Soreang (BR).- Guna mengoptimalkan pelayanan bagi kinerja Sistem Layanan Rujukan Terpadu (SLRT), Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bandung, rencananya akan membangun gedung SLRT yang representative. Hal itu dicetuskan Bupati Bandung H. Dadang M. Naser usai mengikuti Sidang paripurna Persetujuan enam Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) menjadi Perda di Gedung Moch. Toha di Soreang, Kamis (11/10/2018) kemarin.
Salah satu Raperda yang disetujui oleh DPRD yaitu tentang SLRT untuk penanganan fakir miskin dan orang tidak mampu. Dengan disetujuinya Raperda menjadi Perda, SLRT sudah memiliki pedoman yang menjadi kerangka awal untuk mengatasi permasalahan sosial dalam masyarakat, guna menghasilkan peraturan daerah yang berkualitas juga bisa mengakomodir segala lapisan kepentingan dalam masyarakat.
“Perdanya kan sudah disetujui DPRD, maka untuk memfasilitasi kinerja dalam melakukan pelayanan penanganan fakir miskin dan orang tidak mampu, SLRT Kabupaten Bandung segera memiliki sarana dan prasarana yang dibutuhkan, salah satunya ya gedung layanan mandiri,” ungkap Bupati.
Dirinya berharap, dengan berkembangnya fasilitas yang menunjang pelayanan SLRT, upaya pengentasan kemiskinan di Kabupaten Bandung bisa optimal.
“Apalagi berdasarkan release BPS (Badan Pusat Statistik) tahun 2018, setiap tahunnya angka kemiskinan di kita mengalami penurunan dari 8% di tahun 2015, terus menurun menjadi 7,6% tahun 2016, kembali turun tahun 2017 diangka 7,3% dan pada tahun 2018 dipastikan mengalami penurunan juga,” urainya.
Lima buah Perda yang disetujui DPRD Kabupaten Bandung kata Bupati diantaranya, Raperda tentang perubahan atas peraturan daerah kabupaten bandung nomor 11 tahun 2014 tentang pengelolaan aset desa, Raperda tentang perubahan atas Perda nomor 19 tahun 2014 tentang pemilihan dan pemberhentian kepala desa, Raperda tentang perubahan atas Perda nomor 22 tahun 2016 tentang badan permusyawaratan desa.
“Kemudian disetujui juga Raperda tentang pencabutan atas Perda nomor 10 tahun 2009 tentang jaminan kesehatan di Kabupaten Bandung, Raperda tentang perubahan atas Perda nomor 12 tahun 2016 tentang pembentukan dan susunan perangkat daerah dan satu Raperda inisiatif DPRD tentang Sistem Layanan Rujukan Terpadu untuk penanganan fakir miskin dan orang tidak mampu,” papar Bupati Bandung.
Bupati mengatakan, kebutuhan akan sarana dan prasarana SLRT dinilai sangat penting, karena dari luas wilayah yang mencapai 176.238,67 ha, dengan jumlah penduduk sekitar 3.6 juta yang tersebar di 31 kecamatan, 270 desa dan 10 kelurahan, potensi kesenjangan sosialnya pun semakin tinggi, sementara pelayanan harus lebih baik lagi.
“Maka dengan dibangunnya gedung SLRT, diharapkan bisa meningkatkan kinerja juga pelayanan yang maksimal kepada masyarakat, yang nantinya berpotensi menurunkan angka kemiskinan,” ungkapnya.
Sebagai daerah paling bungsu di Jawa Barat yang membentuk SLRT lanjutnya, Kabupaten Bandung sejak November 2016 lalu, sudah mendapatkan apresiasi positif dari Sekretariat Nasional Kementrian Sosial RI, sebagai Best Practise SLRT karena dinilai sebagai wilayah yang mengalami progress paling cepat dalam menjalankan fungsi SLRT kepada masyarakat.
“Dari 51 Kabupaten/Kota di Indonesia yang memiliki SLRT, Kabupaten Bandung masuk sebagai 6 terbaik Nasional selain Kabupaten Sragen, Sleman, Sukabumi, Nusa Tenggara Barat dan Bantaeng. SLRT Kabupaten Bandung dinilai sebagai best practice karena dalam menjalankan fungsinya, sinergitas antar stakeholder sudah berjalan dengan baik,” ucapnya.
Dia menuturkan, saat ini SLRT Kabupaten Bandung sudah memiliki Pusat Kesejahteraan Sosial (Puskesos) di setiap desa, 280 fasilitator 31 Supervisor, mobil ambulance, kendaraan untuk Unit reaksi Cepat (URC) juga satu unit kendaraan operasional.
Perda tersebut lanjuutnya, merupakan langkah pemerintah dan upaya nyata dalam penanganan fakir miskin dan orang tidak mampu, melalui pemenuhan hak dasar serta dalam mengembangkan sistem perlindungan sosial.
Menurutnya, kemiskinan merupakan masalah yang bersifat multidimensi dan multisektor dengan beragam karakteristik. Bersama seluruh stakeholder, kemiskinan memerlukan langkah penanganan dan pendekatan yang sistematik terpadu dan menyeluruh dalam rangka mengurangi beban fakir miskin dan orang tidak mampu.
“Untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi penanganan fakir miskin dan orang tidak mampu, diperlukan sinergitas, peningkatan akses, dan integrasi layanan melalui SLRT dan tentunya komitmen kita semua untuk sabilulungan mengentaskan kemiskinan di Kabupaten Bandung,” ujar Bupati.
Dirinya berharap agar seluruh desa segera mengoptimalkan puskesos (Pusat Kesejahteraan Sosial) yang selama ini menjadi front line dalam penanganan fakir miskin dan orang tidak mampu. “khususnya desa dan kelurahan karena lebih dekat dengan masyarakat,” pungkas Bupati.
Sebagai leading sektor SLRT, Kepala Dinas Sosial Nina Setiana menambahkan, Kabupaten Bandung adalah satu satunya SLRT dari 5 Kabupaten di Jawa Barat, yang 4 kabupaten sudah lebih dulu terbentuk.
“ kita lahir terakhir tapi bisa mensejajarkan dengan 4 kabupaten lain dari 130 kab kota se Indonesia, dan menjadi SLRT pertama se Indonesia yang digandeng Deffad Australia melalui program ‘Mampu’ (maju perempuan Indonesia untuk penanggulangan kemiskinan),”papar Nina.
Keunggulan SLRT sabilulungan Kabupaten Bandung kata Nina, yakni “kita sudah punya Perda, Perbup, SOP, serta integrasi SLRT dengan P2TP2A (pusat pelayanan terpadu pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak) dalam penanganan korban kekerasan,” tutupnya. (BR. 01)
Discussion about this post