SOREANG (BR).- Pernyataan Bupati Bandung, Dadang M. Naser yang melarang dana desa direalokasi untuk bantuan langsung tunai (BLT) terkait dampak Covid-19, cukup membuat bingung dan pusing para kepala desa yang ada di Kabupaten Bandung. Padahal sebelumnya hingga kini, mereka pun sudah dibuat bingung dengan kuota Jaring Pengaman Sosial (JPS) dari Pemerintah Provinsi Jawa Barat yang jumlahnya jauh dari kebutuhan.
Ketua Asosiasi Perangkat Desa Seluruh Indonesia (Apdesi) Kabupaten Bandung Nanang Witarsa pada bandungraya. net mengatakan bahwa dirinya mengaku tak habis pikir dengan pernyataan bupati tersebut.
“Dengan pernyataan tersebut muncul pertanyaan, apakah Pemkab Bandung siap memberi bantuan sesuai dengan kebutuhan yang ada di semua desa? ,” ujarnya, Senin (20/4/2020).
Diutarakan Nanang, pernyataan tersebut juga bisa disebut melanggar aturan yang lebih tinggi. Soalnya realokasi dana desa untuk BLT Covid-19 sudah ditetapkan oleh aturan pemerintah pusat terutama Peraturan Menteri Desa PDTT Nomor 6 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Permendes PDTT Nomor 11 Tahun 2019 tentang prioritas penggunaan dana desa Tahun 2020.
Pernyataan tersebut sangat disayangkan, karena seolah-olah mendorong kepala desa untuk terjerat ke ranah hukum. ” Dari pusat kebijakannya demikian sedangkan bupati demikian, ini kan menjerat kepala desa ,” ucapnya.
Menurutnya, kondisi saat ini membuat para kepala desa berharap bisa membantu masyarakatnya dengan dana desa yang mereka terima dari pemerintah pusat. Sementara pernyataan bupati justru menjegal perjuangan tersebut.
Kepala Desa Tenjolaya, Kecamatan Pasirjambu, Ismawanto Somantri membenarkan hal tersebut “Kami sudah memetakan kebutuhan dan kuota bantuan yang ada dari pusat dan provinsi sangat jomplang,” ujar didampingi sejumlah kepala desa lain di Kecamatan Pasirjambu dan Ciwidey, Kabupaten Bandung.
Dalam kondisi seperti itu, kata Somantri, dana desa akan sangat membantu jika bisa ikut direalokasi sesuai Permendes PDTT. Dengan total dana desa yang diterima tahun ini sebesar Rp 2 miliar, Desa Tenjolaya memang dapat merealokasi anggaran untuk BLT hingga 35 persen atau sekitar Rp 700 juta.
Jumlah itu jika dibagi Rp 600.000 per kepala keluarga (KK) sesuai Permendes PDTT Nomor 6 Tahun 2020, maka Desa Tenjolaya bisa memberikan BLT untuk sedikitnya 389 KK per bulan selama 3 bulan. Jumlah jauh lebih besar ketimbang bantuan dari Pemprov Jabar yang hanya dialokasikan untuk 140 KK di desa tersebut.
Meskipun dalam praktiknya, kata Somantri, hal itu pun belum bisa mencakup seluruh warga miskin baru (Misbar) yang belum terlingkup oleh bantuan dari pemerintah pusat dan provinsi. Namun setidaknya ada tambahan yang sangat signifikan untuk menekan gejolak di tengah masyarakat.
Secara keseluruhan, Somantri melansir saat ini penduduk desanya mencapai 4.156 KK di mana dampak Covid-19 telah membuat warga yang masih terbilang mampu hanya sekitar 850 KK. Artinya warga miskin di desa itu melonjak menjadi 3.306 KK atau melonjak dari sebelumnya hanya 750 KK yang sudah tertangani oleh Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) dari pemerintah pusat.
Sebanyak 2.556 KK warga miskin baru tersebut, hanya akan tertangani oleh bantuan BPNT perluasan sebanyak 414 KK, bantuan dari Kemensos sebanyak 375 KK dan bantuan dari Pemrov Jabar sebanyak 140 KK. Dengan begitu masih ada sekitar 1.627 KK lain yang belum tertangani.
Hingga kini, bantuan dari Pemkab Bandung sendiri diakui Somantri belum jelas kuota maupun besarannya. Sementara rencana tambahan BLT dari dana desa pun kini terkendala larangan bupati.
Larangan Bupati Bandung Dadang M. Naser terkait penggunanaan dana desa untuk BLT itu sendiri sudah merebak di kalangan kepala desa. Hal itu pun ditegaskan oleh Dadang kepada awak media seusai peringatan Hari Jadi Kabupaten Bandung ke-379 di rumah jabatannya, Soreang, Senin (20/4/2020).
“Desa diberi peluang untuk menyalurkan BLT dari dana desa, tetapi di Kabupaten Bandung tidak ada. Meskipun Menteri dana desa bisa digunakan untuk BLT 30 persen, namun saya melarangnya. Lebih baik kita fokuskan untuk kegiatan padat karya membersihkan kampung halaman, membersihkan sampah atau kegiatan padat karya lain, di depan rumahnya masing-masing kerja,” tutur Dadang.
Seperti diketahui, dalam Permendes PDTT Nomor 6 2020, prioritas penggunaan dana desa memang dialihkan untuk percepatan penanganan Covid-19. Pengalihan tersebut meliputi pencegahan Covid-19 secara langsung, kegiatan padat karya tunai desa (PKTD) dan BLT-Dana Desa untuk keluarga miskin non BPNT dan belum terdata sebagai penerima bantuan dari sumber lain.
Meskipun demikian, dalam pelaksanaannya, mekanisme penyaluran BLT-Dana Desa harus melalui sejumlah tahapan mekanisme. Setelah pendataan dilakukan dan legalitas dokumen penetapan data KK calon penerima ditandatangani oleh kepala desa, dokumen tersebut harus dilaporkan dan disahkah oleh bupati/walikota atau dapat diwakilkan ke Camat setempat dalam waktu selambat-lambatnya 5 hari kerja per tanggal diterima. (BR. 01)
Discussion about this post