Kemudian menurut Profesor Toto, pak guru melewati perkampungan, terlihat seorang anak sedang merengek minta sesuatu kepada ibunya, dengan lembut pak guru bertanaya kepada ibunya “kunaon bu budak kasep rewel” dijawab oleh ibu tersebut “biasa pak guru ari wayah kieu teh barudak sok rewel, maklum sim kuring teu acan nyangu, bapana teu acan wangsul nuju milari beas”, dengan tetap menampilkan wajah ceria sang guru mengeluarkan uang untuk satu liter beras diberikan kepada ibu tersebut dan pamitan begitulah guru di era itu, dia selalu menjadi anggota masyarakat yang utuh dengan nilai-nilai dan persaan (affektif) yang sudah Bersatu dengan dirinya, Kata Toto.
Diutarakan H. Toto Sutarto, Sang guru tidak pernah berpikir saat memberikan uang kepada anggota masyarakat lain saat membantu, padahal gajinya tidak cukup untuk hidup satu bulan bersama keluarganya. Itulah yang disebut karakter atau Ahlaq, itu juga yang mereka bangun pada peserta didiknya.
Ditegaskannya, Jika insan Pendidikan seperti itu maka tidak diperlukan pengawasan di setiap lingkup kerjanya, merekapun tidak membutuhkan birokrasi dan aturan, karena mereka sudah mampu mengendalikan dirinya, tepat sekalai bila dikatakan mereka telah menjalankan himbauan Rosulullah “Kulukum Ro’in wa kulukum masulun an ro’iyatu” kamu semua pemimpin dan bakal diminta pertanggung jawabannya atas apa yang dipimpinnya.
Diakhir Pembicaraanya Profesor Doktor H. Toto Sutarto Gani Utari M. Pd mengatakan, Lantas mengapa sekarang terjadi banyak kasus di kalangan insan Pendidikan, seperti harus ada pengawasan kinerja, bahkan korupsi dikalangan pimpinan Sekolah? Semua ini dikarenakan ada yang hilang dari makna Pendidikan. Mari kita sadari dan gunakan telunjuk untuk mengarah kepada diri sendiri dari pada diarahkan kepada orang lain. Karakter sangat penting dibangun, dimulai dari para pendidiknya, kemudian para pendidik paham bagaimana membangun karakter peserta didiknya, Pungkasnya ( BR. 01 )
Discussion about this post