Bandung (BR).- Kawasan Tekstil Cigondewah, Bandung, makin terkenal sebagai kawasan wisata dan menjadi pusat perbelanjaan tekstil terbesar di kota kembang.
Tiada hari sepi di Kawasan Tekstil Cigondewah. Kawasan itu selalu dipadati pengunjung yang ingin berbelanja kain atau pun berwisata.
Salah satu pengelola, Wawan (60), menjelaskan bahwa walaupun daerah ini panas dan padat, pengunjung tetap berdatangan. “Hari Senin sampai Kamis, penuh. Apalagi hari libur. Kita saja kadang-kadang susah dapat parkir,” kata Wawan.
Sebenarnya ada beberapa kawasan lain di sekitaran Cigondewah seperti Area Tekstil dan Pasar Kain. Tapi, pada tahun 2006 Kawasan Tekstil Cigondewah yang diresmikan oleh Wali Kota Bandung Dada Rosada karena kawasan tersebut memang yang terbesar.
Kemudian kawasan itu menjadi alternatif untuk wisatawan sekaligus pebisnis untuk berbelanja berbagai macam tekstil dengan harga terjangkau.
“Pada saat peresmian, kami juga mengundang beberapa komunitas yang juga mewakili wilayahnya sebagai sentra produknya masing-masing. Seperti kaos dari Suci, benang rajut dari Binong, sepatu dari cibaduyut dan jeans dari cihampelas” kata Wawan.
Ia juga menjelaskan bahwa pada saat peresmian, masing-masing perwaklian membuka stan dan memamerkan produknya. Pada waktu itu kawasan tersebut sangat dipenuhi pengunjung yang ingin menyaksikan langsung acara peresmian.
Saat ini kawasan tersebut memiliki 113 unit gerai. Para penjual kain yang mengisi gerai-gerai di Kawasan Tekstil Cigondewah sebagian besar adalah penduduk sekitar. “Hampir semua para penjual kain di sini adalah penduduk asli atau pribumi. Walaupun ya ada juga pendatang dari luar daerah Cigondewah” kata Wawan.
Beragam jenis tekstil dijual di sana, seperti sivon, brukat, satin, songket, katun, sari India. Total terdapat kurang lebih ratusan jenis kain yang terdapat pada kompleks pertokoan itu.
Jajaran kain yang dijual di sebuah toko di Cigondewah. (Java Anggara)
Awalnya, kata Wawan, para pedagang memperoleh kain-kain dari sisa bahan perca pabrik tekstil sekitaran Bandung. Mereka menampung sisa-sisa kain dari pabrik berupa kain perca.
“Dulu bahkan kita sempat dapat ongkos untuk penampungan. Sampai akhirnya, karena mereka tahu kami menjual kain-kain tersebut, kami yang bayar untuk membeli bahan” kata Wawan.
Mengenai banyak beredar kabar bahwa kain yang dijual di Kawasan Tekstil Cigondewah adalah hasil impor dari Cina, Wawan menepis hal itu, Ia menjelaskan bahwa hampir seluruh bahan kain berasal dari indonesia.
“Semua bahan tekstil diambil dari pabrik-pabrik. Sudah pasti itu bahan lokal. Kecuali untuk kain brukat dan sari India, itu ya harus impor memang” kata Wawan.
Ia pun menjelaskan perbedaan kualitas kain lokal dan impor. “Memang alasan kami memilih bahan lokal karena lebih bagus dari pada bahan impor” kata Wawan. Selain itu, ia pun menjelaskan bahwa bahan impor lebih menghabiskan harga tinggi.
Yang pasti, kata dia, mereka selalu mendukun produk lokal agar lebih laku.
Kisaran harga bahan yang dijual di Kawasan Tekstil Cigondewah terbilang beragam. Harga kain termurah yakni Rp 10.000 untuk satu meter. Ada juga yang mencapai Rp 200.000 per meter.
Wawan menuturkan bahwa penjual kain dari luar kota seperti Tanah Abang juga sering mengambil bahan dari Kawasan Tekstil Cigondewah untuk kemudian dijual kembali. Hingga akhirnya masing-masing pedagang memiliki jalur distribusinya sendiri.
“Pedagang sudah punya channel distribusi sendiri. Pelanggannya dari Tanah Abang atau bahkan industri dan pabrik pakaian” kata Wawan.
Seorang penjaga toko Fillah Tekstil bernama Saeful (23) mengatakan, sebenarnya, kain itu berputar dari Cigondewah dibeli oleh pedagang Tanah Abang untuk dijadikan kaos. Setelah itu kaosnya di kirim lagi ke Bandung untuk dijual.
Wisatawan luar negeri pun sering datang ke Kawasan Tekstil Cigondewah untuk berbelanja, seperti rombongan wisatawan dari Malaysia, Afghanistan, dan Yaman.
“Meski rombongan kecil, tapi hal ini menunjukan bahwa kawasan ini sudah terdengar sampai luar negeri,” kata Wawan.
Ia tuturkan bahwa pedagang sudah memiliki kontak langsung dengan pembeli bahkan dari luar negeri. Akhirnya pedagang sering mengirim bahan kainnya ke pelanggan luar negeri tersebut.
Anggina (25), pemilik toko Della Tex di Kawasan Tekstil Cigondewah menuturkan memang pengunjung dari Malaysia hampir setiap bulan datang ke kawasan tersebut.
“Mereka sengaja datang dalam rangka tour wisata. Ya mungkin sekalian belanja,” kata pedagang yang telah berjualan semenjak kawasan tersebut dibangun.
Ia juga menuturkan bahwa perkembangan kawasan tersebut terbilang meningkat drastis.
Puncak kepadatan Kawasan Tekstil Cigondewah biasanya tepat 3 bulan sebelum hari raya Idul Fitri.
Saeful menuturkan bahwa orang-orang sebelum hari raya banyak yang berbelanja bahan kain untuk kemudian diolah menjadi pakaian.
“Sekitar 3 bulan sebelum lebaran, tempat ini sangat ramai. Orang-orang belanja bahan untuk membuat pakaian lebaran” kata Saeful.
Ia juga mengatakan bahwa jika biasanya setiap bulan toko tersebut bisa menjual 20 roll taip bulannya, pada saat mendekati hari raya, tokonya bisa menjual lebih dari 30 roll tiap bulannya.
Ketika ditanya soal kendala membuka toko di Kawasan Tekstil Cigondewah, Anggina dan Saeful kompak mengeluhkan akses jalan. “Kalau soal kendala, sebenarnya tempat ini sudah cukup bagi saya. Selebihnya ya kami sedikit menyayangkan akses jalan di sekitar Cigondewah” kata Anggina.
Sumber: antara
Discussion about this post