Katapang. (BR) Merasa ditekan dan dipaksa untuk memberikan konfensasi oleh Kepala Desa, warga RW 08 Desa Cilampeni Jambangi Kantor Desa.
Warga RW 08 Desa Cilampeni, Kecamatan Katapang, Kabupaten Bandung menuntut Kepala Desa Cilampeni Aep Saepuloh untuk mundur dari jabatannya. Hal itu terkait aturan sepihak yang mengharuskan warga RW 08 untuk memberikan ‘jatah’ hasil pengolahan limbah yang sudah bertahun-tahun menjadi sumber kemandirian mereka.
Salah seorang Tokoh masyarakat sekaligus Ketua Dewan Pertimbangan RW 08 Dona Permana Yudistira mengatakan, tuntutan tersebut disampaikan oleh warganya karena merasa keberatan dengan kebijakan kades yang semena-mena. “Aturan apa yang mendasari bahwa kami harus memberikan kontribusi atau jatah bagi kades?,” ujarnya
Dona Pun menambahkan, warga RW 08 sudah sejak lama memiliki kerjasama dengan salah satu perusahaan yang berlokasi di lingkungan mereka. Dari perusahaan tersebut, masyarakat diberikan kesempatan untuk mengolah limbah menjadi sumber pendapatan.
“Dari pengolahan limbah tersebut, warga kami bisa mandiri dan membentuk perusahaan kecil CV Rumasa 08 yang berbadan hukum dan disahkan dengan akta notaris. Kami juga punya yayasan dan mampu membeli kontrakan empat lokal serta kendaraan angkut barang yang sewanya bisa membuat warga di sini mandiri secara ekonomi,” ujarnya.
Salah satu bentuk kemandirian tersebut, kata Permana, warga bisa membuat instalasi air bersih sendiri yang dialirkan ke rumah warga. Sedangkan pendapatan sewa dari kendaraan angkut dan kontrakan, digunakan untuk membiayai kebutuhan listrik pada instalasi air bersih tersebut.
Menurut Dona Permana Yudistira, selama ini kades-kades sebelumnya tidak pernah meminta kontribusi dari kemandirian ekonomi warga RW 08. Bahkan berkali-kali warga RW 08 dijadikan narasumber dan percontohan untuk warga RW lain.
Dona menegaskan, seorang kades seharusnya bisa memberikan stimulus untuk mendongkrat kesejahteraan warga. Jika tidak bisa, seharusnya ia mendukung kemandirian ekonomi warga bukannya meminta jatah.
“Apalagi yang sangat membuat warga marah adalah kontribusi yang diminta sebesar Rp 300 per kilogram limbah yang kami olah. Padahal keuntungannya saja tidak sampai segitu,” kata Permana.
Menurut Dona, warga sudah pernah mempertanyakan terkait kebijakan sepihak tersebut kepada sang kades. Namun jawaban dari kades justru sangat mengecewakan warga.
“Jawabannya kalau warga tidak mau turut aturan desa, katanya silahkan saja memisahkan diri dari Desa Cilampeni. Saya tanya apakah pantas seorang kades, pemimpina berkata seperti itu,” tutur Permana.
Dona Permana Yudistira menambahkan, jika kades tetap bersikeras dengan keputusannya, warga RW 08 akan terus menuntutnya untuk mundur dari jabatan. Bahkan jika perlu, warga RW 08 akan melaporkannya ke aparat penegak hukum.
Sementara itu Ketua RW O8 Syarif Mahdi menegaskan, dirinya akan selalu mendukung semua keputusan dan tuntutan warganya. “Soalnya warga kami merasa dirampok dan dizalimi mata pencahariannya,” ujarnya.
Senada dengan Dona , Syarif Mahdi juga membenarkan bahwa komunikasi sudah sering dilakukan oleh warga dengan kades. Namun selama ini tidak ada titik temu dan kades tetap bersikeras pada keputusannya. (BR.01)
Discussion about this post