Bandungraya.net – Soreang | Tim koalisi partai pengusung pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati Bandung nomor urut 1, Kurnia Agustina-Usman Sayogi, meminta agar semua pihak menunggu hasil sidang putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait sengketa Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Kabupaten Bandung.
Menurut H. Sugianto, Berdasarkan hasil akhir perolehan suara, pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati Bandung nomor urut tiga, Dadang Supriatna-Sahrul Gunawan menduduki peringkat pertama dengan perolehan suara sebanyak 928.602. Diikuti paslon nomor 1, Kurnia Agustina-Usman Sayogi memperoleh 511.413 suara dan terakhir paslon nomor 2, Yena Iskandar Ma’soem-Atep diurutan ketiga dengan perolehan suara 217.780.
Meski demikian, hasil perolehan suara tersebut belum sepenuhnya menandakan kontestasi Pilkada Kabupaten Bandung berakhir. Pasalnya, Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Bandung hingga saat ini belum mengumumkan secara resmi siapa pemenangnya, karena masih harus menunggu sidang putusan MK, ujar Sugih.
Dijelaskannya, bahwa perhelatan Pilkada serentak 2020 di seluruh Indonesia, termasuk di Kabupaten Bandung, dilaksanakan mengukuti ketentuan dari tiga Undang-undang terkait Pilkada yaitu UU Nomor 1 Tahun 2015, UU Nomor 8 Tahun 2015 dan UU Nomor 10 Tahun 2016 berserta turunan aturan teknis pelaksanaannya, baik berupa PKPU, PERBAWASLU, PERDKPP, PERBERSAMA dan sebagainya, imbuhnya.
Ucap orang yang akrab disapa Kang Sugih ini, Semua aturan tersebut tentu didasarkan pada Pancasila. Pada aturan-aturan itulah semuanya terikat dan wajib tunduk pada aturan tersebut, termasuk penyelenggara pilkada, peserta, pemilih dan tentunya parpol pengusung paslon. Tunduk dan mengikuti aturan adalah kewajiban kita sekaligus wujud dari kecintaan kita kepada dasar negara kita, Pancasila.
“Saat ini, sebagai warga negara yang memegang teguh Pancasila dalam kehidupannya, tentunya wujud nyatanya adalah ketaatan pada hukum, dan semuanya harus paham bahwa pelaksanaan tahapan Pilkada di Kabupaten Bandung belumlah selesai, masih sidang di MK, masih belum ada putusan MK tentang siapa paslon terpilih,” tegas perwakilan dari tim pengusung paslon Nia-Usman, jelasnya.
Oleh karenanya, saat ini tidak ada seorang pun yang memiliki legalitas untuk disebut paslon terpilih apalagi Bupati terpilih. Jika sekarang ini masih ada yang menggunakan sebutan-sebutan yang ilegal tersebut, maka itu artinya perilaku yang tidak taat hukum, tidak setia pada Pancasila, UUD 1945 dan NKRI, papar Dia.
Menurutnya, semestinya pengingatan itu masih merupakan tugas dari penyelenggara pilkada, yaitu KPU dan Bawaslu. Tidak boleh penyelenggara negara membiarkan begitu saja apalagi menutup mata akan fakta-fakta bahwa saat ini sudah ada paslon peserta pilkada yang mendadak lebay seakan
-akan tahapan pilkada sudah selesai dan parahnya lagi ketika sang paslon tersebut membiarkan begitu saja segelintir warga pendukungnya sibuk mem-provokasi di sana-sini, menjilat-jilat, menyanjung-nyanjung, menyebut-nyebut dirinya sebagai bupati terpilih, bupati periode sekian, dan sebagainya, kata Sugih.
“Inilah yang menyedihkan, ketika kesalahan literasi tersebut malah sebaliknya disebarkan seperti sebuah kebenaran. Inilah yang sebenarnya menciderai demokrasi, inilah yang kami sebut ke-lebay-an yang berdampak sistemik dan masif,” ujarnya.
Dirinya menuturkan, bahwa KPU dan Bawaslu mempunyai tugas memberikan edukasi tentang demokrasi yang baik dan benar, mempunyai kewenangan untuk menghentikan semua potensi perilaku siapapun yang dapat menciderai demokrasi pada Pilkada.
Namun saat ini terbukti, ke-lebay-an berdampak sistemik dan masif itu ternyata malah semakin terus berkembang, itu artinya KPU dan Bawaslu tidak melaksanakan tugasnya, padahal situasi sekarang ini sudah menunjukkan kegentingan yang memaksa, demokrasi terus diciderai, asas kejujuran sudah ditendang, dan asas keadilan telah dikesampingkan, ulas Dia.
“Kemudian, terkait adanya isu bahwa pelayanan publik di Pemkab Bandung terhambat karena adanya sidang di MK, tegas kami nyatakan itu isu yang tidak benar. Tidak ada istilah pemerintahan transisi, yang ada adalah tetap Pemerintah Kabupaten Bandung. Itu isu murahan yang disebarkan oleh oknum yang tidak bertanggungjawab yang ingin merusak kondusifitas masyarakat Kabupaten Bandung dan memanfaatkan situasi tenggang waktu selama sidang di MK untuk kepentingan pendapatan pribadinya saja,” bebernya.
Discussion about this post