan harga pupuk bersubsidi jika membelinya dalam skala banyak atau karungan. Jika eceran, maka petani tidak mendapatkan harga pupuk bersubsidi.
“Harga Eceran Tertinggi (HET) untuk urea Rp. 1.800 perkilogram, NPK Rp. 2.300 perkilogram dan SP Rp. 2.000 perkilogram. Dan fakta di lapangan, luas garapan petani umumnya di bawah 100 bata,” kata Amin.
Lebih lanjut, Amin mengungkapkan, jika petani membeli secara ecer alias tidak karungan, maka setiap masing-masing pupuk dibandrol dengan kenaikan harga sebesar Rp. 500 perkilogram dari HET.
Di tempat terpisah, Petugas Penyuluh Lapangan (PPL), Rudi, ketika ditemui Koran HR, Selasa (08/05/2018), menyebutkan, petani yang hanya memiliki lahan garapan seluas 100 bata, kebutuhan pupuk urea mencapai sekitar 12 sampai 15 kilogram dan NPK antara 40 sampai 45 kilogram.
“Kalau mengacu kepada luas lahan seperti itu, maka petani tidak bisa membeli pupuk dalam skala karungan, sehingga harga yang dibadrol bukan harga bersubsidi. Belum lagi beban ongkos yang harus dikeluarkan,” katanya.
Kepala Desa Ciakar, Sulaeman Nurdjamal, ketika dimintai tanggapan, Selasa (08/05/2018), membenarkan, banyak petani mengeluhkan penggunaan kartu tani pada saat pembelian pupuk bersubsidi.
“Bagi mereka (petani), sistem pembelian pupuk bersubsidi dengan menggunakan kartu tani, justru membuat mereka merasa ribet,” katanya.
Dikutip dari: harapanrakyat.com
Discussion about this post