Bandung ( BR. NET) Beredar Video statemen Mendagri dalam acara dengar pendapat dengan Komisi III DPR tengah viral, yang menyatakan bahwa Kepala Daerah hasil pilkada 2024 yang baru dilantik diijinkan melakukan rotasi mutasi Pejabat Pemda, ini mendapatkan sorotan dan tanggapan Pengamat Politik yang juga Pemerhati Pemerintahan di Daerah Djamu Kertabudi.
Menurutnya, Hal ini terjadi mengingat Kepala Daerah sebelumnya menjelang akhir masa jabatan melakukan rotasi mutasi.
Maka dari itu, guna membangun “cemistry” sebagai salah satu aspek pendorong peningkatan kinerja pemerintahan, maka sepatutnya Kepala Daerah baru diberi kesempatan berdasarkan selera dan penilaian lainnya guna membangun sinergitas dan iklim kerja yang kondusif dengan para pembantu utamanya, Ungkap Kang Djamu sapaan dekat Djamu Kertabudi, Pada Senin 27 Januari 2025.
Ditegaskan Kang Djamu, Apabila dilihat dari faktor subyektivitas Kepala Daerah sebagai Pejabat Pembina Kepegawaian, hal ini dapat dimaklumi, namun apabila dipandang lebih luas, terutama dalam menjalankan sistem pengembangan karir melalui “merit system” di Daerah, kebijakan mendagri seperti ini secara langsung tidak langsung akan berdampak terhadap berbagai kemungkinan yang terjadi dalam proses pengembangan sistem karir ASN di daerah yang berbasis “merit system” yang berlandaskan kompetensi, profesional, integritas, pengalaman, dan kinerja sendiri. Akhirnya norma dasar yang menjadi acuan dalam pembinaan kepegawaian, antara lain aspek netralitas yang menjaga ASN tidak diskriminatif dalam memberikan pelayanan, dan bebas dari pengaruh dan intervensi politik, terutama terhadap kemungkinan tindakan komersialisasi jabatan, menjadi potensi yang sulit dihindari.
Menurut Djamu Kertabudi, dalam pendekatan regulasi, berdasarksn UU No. 10 Tahun 2016 tentang Pilkada, sudah jelas menyebutkan larangan bagi Kepala Daerah memindahkan Pejabat dalam jabatan pada waktu 6 (enam) bulan sampai akhir masa jabatannya.
Meskipun ada tambahan “kecuali mendapat persetujuan Mendagri”, istilah terakhir ini sebagai bentuk pengendalian pemerintah pusat terhadap rencana kebijakan Kepala Daerah di bidang pembinaan kepagawaian, untuk menghindari kemungkinan potensi pelanggaran terhadap netralitas ASN tersebut.
Namun demikian, implementasi proses persetujuan Mendagri selama ini terkesan longgar, dan hanya lebih mempertimbangkan aspek teknis administratif semata, Ungkapnya.
” Selain daripada itu, berdasarkan peraturan perundangan yang berlalu tentang ASN, menyebutkan larangan memindahkan pejabat sebelum 2 (dua) tahun dalam jabatannya, terkecuali terdapat permasalahan tertentu “.
Maka dari itu diutarakan Kang Djamu, bagi Pejabat Pembina Kepegawaian diberikan waktu selama 6 (enam) bulan untuk melakukan evaluasi kinerja terhadap pejabat bawahannya. Sehingga perlindungan terhadap pengembsngsn karir pejabat yang dilandasi “merit system” , dan rasa keadilan dapat terwujud.
Dengan demikian, asumsi penulis apabila Mendagri memberi ijin bagi Kepala Daerah yang baru dilantik untuk melakukan pemindahan pejabat, tidak menutup kemungkinan pejabat yang baru memegang jabatan dalam hitungan hari atau bulan sudah dipindahkan. Dan yang lebih nendasar bisa terjadi pemindahan pejabat ini lebih bernuansa politis, atas dasar “balas budi atau balas dendam” terkait keterlibatan terselubung ASN dalam praktik pilkada 2024 ini, Tuturnya.
Akhirnya kata kunci untuk terciptanya penerapan norma dasar ASN ini salah satu upaya yang dilakukan adalah, bagaimana Pemerintah pusat menerapkan efektifitas pembinaan dan pengawasan terhadap Pemerintah Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan yang berlaku, disamping komitmen yang jelas dari Kepala Daerah yang baru dilantik untuk mampu menjaga sinergitas penyelenggaraan pemerintahan Daerah, Pungkasnya. ( Awing )
Discussion about this post