Selain menemukan penggunaan anggaran yang justru tidak menghasilkan, Yusuf juga menuturkan lembaganya masih sering menemukan data-data ganda dalam penyaluran program pemerintah. Data ini misalnya soal data kemiskinan, data kesehatan, dan lainnya.
“Kemarin juga sempat ada isu ribuan ASN yang katanya fiktif, jadi ini perlu dilihat lagi data-data seperti ini,” ucapnya.
Untuk itu, Yusuf mengatakan, BPKP masih terus melakukan pengawasan laporan keuangan pemerintah melalui skema remote audit. Sebab, meski pandemi covid-19 membuat proses audit tidak 100 persen bisa dilihat ke lapangan, namun pemeriksaan secara riil tetap diperlukan untuk menjamin keakuratan pengawasan atas penggunaan anggaran pemerintah.
“Kayak kemarin kita remote audit juga soal APD, PCR, itu kita ke gudang, ke lapangan, meski kita ditakut-takuti kalau masuk gudang bisa kena covid, tapi kita tetap ke lapangan, meski selektif memilih karena tidak semua bisa dilakukan,” kata Yusuf.
Remote audit, lanjut Yusuf, dilakukan tidak hanya memanfaatkan kunjungan ke lapangan sesekali waktu, tapi juga saluran lain. Mulai dari riset, pertemuan virtual, aplikasi audit SIERA, data forensik, hingga telepon dan e-mail.
Yusuf memaparkan remote audit ini memberi beberapa manfaat, yaitu jangkauan audit jadi lebih luas, sampel lebih banyak, auditor bisa berkonsentrasi pada analisisnya, sehingga kualitas pengawasan meningkat, mengurangi risiko kesehatan di masa pandemi, tetap ada jejak audit yang jelas, hingga efisiensi waktu dan biaya audit.
Kendati begitu, remote audit bukan tanpa tantangan. Sebab, aplikasi IT kadang kala tidak langsung mempermudah tapi membuat pembelajaran dan adaptasinya butuh waktu. Begitu juga ketika jaringan rusak hingga masalah kerahasiaan data. (Red)
Discussion about this post