Soreang (BR).- Gebyarnya Iuran dan pungutan dengan dalih perpisahan, paturay tineung serta pelepasan siswa SMP Negeri di Kab. Bandung, hal ini mendapatkan tanggapan dari Pakar Pakar Pendidikan dan Akademisi yang ada di Kab. Bandung, Prof. Dr. H. Toto Sutarto Gani Utari M. Pd.
Menurut Prof. Toto, dirinya sudah berulang ulang menyampaikan di berbagai forum, bahwa prilaku itu dibentuk dan akan menjadi permanen, kemudian prilaku permanen inilah yang disebut karakter, Ujarnya Kamis 16 Juni 2022.
“Membangun karakter itu tidak mudah, karena melibatkan kualitias informasi. Kualitas informasi harus disiapkan dengan berbagai syarat dan Langkah yang sesuai dengan karakter yang diinginkan. Tetapi, bisa saja proses terjadi dengan sendirinya atau tanpa dikendalikan dan disadari, asal memenuhi syarat dan kriteria yang dibutuhkan oleh karakter tersebut, “paparnya.
Kemudian diutarakan Toto Sutarto, karakter akan membangun budaya, setelah itu karakter, dan budaya yang terbentuk tidak bisa dihapus atau dirubah.
” Bagian inilah yang harus disadari oleh setiap individu yang menjadi unsur komunitas. Contoh sebuah budaya yang terbangun kemudian sulit di ganti dengan yang baru adalah Orientasi Pelajar atau Mahasiswa di awal tahun ajaran dengan segala prilakunya, pendidik mengawali tugasnya dengan Menyusun perencanaan yang sering tidak nyambung dengan proses belajar mengajarnya, begitu juga Iuran atau Sumbangan berkaitan dengan Perpisahan Siswa,” dan sebaiknya sekolah menghindar dari acara perpisahan dengan Siswa, Ulas Toto.
Namun menurut Prof. Toto, Ada juga prilaku anak, sampai bagaimana urutan memakai sepatu, apakah kaki kanan dulu atau kaki kiri dulu. Kebiasaan-kebiasaan ini akan terus dibawa dan dipertahankan dalam waktu lama sesuai dengan kualitas informasi saat memulainya. Banyak hal lain yang seperti contoh-contoh tadi, tidak terkecuali dalam hal melaksanakan kebijakan di dalam pekerjaan seorang Pendidik.
Sering seorang penentu kebijakan, conto Kepala Sekolah, dalam suatu system sosial mempertahankan kebiasaan pendahulunya, sulit mencari ide baru. Apalagi pimpinan tersebut juga ikut terlibat dalam kebijakan pendahulunya, sehingga apa yang biasa dilakukannya disimpan di dalam memori dan tidak bisa dihapus, diganti atau diperbaikinya, Ungkap Pakar Pendidikan.
” Tidak semua prilaku yang dipertahankan identic dengan prilaku aslinya, bisa saja yang dipertahankan itu polanya. Mempertahankan pola ini yang berat karena sudah terjadi bangunan prilaku baru dengan pola yanag sama,” Tegas Profesor. .
Masih Menurut Prof. Toto Sutarto Gani Utari, Kejadian ini sering muncul di dalam kepemimpinan yang miskin ide, ini disebabkan kurang berkualitasnya isi memori yang diakibatkan bahan baku dan prosesnya minim. Sering juga terjadi, instruksi dari atasan tidak diikuti menurut pandangan orang lain yang memperhatikan, tetapi menurut dirinya itu benar dan sesuai dengan kebijakan dan instruksi atasan.
” Hal ini juga merupakan salah satu potret karakter, yang tidak bisa dilihat oleh pemiliknya, bahkan ada yang berusaha menghindar dan mempertahankan kesalahan yang akan dia rasakan setelah sanksi diterima sebagai akibat ketidak mampuan melihat kesalahan,”.
Karakter juga tidak bisa menghindar dari fakta bahwa suatu harus dilakukan karena demi menyelamatkan beberapa komponen yang menjadi unsur komunitas, seperti ketidak mampuan beberapa unsur untuk sebuah kebijakan, Terang Prof. Toto.
Lebih Jauh Prof. Toto Sutarto, menjelaskan Beratnya karakter akan muncul setiap kesempatan untuk muncul ada dan tidak bisa dikendalikan oleh siapapun. Kembali ke pola prilaku, kita harus berusaha membangun Kembali pola prilaku baru untuk melahirkan kebijaksanaan-kebijaksanaan baru, yaitu pada saat kita akan menjalankan sebuah kepemimpinan. Beberapa pola harus ditenggelamkan meskipun tidak bisa dihilangkan, caranya dengan menghimpun informasi baru yang kualitas bahan dan prosesnya bagus, Ungkap Toto.
Usahakan selalu menyadari setiap akan mengeluarkan kebijakan, apakah kebijakan itu bisa diterima semua anggota komunitas? Dan apakah kegiatan yang mengakibatkan kebijakan tersebut bermanfaat? Apakah ada kegiatan lain yang lebih baik dilakukan untuk membuat Bahagia semua komponen di dalam komunitas? Pertanyaan-pertanyaan ini merupakan pekerjaan rumah bagi siapapun yang akan menjadi pemimpin, Pungkas Pakar Pendidikan Prof. Dr. H. Toto Sutarto Gani Utari M. Pd. (BR.01)
Discussion about this post